Draf Revisi KUHP Dianggap Memuat Banyak Pasal Karet
A
A
A
JAKARTA - Draf revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dinilai memuat banyak pasal karet dan tak jelas. Sehingga mendorong praktik kriminalisasi, termasuk intervensi terhadap ruang privat warga.
Perwakilan Aliansi Nasional Reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Erasmus Napitupulu mengatakan bahwa revisi KUHP akan memberikan kewenangan pada aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk melakukan kriminalisasi terhadap pelanggaran hukum yang hidup dalam masyarakat tanpa indikator dan batasan yang jelas dan ketat.
"Revisi KUHP memuat banyak pasal karet dan tak jelas yang mendorong praktik kriminalisasi, termasuk intervensi terhadap ruang privat warga," ujar Erasmus yang juga sebagai Direktur Pelaksana Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) ini di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Minggu (11/2/2018).
Dia menambahkan, revisi KUHP juga memiliki banyak pasal multitafsir dan tak jelas. "Seperti pidana penghinaan, penghinaan presiden dan lembaga negara, kriminalisasi hubungan privat dan lain sebagainya yang pada dasarnya dapat memenjarakan siapa saja," tuturnya.
Selain itu, revisi KUHP juga dianggap mengancam eksistensi lembaga independen. Dia menambahkan, DPR dan pemerintah sama sekali tidak mengindahkan masukan dari beberapa lembaga independen negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Komisi Nasional Hak Asasj Manusia (Komnas HAM) yang telah menyatakan sikap untuk menolak masuknya beberapa tindak pidana ke dalam RKUHP seperti korupsi, narkotika dan pelanggaran berat HAM.
"Hadirnya tindak pidana-tindak pidana yang memiliki kekhususan pendekatan ini dalam revisi KUHP jelas mengancam eksistensi dan efektifitas kerja lembaga terkait," tuturnya.
Perwakilan Aliansi Nasional Reformasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Erasmus Napitupulu mengatakan bahwa revisi KUHP akan memberikan kewenangan pada aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk melakukan kriminalisasi terhadap pelanggaran hukum yang hidup dalam masyarakat tanpa indikator dan batasan yang jelas dan ketat.
"Revisi KUHP memuat banyak pasal karet dan tak jelas yang mendorong praktik kriminalisasi, termasuk intervensi terhadap ruang privat warga," ujar Erasmus yang juga sebagai Direktur Pelaksana Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) ini di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta, Minggu (11/2/2018).
Dia menambahkan, revisi KUHP juga memiliki banyak pasal multitafsir dan tak jelas. "Seperti pidana penghinaan, penghinaan presiden dan lembaga negara, kriminalisasi hubungan privat dan lain sebagainya yang pada dasarnya dapat memenjarakan siapa saja," tuturnya.
Selain itu, revisi KUHP juga dianggap mengancam eksistensi lembaga independen. Dia menambahkan, DPR dan pemerintah sama sekali tidak mengindahkan masukan dari beberapa lembaga independen negara seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Komisi Nasional Hak Asasj Manusia (Komnas HAM) yang telah menyatakan sikap untuk menolak masuknya beberapa tindak pidana ke dalam RKUHP seperti korupsi, narkotika dan pelanggaran berat HAM.
"Hadirnya tindak pidana-tindak pidana yang memiliki kekhususan pendekatan ini dalam revisi KUHP jelas mengancam eksistensi dan efektifitas kerja lembaga terkait," tuturnya.
(kri)