PDB Tembus USD1 Triliun
![PDB Tembus USD1 Triliun](https://a-cdn.sindonews.net/dyn/732/content/2018/03/03/16/1286534/pdb-tembus-usd1-triliun-9oE-thumb.jpg)
PDB Tembus USD1 Triliun
A
A
A
KABAR gembira, Indonesia masuk dalam kelompok trillion dollar club (TDC) atau tercatat sebagai negara pada urutan ke-15 dengan nilai ekonomi yang besar di dunia. Indonesia dikelompokkan dalam TDC berkat produk domestik bruto (PDB) yang telah menembus USD1 triliun per tahun atau setara dengan Rp13.500 triliun per 2017 dengan asumsi nilai kurs sebesar Rp13.500 per dolar AS. Tentu belum semua masyarakat paham apa itu PDB. Definisi sederhana PDB adalah nilai pasar semua barang dan jasa hasil produksi suatu negara pada periode tertentu, baik dihasilkan warga negara sendiri maupun warga negara asing. Selain itu, PDB adalah salah satu metode menghitung pendapatan nasional. Sayangnya, kenaikan PDB belum sejalan dengan kenaikan pendapatan per kapita masyarakat.
Patut berbangga dengan bergabungnya Indonesia dalam kelompok TDC sebab hanya terdapat 16 negara di dunia saat ini dengan PDB sebesar USD1 triliun ke atas. Lalu apa dampaknya terhadap perekonomian dalam negeri? Yang jelas radar investor asing akan semakin fokus ke Indonesia sebagai negara dengan potensi memberi keuntungan investasi yang besar. Didukung sumber daya manusia yang melimpah, sekitar 260 juta jiwa, menjadi pertimbangan investor membangun pabrik yang mendekati pasar. Pemerintah optimistis nilai PDB terus meningkat seiring kecenderungan membaiknya perekonomian nasional. Tantangan terbesarnya bagaimana pemerintah menjaga pertumbuhan perekonomian nasional tidak di bawah level 5% per tahun.
Pertumbuhan perekonomian dalam tiga tahun terakhir ini memang sebuah pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah karena belum maksimal alias jalan di tempat. Tengok saja, tahun lalu pemerintah menargetkan pertumbuhan pada level 5,2%, realisasinya hanya sekitar 5,07%. Sejak 2014 tidak pernah mencapai target yang dipatok dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada 2014 pertumbuhan ekonomi nasional hanya berada di level 5,02% padahal asumsi dasar yang dipasang dalam APBN sekitar 5,5%.
Bahkan, setahun kemudian realisasi pertumbuhan ekonomi nasional anjlok pada level 4,88%. Pada 2016 pertumbuhan ekonomi nasional kembali di atas 5%, tepatnya 5,02%, namun masih di bawah target APBN yang dipatok pada level 5,1%. Dan, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun lalu kembali di bawah target. Sepanjang tahun lalu perekonomian nasional terganjal sektor konsumsi rumah tangga yang melambat. Padahal, konsumsi rumah tangga adalah komponen terbesar pendorong ekonomi nasional, selain sektor investasi dan ekspor.
Meski pertumbuhan ekonomi nasional berada di level 5,07% tahun lalu, itu dinilai tidak maksimal dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Kontribusi pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja, menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, tak kurang dari 200.000 pekerja. Jadi, ekonomi yang bertumbuh di level 5% hanya berkontribusi menyerap tenaga kerja kurang dari 1 juta pekerja. Padahal, jumlah angkatan kerja terus membengkak hingga mencapai dua juta orang per tahun. Persoalan lainnya adalah pertumbuhan ekonomi tidak merata di mana porsi pertumbuhan masih didominasi di Pulau Jawa sekitar 58,49%.
Di balik kesuksesan Indonesia masuk dalam kelompok TDC kini terselip pekerjaan rumah yang tidak gampang, yakni bagaimana mendongkrak pendapatan per kapita masyarakat. Fakta menunjukkan kalau PDB telah menembus sebesar USD1 triliun, namun pendapatan per kapita masyarakat masih rendah. Pada 2016 pendapatan per kapita tercatat Rp47,96 juta dan Rp45,14 juta (2015) serta Rp41,92 juta (2014). Sayangnya, data terbaru pendapatan per kapita masyarakat untuk 2017 belum dirilis BPS. Untuk meningkatkan pendapatan per kapita tidak hanya berfokus pada persoalan ekonomi, terutama pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat, tetapi menyangkut berbagai bidang lain seperti seputar pengaturan angka kelahiran, pendidikan, dan kesehatan. Angka pendapatan per kapita adalah sebuah ukuran paling sederhana yang merepresentasikan tingkat kesejahteraan masyarakat pada sebuah negara.
Patut berbangga dengan bergabungnya Indonesia dalam kelompok TDC sebab hanya terdapat 16 negara di dunia saat ini dengan PDB sebesar USD1 triliun ke atas. Lalu apa dampaknya terhadap perekonomian dalam negeri? Yang jelas radar investor asing akan semakin fokus ke Indonesia sebagai negara dengan potensi memberi keuntungan investasi yang besar. Didukung sumber daya manusia yang melimpah, sekitar 260 juta jiwa, menjadi pertimbangan investor membangun pabrik yang mendekati pasar. Pemerintah optimistis nilai PDB terus meningkat seiring kecenderungan membaiknya perekonomian nasional. Tantangan terbesarnya bagaimana pemerintah menjaga pertumbuhan perekonomian nasional tidak di bawah level 5% per tahun.
Pertumbuhan perekonomian dalam tiga tahun terakhir ini memang sebuah pekerjaan rumah tersendiri bagi pemerintah karena belum maksimal alias jalan di tempat. Tengok saja, tahun lalu pemerintah menargetkan pertumbuhan pada level 5,2%, realisasinya hanya sekitar 5,07%. Sejak 2014 tidak pernah mencapai target yang dipatok dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada 2014 pertumbuhan ekonomi nasional hanya berada di level 5,02% padahal asumsi dasar yang dipasang dalam APBN sekitar 5,5%.
Bahkan, setahun kemudian realisasi pertumbuhan ekonomi nasional anjlok pada level 4,88%. Pada 2016 pertumbuhan ekonomi nasional kembali di atas 5%, tepatnya 5,02%, namun masih di bawah target APBN yang dipatok pada level 5,1%. Dan, realisasi pertumbuhan ekonomi tahun lalu kembali di bawah target. Sepanjang tahun lalu perekonomian nasional terganjal sektor konsumsi rumah tangga yang melambat. Padahal, konsumsi rumah tangga adalah komponen terbesar pendorong ekonomi nasional, selain sektor investasi dan ekspor.
Meski pertumbuhan ekonomi nasional berada di level 5,07% tahun lalu, itu dinilai tidak maksimal dalam menciptakan lapangan pekerjaan. Kontribusi pertumbuhan ekonomi terhadap penyerapan tenaga kerja, menurut Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, tak kurang dari 200.000 pekerja. Jadi, ekonomi yang bertumbuh di level 5% hanya berkontribusi menyerap tenaga kerja kurang dari 1 juta pekerja. Padahal, jumlah angkatan kerja terus membengkak hingga mencapai dua juta orang per tahun. Persoalan lainnya adalah pertumbuhan ekonomi tidak merata di mana porsi pertumbuhan masih didominasi di Pulau Jawa sekitar 58,49%.
Di balik kesuksesan Indonesia masuk dalam kelompok TDC kini terselip pekerjaan rumah yang tidak gampang, yakni bagaimana mendongkrak pendapatan per kapita masyarakat. Fakta menunjukkan kalau PDB telah menembus sebesar USD1 triliun, namun pendapatan per kapita masyarakat masih rendah. Pada 2016 pendapatan per kapita tercatat Rp47,96 juta dan Rp45,14 juta (2015) serta Rp41,92 juta (2014). Sayangnya, data terbaru pendapatan per kapita masyarakat untuk 2017 belum dirilis BPS. Untuk meningkatkan pendapatan per kapita tidak hanya berfokus pada persoalan ekonomi, terutama pembukaan lapangan kerja bagi masyarakat, tetapi menyangkut berbagai bidang lain seperti seputar pengaturan angka kelahiran, pendidikan, dan kesehatan. Angka pendapatan per kapita adalah sebuah ukuran paling sederhana yang merepresentasikan tingkat kesejahteraan masyarakat pada sebuah negara.
(mhd)