Eks Country Manager HP Akui Bertemu Setnov Bahas E-KTP

Senin, 22 Januari 2018 - 21:17 WIB
Eks Country Manager...
Eks Country Manager HP Akui Bertemu Setnov Bahas E-KTP
A A A
JAKARTA - Mantan Country Manager Enterprise Hewlett Packard (HP) Indonesia, Charles Sunanto Ekapraja mengakui tiga kali bertemu Setya Novanto untuk meminta restu mendapatkan proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

‎Fakta tersebut diungkap ‎Direktur PT Cisco System Indonesia‎ itu dalam persidangan mantan Ketua DPR Setya Novanti (Setnov), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (22/1/2018).

Charles Sunanto Ekapraja mengungkapkan keterkaitannya dan HP Indonesia dalam permasalahan ini bermula saat Executive Director PT Biomorf Lone Indonesia sekaligus Direktur Biomorf Lone LLC, Johannes Marliem menghubunginya pada tahun 2010.

Marliem merupakan penyedia Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1.

Di Amerika Serikat, berdasarkan cerita Marliem, produk L-1 bekerja sama dengan HP. Marliem juga menyampaikan akan ada proyek national identity card. Untuk itu maka produk L-1 bisa di-deliver dalam proyek pembuatan kartu identitas tersebut.

Charles lantas menelusuri dan mengonfirmasi di internal HP. Hasilnya ternyata ada kerja sama L-1 dan HP dalam proyek identitas untuk homeland security di Pemerintah Amerika Serikat.

Terkait proyek identitas nasional di Indonesia, Charles tidak menemukan informasi signifikan di internal HP dan beberapa orang. Hasilnya masih buram. Charles lantas bertanya ke Made Oka Masagung, pemilik OEM Investment Pte Ltd dan mantan bos PT Mas Agung

Charles sudah mengenal lama Oka pada 2007 dari mantan mertuanya. Sepengetahuan Charles, Oka memiliki bisnis investasi salah satunya perusahaan bernama Delta di Singapura.

"Saya tanya Pak Made Oka, tahu enggak proyek ini (e-KTP). Kalau boleh dikenali sama yang tahu infonya," ujar Charles di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Tidak lama kemudian, Oka menelepon Charles dan memintanya datang ke kantornya. Charles menuruti undangan tersebut.

Sesampai di kantor Oka, Charles disuruh mengikuti mobil Oka. Tidak disangka, tutur Charles, mobil tersebut mengarah ke rumah Setnov di Jalan Wijaya, Jakarta.

"Ketemu Pak Novanto. Kira-kira sore atau maghrib. Saya ditanya dari mana (sama Setnov-red). Terus punya keahlian apa HP. Saya jelaskan. Terus beliau (Setnov-red) dengan Oka enggak tahu bicara apa di ruangan sebelah. Terus saya tanya (ke Oka), peran beliau apa, Made Oka bilang, sudah nanti ikuti saja prosesnya," tuturnya.

Charles mengungkapkan, total ada tiga kali pertemuan dengan Setnov. Pertemuan di atas adalah pertemuan pertama dengan Setnov. Isinya lebih banyak perkenalan.

Pada pertemuan kedua, Charles diajak Oka ke Gedung DPR. Pertemuan kedua ini hanya makan siang bersama.

"Yang ketiga saya ditelepon (Oka-red), saya sudah di rumah, disuruh datang ke rumah SN. Saya datang malam-malam. Kalau enggak salah waktu itu ada Paulus Tannos (Direktur Utama PT Sandipala Arthapura). Terus saya ditanya (Setnov-red) biaya kartu untuk produksi berapa. Terus saya jawab, kalau berdasarkan pengalaman HP di AS, biaya itu sekitar 2,5 sampai USD3 per ID (kartu identitas). Terus saya ditanya apakah bisa menggunakam chip dari negara lain. Ya terus terang saya bilang HP enggak pernah pakai di luar dari standar umum," bebernya.

Dalam pertemuan tersebut Charles juga menjelaskan, chip yang dibutuhkan harus kualitas ISO tertentu. Selama kartu itu memenuhi kualitas ISO maka sebetulnya bisa-bisa saja.

Charles lantas menyampaikan pengetahuannya tentang hubungan Oka dengan Setnov. "Yang pernah diceritakan bahwa Made Oka sama Pak Novanto pernah di Kosgoro. Asumsi saya lumayan dekat. Ya maksudnya, kalau bisa datang ke rumah seseorang pasti lumayan dekat," ungkap Charles.

Singkat cerita, divisi yang dibawahi Charles tidak mendapat proyek e-KTP. Pasalnya negosiasi dengan Johannes Marliem dan Biomorf buntu.

"HP kan diminta Biomorf sebagai subkontrak. Kita bilang posisi kita tidak akan jadi peran. Jadi posisi kita sangat terbatas. Kalau projek e-KTP ada tiga bagian, ada software, infrastruktur, dan kartu. Kalau software, kita punya sedikit. Kita hanya jadi subkontrak. Kan negosiasinya terjadi antara HP dengan Jo Liem (Johannes Marliem). Nego pun enggak terjadi di Indonesia, karena nilai kontraknya lumayan ya USD60 juta. Jo Liem dapat tender," ucap Charles.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8616 seconds (0.1#10.140)