MUI Tagih Janji Kabareskrim Ungkap Kasus Orang Gila Serang Ulama
A
A
A
TANGSEL - Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin, menagih janji pengungkapan kasus penyerangan sejumlah ulama oleh orang yang diduga 'gila' kepada Kabareskrim Polri.
"Waktu pertemuan dengan anggota Wantim MUI, Kabareskrim menyampaikan periode Desember 2017 hingga waktu itu 21 Februari 2018 sudah ada 21 kasus, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Beliau berjanji dalam waktu 2 minggu setelah itu, ini sudah lewat, akan dijelaskan apa sesungguhnya yang terjadi," ucap Din usai menghadiri sarasehan antarpemuka agama di Puspemkot Tangsel, Senin (5/3/2018).
Menurutnya, kejanggalan itu jelas terlihat mengingat pelakunya dianggap sebagai orang tak waras alias gila. Bahkan anehnya lagi, penyerangan dilakukan beruntun dan serentak terhadap para pemuka agama, baik ulama, biksu, pendeta, bahkan meluas kepada sarana rumah ibadah.
"Pada kesimpulan awal saya, logika saya yang sederhana, sepertinya kejadian-kejadian itu tidak berdiri sendiri, dan dilakukan oleh orang-orang yang ingin membenturkan antar umat agama," kata Din.
"Kita tidak perlu mendebatkan, ada yang hoax, ada yang fakta, tapi ini terjadi, maka usutlah, bukan pelakunya orang gila atau bukan, tapi siapa dibalik ini," imbuhnya.
Masih kata Din, hal serupa pernah dialami bangsa ini pada beberapa tahun silam di Banyuwangi. Kemiripan kasus tersebut dapat menjadi acuan bagi publik untuk menduga-duga apa yang sebenarnya direncanakan oleh otak intelektual para pelaku yang dianggap orang gila itu.
"Sekian tahun yang lalu pernah kejadian peristiwa yang serupa, tindak penganiayaan terhadap ulama di Banyuwangi, Jawa Timur, dalam waktu yang mirip-mirip sekarang, menjelang tahun-tahun politik. Saya mengimbau umat beragama tidak perlu terprovokasi atas kejadian seperti ini," tukasnya.
Pihak kepolisian sendiri hingga kini telah menangani kasus dugaan penganiayaan terhadap pemuka agama maupun perusakan rumah ibadah oleh para pelaku yang dianggap orang gila.
Meski sebagiannya tak terbukti atau hanya informasi hoax yang diviralkan di media sosial, namun kekerasan itu rupanya telah membuat masyarakat menjadi resah hingga ada pula yang bergilir melakukan penjagaan terhadap masjid atau para kiai di daerahnya masing-masing.
"Waktu pertemuan dengan anggota Wantim MUI, Kabareskrim menyampaikan periode Desember 2017 hingga waktu itu 21 Februari 2018 sudah ada 21 kasus, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur. Beliau berjanji dalam waktu 2 minggu setelah itu, ini sudah lewat, akan dijelaskan apa sesungguhnya yang terjadi," ucap Din usai menghadiri sarasehan antarpemuka agama di Puspemkot Tangsel, Senin (5/3/2018).
Menurutnya, kejanggalan itu jelas terlihat mengingat pelakunya dianggap sebagai orang tak waras alias gila. Bahkan anehnya lagi, penyerangan dilakukan beruntun dan serentak terhadap para pemuka agama, baik ulama, biksu, pendeta, bahkan meluas kepada sarana rumah ibadah.
"Pada kesimpulan awal saya, logika saya yang sederhana, sepertinya kejadian-kejadian itu tidak berdiri sendiri, dan dilakukan oleh orang-orang yang ingin membenturkan antar umat agama," kata Din.
"Kita tidak perlu mendebatkan, ada yang hoax, ada yang fakta, tapi ini terjadi, maka usutlah, bukan pelakunya orang gila atau bukan, tapi siapa dibalik ini," imbuhnya.
Masih kata Din, hal serupa pernah dialami bangsa ini pada beberapa tahun silam di Banyuwangi. Kemiripan kasus tersebut dapat menjadi acuan bagi publik untuk menduga-duga apa yang sebenarnya direncanakan oleh otak intelektual para pelaku yang dianggap orang gila itu.
"Sekian tahun yang lalu pernah kejadian peristiwa yang serupa, tindak penganiayaan terhadap ulama di Banyuwangi, Jawa Timur, dalam waktu yang mirip-mirip sekarang, menjelang tahun-tahun politik. Saya mengimbau umat beragama tidak perlu terprovokasi atas kejadian seperti ini," tukasnya.
Pihak kepolisian sendiri hingga kini telah menangani kasus dugaan penganiayaan terhadap pemuka agama maupun perusakan rumah ibadah oleh para pelaku yang dianggap orang gila.
Meski sebagiannya tak terbukti atau hanya informasi hoax yang diviralkan di media sosial, namun kekerasan itu rupanya telah membuat masyarakat menjadi resah hingga ada pula yang bergilir melakukan penjagaan terhadap masjid atau para kiai di daerahnya masing-masing.
(maf)