Jika Terbukti Terima Uang, Gamawan Siap Dihukum Mati
A
A
A
JAKARTA - Mantan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi berikrar siap dihukum mati jika benar-benar menerima uang dan melakukan korupsi dalam proyek kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
"Saya siap dihukum mati yang mulia. Saya sering dicurigai, silahkan cek saja. Sama sekali tidak ada niatan. Kalau ada foto atau apa, lalu juga saya dicurigai ke Singapura juga. Ini sudah fitnah keterlaluan," ujar Gamawan Fauzi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/1/2018).
Ikrar tersebut diutarakan Gamawan Fauzi saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK dalam persidangan terdakwa mantan Ketua DPR sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto (Setnov).
Perkara Setnov, yakni korupsi dalam pembahasan hingga persetujuan anggaran dan proyek pengadaan e-KTP di Kemendagri tahun 2011-2013.
Ikrar Gamawan terucap bermula saat anggota majelis hakim Franki Tambuwun mencecar tentang hubungan Gamawan dengan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos dan Azmin Aulia.
PT Sandipala Arthaputra merupakan anggota konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara RI (Perum PNRI), konsorsium pemenang tender proyek e-KTP di Kemendagri.
Hakim Franki menuturkan, berdasarkan keterangan Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera Andi Agustinus alias Andi Narogong alias Asiong (divonis 8 tahun penjara) dalam persidangan Setnov pada Senin (22/1) lalu, Narogong menyebutkan Paulus Tannos adalah orang dekat Gamawan.
Bahkan, menurut Narogong, untuk mendapatkan proyek e-KTP maka Paulus menggandeng adik Gamawan sekaligus Direktur PT Gajendra Adhi Sakti Azmin Aulia. Bahkan, kemudian ada transaksi pembelian rumah toko (ruko) antara Azmin dengan Paulus.
Gamawan menjawab, dia memang mengenal Paulus Tannos pada 2007 saat Gamawan masih menjadi Gubernur Sumatera Barat. Ketika itu, Paulus menangani dan menandatangani kontrak dengan PLN di Padang. Selepas itu, Gamawan mengklaim tidak pernah lagi bertemu Paulus.
Gamawan mengakui bahwa Azmin Aulia memang adalah adiknya. Tapi Gamawan tidak pernah menyodorkan nama Azmin atau mengutus Azmin untuk memuluskan Paulus mendapat proyek e-KTP.
"Begitu Andi Narogong bicara, saya tanya ke adik saya. Bener gak sama Paulus Tanos. Dia (Paulus Tanos) jual karena kesulitan uang dari pemerintah yang proyek belum turun. Kalau akta jual beli tidak bisa dipercaya gimana? Itu juga belinya kan atas nama perusahaan, bukan pribadi," klaim Gamawan.
Dia membantah ruko tersebut sebagai jatah yang diperuntukkan ke Gamawan dengan cara disamarkan. Sekali lagi tutur Gamawan, pembelian ruko disertai tanah tersebut bukan dibeli secara pribadi oleh Azmin tapi dibeli perusahaan. Pembelian tersebut juga tercatat dalam kuitansi dan di notaris.
Gamawan melanjutkan, untuk Rp50 juta yang diberikan Irman (terdakwa divonis 7 tahun penjara) ke Gamawan merupakan uang honor sebagai pembicara di beberapa daerah yang acaranya diselenggarakan Ditjen Dukcapil. Karenanya Gamawan memastikan uang tersebut bukan dari Narogong.
Gamawan juga membantah kecipratan uang dari adiknya, Azmin. Karenanya secara keseluruhan Gamawan membantah menerima uang terkait proyek e-KTP. Gamawan juga langsung bersumpah atas nama Allah SWT.
"Tidak pernah yang mulia. Ke kantornya saja saya tidak pernah. Kantornya, ruangannya di mana saya tidak tahu. Satu sen pun saya tidak pernah terima. Demi Allah, saya ini anak ulama yang mulia. Ada tiga dosa besar, pertama sirik, kedua melawan orang tua, ketiga sumpah palsu. Silahkan buktikan kalau ada satu sen pun saya terima," tegasnya.
"Saya siap dihukum mati yang mulia. Saya sering dicurigai, silahkan cek saja. Sama sekali tidak ada niatan. Kalau ada foto atau apa, lalu juga saya dicurigai ke Singapura juga. Ini sudah fitnah keterlaluan," ujar Gamawan Fauzi di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (29/1/2018).
Ikrar tersebut diutarakan Gamawan Fauzi saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK dalam persidangan terdakwa mantan Ketua DPR sekaligus Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto (Setnov).
Perkara Setnov, yakni korupsi dalam pembahasan hingga persetujuan anggaran dan proyek pengadaan e-KTP di Kemendagri tahun 2011-2013.
Ikrar Gamawan terucap bermula saat anggota majelis hakim Franki Tambuwun mencecar tentang hubungan Gamawan dengan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos dan Azmin Aulia.
PT Sandipala Arthaputra merupakan anggota konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara RI (Perum PNRI), konsorsium pemenang tender proyek e-KTP di Kemendagri.
Hakim Franki menuturkan, berdasarkan keterangan Direktur Utama PT Cahaya Wijaya Kusuma yang juga Direktur PT Murakabi Sejahtera Andi Agustinus alias Andi Narogong alias Asiong (divonis 8 tahun penjara) dalam persidangan Setnov pada Senin (22/1) lalu, Narogong menyebutkan Paulus Tannos adalah orang dekat Gamawan.
Bahkan, menurut Narogong, untuk mendapatkan proyek e-KTP maka Paulus menggandeng adik Gamawan sekaligus Direktur PT Gajendra Adhi Sakti Azmin Aulia. Bahkan, kemudian ada transaksi pembelian rumah toko (ruko) antara Azmin dengan Paulus.
Gamawan menjawab, dia memang mengenal Paulus Tannos pada 2007 saat Gamawan masih menjadi Gubernur Sumatera Barat. Ketika itu, Paulus menangani dan menandatangani kontrak dengan PLN di Padang. Selepas itu, Gamawan mengklaim tidak pernah lagi bertemu Paulus.
Gamawan mengakui bahwa Azmin Aulia memang adalah adiknya. Tapi Gamawan tidak pernah menyodorkan nama Azmin atau mengutus Azmin untuk memuluskan Paulus mendapat proyek e-KTP.
"Begitu Andi Narogong bicara, saya tanya ke adik saya. Bener gak sama Paulus Tanos. Dia (Paulus Tanos) jual karena kesulitan uang dari pemerintah yang proyek belum turun. Kalau akta jual beli tidak bisa dipercaya gimana? Itu juga belinya kan atas nama perusahaan, bukan pribadi," klaim Gamawan.
Dia membantah ruko tersebut sebagai jatah yang diperuntukkan ke Gamawan dengan cara disamarkan. Sekali lagi tutur Gamawan, pembelian ruko disertai tanah tersebut bukan dibeli secara pribadi oleh Azmin tapi dibeli perusahaan. Pembelian tersebut juga tercatat dalam kuitansi dan di notaris.
Gamawan melanjutkan, untuk Rp50 juta yang diberikan Irman (terdakwa divonis 7 tahun penjara) ke Gamawan merupakan uang honor sebagai pembicara di beberapa daerah yang acaranya diselenggarakan Ditjen Dukcapil. Karenanya Gamawan memastikan uang tersebut bukan dari Narogong.
Gamawan juga membantah kecipratan uang dari adiknya, Azmin. Karenanya secara keseluruhan Gamawan membantah menerima uang terkait proyek e-KTP. Gamawan juga langsung bersumpah atas nama Allah SWT.
"Tidak pernah yang mulia. Ke kantornya saja saya tidak pernah. Kantornya, ruangannya di mana saya tidak tahu. Satu sen pun saya tidak pernah terima. Demi Allah, saya ini anak ulama yang mulia. Ada tiga dosa besar, pertama sirik, kedua melawan orang tua, ketiga sumpah palsu. Silahkan buktikan kalau ada satu sen pun saya terima," tegasnya.
(pur)