Pernah Ditangkap, Paung Tolak Pasal Penghinaan Presiden Hidup Lagi

Rabu, 07 Februari 2018 - 12:11 WIB
Pernah Ditangkap, Paung...
Pernah Ditangkap, Paung Tolak Pasal Penghinaan Presiden Hidup Lagi
A A A
JAKARTA - Mantan aktivis Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Fahrur Rohman berharap pemerintah dan DPR tidak menghidupkan kembali pasal tentang penghinaan presiden.

Fahrur Rohman atau biasa disapa Paung ini pernah ditahan pada tahun 2006 karena mengkritik Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang ketika itu menjabat Presiden.

Saat itu Paung dijerat dengan Pasal 134 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) karena dianggap menghina presiden.

Oleh karena itu, dia kecewa ketika mendengar pasal yang pernah menjebloskannya ke penjara itu ingin dihidupkan kembali oleh DPR dan pemerintah melalui revisi KUHP.

"(Pasal itu-red) sulit untuk dihidupkan lagi. Kasihan kawan-kawan kita yang ingin mengkritik kebijakan pemerintah. Cukup saya dan kawan-kawan lain yang jadi korban," kata Paung kepada SINDOnews, Rabu (7/2/2018). (Baca juga: Pasal Penghinaan Presiden, Mahfud MD Khawatir Oposisi Ditangkapi )

Dia mengaku merasa lega setelah pasal itu dihapus Mahkamah Kontitusi (MK) tak lama setelah dirinya menghirup udara bebas.

Melalui keputusan tersebut, kata dia, MK telah menunjukkan mengkritik kekuasaan merupakan hak konstitusional sebagai warga negara.

Paung menilai pasal penghinaan presiden seperti "karet" karena bisa ditafsirkan sesuka hati oleh penguasa. Pasal seperti itu dikatakannya digunakan Belanda untuk menangkapi pejuang kemerdekaan.

Pria yang sekarang memilih berbisnis sayur mayur di sebuah pasar di Jakarta itu meminta DPR dan pemerintah berpikir ulang untuk menghidupkan kembali pasal peninggalan Belanda tersebut karena dianggap tak sesuai zaman.

Apalagi, sambung dia, UUD 1945 dan era Reformasi 98 telah menegaskan kebebasan warga negara untuk menyampaikan pendapatnya di muka umum.

"Jadi saya meminta Pemerintah, khususnya DPR yang informasinya akan menggodok pasal ini jangan menghayal tingkat tinggi. Sudah banyak pakar hukum yang menganggap pasal ini benar-benar karet," ujarnya.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7571 seconds (0.1#10.140)