Larang Pasang Foto Ketum Parpol Dinilai Batasi Ruang Demokrasi
A
A
A
JAKARTA - Imbauan agar spanduk dan baliho ketua umum (ketum) partai politik (parpol) peserta Pemilu 2019 diturunkan dianggap membatasi ruang demokrasi. Maka itu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memprotesnya.
"Jika semua gambar tokoh parpol yang tidak menggunakan atribut peserta pemilu juga dilarang, ini sama saja dengan membatasi ruang demokrasi dan menghambat pelaku usaha reklame," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (28/2/2018).
Adapun alasan Bawaslu melarang itu karena spanduk dan baliho yang bergambar ketua umum parpol merupakan bagian dari bentuk citra diri parpol.
"Kesepakatan KPU-Bawaslu memaknai citra diri bahwa seluruh atribut ketua umum Parpol harus diturunkan, sudah terlalu jauh dan kebablasan," kata anggota Komisi II DPR ini.
Sekadar diketahui, KPU-Bawaslu merujuk pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 1 ayat 35 yang menyebutkan bahwa kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.
"Nah, yang ditekankan dalam ketentuan umum Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 adalah citra diri peserta pemilu. Maka, seandainya ada ketua umum parpol tampil di media luar ruang tidak menggunakan atribut parpol sebagai peserta pemilu, maka seharusnya boleh," ujar pria yang akrab disapa Awiek ini.
Terlebih lanjut dia, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 298 ayat (5) dinyatakan bahwa ketentuan mengenai pemasangan dan pembersihan alat peraga kampanye (APK) diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
"Nah, sejauh ini PKPU tentang pemasangan dan pembersihan APK untuk pemilu 2019 belum ada atau belum terbit," ungkapnya.
Artinya lanjut dia, KPU-Bawaslu masih punya kewajiban untuk mengajukan PKPU dn Peraturan Bawaslu ke DPR untuk dibahas. "Maka, larangan yang hanya didasarkan pada kesepakatan bobotnya jauh di bawah peraturan," pungkasnya.
"Jika semua gambar tokoh parpol yang tidak menggunakan atribut peserta pemilu juga dilarang, ini sama saja dengan membatasi ruang demokrasi dan menghambat pelaku usaha reklame," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Rabu (28/2/2018).
Adapun alasan Bawaslu melarang itu karena spanduk dan baliho yang bergambar ketua umum parpol merupakan bagian dari bentuk citra diri parpol.
"Kesepakatan KPU-Bawaslu memaknai citra diri bahwa seluruh atribut ketua umum Parpol harus diturunkan, sudah terlalu jauh dan kebablasan," kata anggota Komisi II DPR ini.
Sekadar diketahui, KPU-Bawaslu merujuk pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 1 ayat 35 yang menyebutkan bahwa kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.
"Nah, yang ditekankan dalam ketentuan umum Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 adalah citra diri peserta pemilu. Maka, seandainya ada ketua umum parpol tampil di media luar ruang tidak menggunakan atribut parpol sebagai peserta pemilu, maka seharusnya boleh," ujar pria yang akrab disapa Awiek ini.
Terlebih lanjut dia, dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 298 ayat (5) dinyatakan bahwa ketentuan mengenai pemasangan dan pembersihan alat peraga kampanye (APK) diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
"Nah, sejauh ini PKPU tentang pemasangan dan pembersihan APK untuk pemilu 2019 belum ada atau belum terbit," ungkapnya.
Artinya lanjut dia, KPU-Bawaslu masih punya kewajiban untuk mengajukan PKPU dn Peraturan Bawaslu ke DPR untuk dibahas. "Maka, larangan yang hanya didasarkan pada kesepakatan bobotnya jauh di bawah peraturan," pungkasnya.
(maf)