Tarif Listrik Tak Naik
A
A
A
PEMERINTAH tidak akan menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019. Apakah ini berita hoax ? Sama sekali bukan berita hoax, sebab itu keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait kestabilan harga listrik guna menjaga stabilitas ekonomi sepanjang masa pemerintahannya.
Keinginan orang nomor satu di negeri ini disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (SDM) Ignasius Jonan saat menjadi narasumber di Renewable Innovation Forum, dua hari lalu. Keinginan pemerintah menahan tarif listrik hingga akhir 2019, justru menimbulkan respons berbau politik. Meski niat pemerintah murni untuk menstabilkan perekonomian, tak bisa dihindari bila timbul penilaian kalau kebijakan tersebut terkait Pilpres 2019.
Walau menimbulkan tanggapan yang keliru menurut versi pemerintah, Jonan yang sukses membenahi perusahaan transportasi massal milik negara, yakni kereta api, menampik bahwa keinginan Presiden tersebut ”ada udang di balik batu”. Jonan yang sempat menjabat menteri perhubungan (menhub) sebelum dipercaya melayarkan Kementerian ESDM, menegaskan tak ada kaitannya dengan Pilpres 2019.
Pemerintah lebih fokus pada pertimbangan kemampuan penyerapan listrik oleh masyarakat. Sebelumnya, pemerintah sudah menetapkan tidak ada kenaikan tarif listrik dan harga bahan bakar minyak hingga Maret 2018.
Selain itu, pemerintah berharap dengan terjaganya kestabilan tarif listrik maka target rasio elektrifikasi nasional bisa menembus angka sekitar 99% untuk dua tahun ke depan. Pemerintah mengklaim rasio elektrifikasi saat ini sudah mencapai 94,91% atau telah melampau target yang dipatok sekitar 92,75%.
Dan, rasio elektrifikasi diharapkan berada pada level 95,15% hingga akhir tahun ini. Untuk mendukung terealisasinya target rasio elektrifikasi nasional tersebut, selain menjaga stabilitas harga listrik, Kementerian ESDM sedang fokus mengarahkan pembangunan pembangkit listrik off grid di luar jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) dinilai pembangkit yang paling cocok dikembangkan saat ini.
Merespons keinginan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019, manajemen PLN mau tidak mau harus menekan biaya operasional di tengah naiknya harga batu bara yang menjadi bahan bakar untuk sebagian besar pembangkit listrik yang dioperasikan perusahaan listrik pelat merah itu.
Kini, manajemen PLN sekarang sedang berjuang keras agar pemerintah campur tangan dalam menetapkan harga batu bara untuk pasokan ke PLN.
Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menetapkan harga mineral acuan dan harga batu bara acuan (HBA) Februari 2018 untuk 20 jenis mineral logam. Adapun HBA sepanjang Februari 2018 dipatok seharga USD100,69 per ton atau naik USD 5,15 dibandingkan HBA, Januari lalu, pada harga USD95,54 per ton.
Pemicu kenaikan harga batu bara disebabkan permintaan yang tinggi dari China. Dampak dari kenaikan harga batu bara tersebut membuat puyeng manajemen PLN, sebab tidak mungkin serta-merta menaikkan tarif listrik. Di sisi lain, pemerintah hanya menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp47,6 triliun sepanjang tahun ini, yang lebih rendah dari subsidi tahun lalu.
Lalu, bagaimana progres penggarapan EBT? Pemerintah mengakui tidak mudah menyediakan pemanfaatan EBT, padahal telah dipatok bauran EBT mencapai 23% pada 2025 mendatang berdasarkan keputusan pemerintah yang dituangkan dalam Rencana Umum Energi Nasional.
Saat ini pemerintah mengklaim bauran EBT telah menembus sekitar 12,5% dan ditargetkan menembus sekitar 18% dalam tiga tahun ke depan. Yang menjadi masalah sekarang adalah sejumlah pelaku usaha penyedia listrik dari EBT masih mengeluhkan persoalan tarif yang rendah. Meski demikian, pemerintah masih tetap optimistis bahwa energi harta karun ini akan membawa manfaat besar.
Kembali pada rencana pemerintah tidak menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019, memang sebuah kabar gembira, tetapi apakah tidak akan memberatkan anggaran negara? Saat ini kondisi PLN sedang berjibaku ”melawan” harga batu bara untuk menekan biaya operasional dan berharap pemerintah segera menaikkan tarif listrik. Buntut-buntutnya bisa diduga anggaran subsidi listrik yang sudah turun bisa melonjak lagi.
Keinginan orang nomor satu di negeri ini disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (SDM) Ignasius Jonan saat menjadi narasumber di Renewable Innovation Forum, dua hari lalu. Keinginan pemerintah menahan tarif listrik hingga akhir 2019, justru menimbulkan respons berbau politik. Meski niat pemerintah murni untuk menstabilkan perekonomian, tak bisa dihindari bila timbul penilaian kalau kebijakan tersebut terkait Pilpres 2019.
Walau menimbulkan tanggapan yang keliru menurut versi pemerintah, Jonan yang sukses membenahi perusahaan transportasi massal milik negara, yakni kereta api, menampik bahwa keinginan Presiden tersebut ”ada udang di balik batu”. Jonan yang sempat menjabat menteri perhubungan (menhub) sebelum dipercaya melayarkan Kementerian ESDM, menegaskan tak ada kaitannya dengan Pilpres 2019.
Pemerintah lebih fokus pada pertimbangan kemampuan penyerapan listrik oleh masyarakat. Sebelumnya, pemerintah sudah menetapkan tidak ada kenaikan tarif listrik dan harga bahan bakar minyak hingga Maret 2018.
Selain itu, pemerintah berharap dengan terjaganya kestabilan tarif listrik maka target rasio elektrifikasi nasional bisa menembus angka sekitar 99% untuk dua tahun ke depan. Pemerintah mengklaim rasio elektrifikasi saat ini sudah mencapai 94,91% atau telah melampau target yang dipatok sekitar 92,75%.
Dan, rasio elektrifikasi diharapkan berada pada level 95,15% hingga akhir tahun ini. Untuk mendukung terealisasinya target rasio elektrifikasi nasional tersebut, selain menjaga stabilitas harga listrik, Kementerian ESDM sedang fokus mengarahkan pembangunan pembangkit listrik off grid di luar jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) dinilai pembangkit yang paling cocok dikembangkan saat ini.
Merespons keinginan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019, manajemen PLN mau tidak mau harus menekan biaya operasional di tengah naiknya harga batu bara yang menjadi bahan bakar untuk sebagian besar pembangkit listrik yang dioperasikan perusahaan listrik pelat merah itu.
Kini, manajemen PLN sekarang sedang berjuang keras agar pemerintah campur tangan dalam menetapkan harga batu bara untuk pasokan ke PLN.
Sebelumnya, Kementerian ESDM telah menetapkan harga mineral acuan dan harga batu bara acuan (HBA) Februari 2018 untuk 20 jenis mineral logam. Adapun HBA sepanjang Februari 2018 dipatok seharga USD100,69 per ton atau naik USD 5,15 dibandingkan HBA, Januari lalu, pada harga USD95,54 per ton.
Pemicu kenaikan harga batu bara disebabkan permintaan yang tinggi dari China. Dampak dari kenaikan harga batu bara tersebut membuat puyeng manajemen PLN, sebab tidak mungkin serta-merta menaikkan tarif listrik. Di sisi lain, pemerintah hanya menggelontorkan subsidi listrik sebesar Rp47,6 triliun sepanjang tahun ini, yang lebih rendah dari subsidi tahun lalu.
Lalu, bagaimana progres penggarapan EBT? Pemerintah mengakui tidak mudah menyediakan pemanfaatan EBT, padahal telah dipatok bauran EBT mencapai 23% pada 2025 mendatang berdasarkan keputusan pemerintah yang dituangkan dalam Rencana Umum Energi Nasional.
Saat ini pemerintah mengklaim bauran EBT telah menembus sekitar 12,5% dan ditargetkan menembus sekitar 18% dalam tiga tahun ke depan. Yang menjadi masalah sekarang adalah sejumlah pelaku usaha penyedia listrik dari EBT masih mengeluhkan persoalan tarif yang rendah. Meski demikian, pemerintah masih tetap optimistis bahwa energi harta karun ini akan membawa manfaat besar.
Kembali pada rencana pemerintah tidak menaikkan tarif listrik hingga akhir 2019, memang sebuah kabar gembira, tetapi apakah tidak akan memberatkan anggaran negara? Saat ini kondisi PLN sedang berjibaku ”melawan” harga batu bara untuk menekan biaya operasional dan berharap pemerintah segera menaikkan tarif listrik. Buntut-buntutnya bisa diduga anggaran subsidi listrik yang sudah turun bisa melonjak lagi.
(whb)