Eksepsi Ditolak Hakim, Fredrich Banding dan Melawan
A
A
A
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan putusan sela dengan menolak nota keberatan (eksepsi) terdakwa Fredrich Yunadi dan tim penasihat hukum serta memerintahkan persidangan pembuktian dilanjutkan.
Atas putusan tersebut, Frederich Yunadi yang juga pendiri dan Managing Patners kantor hukum Yunadi & Associates langsung mengutarakan pengajuan banding.
Majelis hakim yang terdiri atas Saifudin Zuhri sebagai ketua dengan anggota Mahfudin, Duta Baskara, Sigit Herman Binaji, dan Titi Sansiwi menilai 80 poin keberatan dalam eksepsi pribadi Fredrich Yunadi prinsipnya sama seperti eksepsi yang diajukan tim penasihat hukum Fredrich
Majelis menilai, surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 143 KUHAPidana. Eksepsi yang diajukan Fredrich dan tim penasihat hukum sudah memasuki materi pokok perkara.
Padahal untuk pokok perkara maka pembuktiannya ada pada persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian. Karenanya, majelis menyatakan, eksepsi Fredrich dan tim penasihat hukum tidak beralasan menurut hukum dan tidak dapat diterima. Sehingga pemeriksaan perkara harus dilanjutkan.
"Mengadili, menyatakan keberatan atau eksepsi penasihat hukum dan terdakwa tidak dapat diterima. Memerintahkan penuntut umum pada KPK untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Fredrich Yunadi," tegas hakim Saifudin saat membacakan amar putusan sela, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/3/2018).
Anggota majelis hakim Sigit Herman Binaji mengatakan, Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor yang didakwakan kemudian dijadikan sebagai materi eksepsi bahwa Pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadilinya haruslah dipahami secara utuh.
Pasal 21 tersebut awalnya memang merupakan delik umum kemudian ditarik dan masuk dalam delik khusus ke UU Pemberantasan Tipikor. Karena menjadi delik khusus pada UU tersebut maka Pengadilan Tipikor berwenang mengadili perkara dengan Pasal 21 termasuk yang didakwakan terhadap Fredrich.
Hakim Sigit menggariskan, keberatan Fredrich dan tim penasihat hukum bahwa seorang advokat yang memberikan pendampingan hukum tidak dapat dituntut secara pidana juga haruslah dilihat secara terang dan utuh. Hakim Sigit membeberkan, imunitas seorang advokat menjadi hilang dan gugur ketika tidak menjalankan tugas dengan itikad baik.
"Apakah terdakwa dalam membela Setya Novanto sebagai kliennya beritikad baik atau tidak, maka harus diperiksa dalam perkara pokok dengan pemeriksaan saksi-saksi," tegas hakim Sigit.
Anggota majelis hakim Titi Sansiwi mengatakan, beberapa materi eksepsi Fredrich yang memasukan pun tidak masuk dalam ruang lingkup eksepsi. Di antaranya, tentang kronologi penetapan KPK terhadap Setya Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi pembahasan hingga persetujuan anggaran dan proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga proses pendamping Setnov.
Kemudian, dugaan penyalahgunaan kewenangan pimpinan KPK dan penyidik sebagaimana eksepsi poin 76. Berikutnya tentang keabsahan penyidik KPK yang bukan berasal dari Polri.
Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri lantas memberikan kesempatan kepada Fredrich Yunadi untuk memberikan tanggapan. Fredrich secara langsung mengatakan dirinya sudah mengerti putusan sela. Karenanya dia langsung mengajukan banding.
Hakim Saifudin mengatakan, dalam KUHAP tidak diatur upaya hukum atas putusan sela terkait eksepsi. Tapi kalau ingin melakukan perlawan hukum, maka bisa diajukan setelah seluruh pemeriksaan perkara selesai dengan putusan akhir dengan mengajukan banding.
"Kami tetap menyatakanan perlawanan. Mohon dicatat, kami banding dan menyatakan perlawanan," ujar Fredrich dengan meninggikan suara.
Atas putusan tersebut, Frederich Yunadi yang juga pendiri dan Managing Patners kantor hukum Yunadi & Associates langsung mengutarakan pengajuan banding.
Majelis hakim yang terdiri atas Saifudin Zuhri sebagai ketua dengan anggota Mahfudin, Duta Baskara, Sigit Herman Binaji, dan Titi Sansiwi menilai 80 poin keberatan dalam eksepsi pribadi Fredrich Yunadi prinsipnya sama seperti eksepsi yang diajukan tim penasihat hukum Fredrich
Majelis menilai, surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 143 KUHAPidana. Eksepsi yang diajukan Fredrich dan tim penasihat hukum sudah memasuki materi pokok perkara.
Padahal untuk pokok perkara maka pembuktiannya ada pada persidangan lanjutan dengan agenda pembuktian. Karenanya, majelis menyatakan, eksepsi Fredrich dan tim penasihat hukum tidak beralasan menurut hukum dan tidak dapat diterima. Sehingga pemeriksaan perkara harus dilanjutkan.
"Mengadili, menyatakan keberatan atau eksepsi penasihat hukum dan terdakwa tidak dapat diterima. Memerintahkan penuntut umum pada KPK untuk melanjutkan pemeriksaan perkara atas nama terdakwa Fredrich Yunadi," tegas hakim Saifudin saat membacakan amar putusan sela, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/3/2018).
Anggota majelis hakim Sigit Herman Binaji mengatakan, Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor yang didakwakan kemudian dijadikan sebagai materi eksepsi bahwa Pengadilan Tipikor tidak berwenang mengadilinya haruslah dipahami secara utuh.
Pasal 21 tersebut awalnya memang merupakan delik umum kemudian ditarik dan masuk dalam delik khusus ke UU Pemberantasan Tipikor. Karena menjadi delik khusus pada UU tersebut maka Pengadilan Tipikor berwenang mengadili perkara dengan Pasal 21 termasuk yang didakwakan terhadap Fredrich.
Hakim Sigit menggariskan, keberatan Fredrich dan tim penasihat hukum bahwa seorang advokat yang memberikan pendampingan hukum tidak dapat dituntut secara pidana juga haruslah dilihat secara terang dan utuh. Hakim Sigit membeberkan, imunitas seorang advokat menjadi hilang dan gugur ketika tidak menjalankan tugas dengan itikad baik.
"Apakah terdakwa dalam membela Setya Novanto sebagai kliennya beritikad baik atau tidak, maka harus diperiksa dalam perkara pokok dengan pemeriksaan saksi-saksi," tegas hakim Sigit.
Anggota majelis hakim Titi Sansiwi mengatakan, beberapa materi eksepsi Fredrich yang memasukan pun tidak masuk dalam ruang lingkup eksepsi. Di antaranya, tentang kronologi penetapan KPK terhadap Setya Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi pembahasan hingga persetujuan anggaran dan proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) hingga proses pendamping Setnov.
Kemudian, dugaan penyalahgunaan kewenangan pimpinan KPK dan penyidik sebagaimana eksepsi poin 76. Berikutnya tentang keabsahan penyidik KPK yang bukan berasal dari Polri.
Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri lantas memberikan kesempatan kepada Fredrich Yunadi untuk memberikan tanggapan. Fredrich secara langsung mengatakan dirinya sudah mengerti putusan sela. Karenanya dia langsung mengajukan banding.
Hakim Saifudin mengatakan, dalam KUHAP tidak diatur upaya hukum atas putusan sela terkait eksepsi. Tapi kalau ingin melakukan perlawan hukum, maka bisa diajukan setelah seluruh pemeriksaan perkara selesai dengan putusan akhir dengan mengajukan banding.
"Kami tetap menyatakanan perlawanan. Mohon dicatat, kami banding dan menyatakan perlawanan," ujar Fredrich dengan meninggikan suara.
(maf)