Bamsoet Imbau DPR Lebih Sensitif Sikapi Kritik dan Kecaman Publik
A
A
A
JAKARTA - Ketua DPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) menilai untuk memperbaiki citra negatif terhadap DPR tidak hanya dilakukan dengan strategi pencitraan. Melainkan, perbaikan citra negatif bisa diubah dengan peningkatan kinerja dan produk undang-undang.
Menurutnya, wakil rakyat harus bisa meningkatkan kinerjanya sekaligus membangun suasana ideologis serta responsif terhadap persoalan yang dihadapi bangsa dan negara.
"Kerja perbaikan citra dengan peningkatan kinerja itu harus dimulai dengan menyamakan persepsi di antara semua unsur atau kekuatan politik di DPR," ujar Bambang kepada SINDOnews, Senin (22/1/2018).
Dilanjutkan dia, semua fraksi di DPR harus menerima kenyataan atau menggarisbawahi fakta tentang buruknya persepsi masyarakat terhadap DPR karena beberapa alasan. DPR bahkan sudah dipersepsikan sebagai institusi paling korup.
Menurutnya, mengacu pada hasil kerja legislasi, DPR pun dinilai tidak produktif, karena nyaris tidak pernah mencapai target program legislasi nasional (Prolegnas). Anggota DPR pun dinilai malas karena tingkat kehadiran yang rendah pada rapat-rapat alat kelengkapan dewan (AKD).
Politikus Golkar ini menilai, citra negatif DPR ini seakan sudah lama terbentuk dan seakan tak ada upaya untuk mengubahnya. Alih-alih ingin memperbaiki, namun DPR malah menunjukkan gelagat tak peduli dengan persepsi negatif tersebut.
"Jangan lagi meremehkan atau menggampangkan masalah ini. DPR harus sensitif menyikapi kritik atau kecaman publik. Jangan lagi kritik, masukan bahkan kecaman masyarakat hanya dianggap angin lalu," katanya.
Dia menganggap, karakter kepemimpinan DPR yang kolektif kolegial harus diperkuat untuk tujuan kontributif dan produktif bagi kepentingan negara dan rakyat, tanpa sedikit pun menghilangkan fungsi pengawasan.
Namun menurutnya, karena salah satu fokus terpenting saat ini adalah perbaikan citra, kepemimpinan kolektif itu perlu menyamakan dan mengambil sikap bersama untuk merepons masalah. Ia menuturkan, pertemuan regular dengan para pimpinan fraksi menjadi kebutuhan tak terelakan.
Menurut dia, pertemuan regular itu tentu saja dimanfaatkan untuk mengindentifikasi beban kerja DPR, menetapkan target dan prioritas, serta mendata masalah-masalah yang dihadapi DPR. Semangat dan kesepakatan untuk memperbaiki citra institusi patut diprioritaskan.
"Tidak berarti pilihan perbaikan citra itu harus mengurangi arus kritik DPR kepada mitra kerja atau eksekutif. Kewajiban setiap anggota DPR adalah berbicara mengritik mitra kerjanya dari kamar eksekutif. Kewajiban yang satu ini harus terus dilaksanakan," pungkasnya.
Menurutnya, wakil rakyat harus bisa meningkatkan kinerjanya sekaligus membangun suasana ideologis serta responsif terhadap persoalan yang dihadapi bangsa dan negara.
"Kerja perbaikan citra dengan peningkatan kinerja itu harus dimulai dengan menyamakan persepsi di antara semua unsur atau kekuatan politik di DPR," ujar Bambang kepada SINDOnews, Senin (22/1/2018).
Dilanjutkan dia, semua fraksi di DPR harus menerima kenyataan atau menggarisbawahi fakta tentang buruknya persepsi masyarakat terhadap DPR karena beberapa alasan. DPR bahkan sudah dipersepsikan sebagai institusi paling korup.
Menurutnya, mengacu pada hasil kerja legislasi, DPR pun dinilai tidak produktif, karena nyaris tidak pernah mencapai target program legislasi nasional (Prolegnas). Anggota DPR pun dinilai malas karena tingkat kehadiran yang rendah pada rapat-rapat alat kelengkapan dewan (AKD).
Politikus Golkar ini menilai, citra negatif DPR ini seakan sudah lama terbentuk dan seakan tak ada upaya untuk mengubahnya. Alih-alih ingin memperbaiki, namun DPR malah menunjukkan gelagat tak peduli dengan persepsi negatif tersebut.
"Jangan lagi meremehkan atau menggampangkan masalah ini. DPR harus sensitif menyikapi kritik atau kecaman publik. Jangan lagi kritik, masukan bahkan kecaman masyarakat hanya dianggap angin lalu," katanya.
Dia menganggap, karakter kepemimpinan DPR yang kolektif kolegial harus diperkuat untuk tujuan kontributif dan produktif bagi kepentingan negara dan rakyat, tanpa sedikit pun menghilangkan fungsi pengawasan.
Namun menurutnya, karena salah satu fokus terpenting saat ini adalah perbaikan citra, kepemimpinan kolektif itu perlu menyamakan dan mengambil sikap bersama untuk merepons masalah. Ia menuturkan, pertemuan regular dengan para pimpinan fraksi menjadi kebutuhan tak terelakan.
Menurut dia, pertemuan regular itu tentu saja dimanfaatkan untuk mengindentifikasi beban kerja DPR, menetapkan target dan prioritas, serta mendata masalah-masalah yang dihadapi DPR. Semangat dan kesepakatan untuk memperbaiki citra institusi patut diprioritaskan.
"Tidak berarti pilihan perbaikan citra itu harus mengurangi arus kritik DPR kepada mitra kerja atau eksekutif. Kewajiban setiap anggota DPR adalah berbicara mengritik mitra kerjanya dari kamar eksekutif. Kewajiban yang satu ini harus terus dilaksanakan," pungkasnya.
(kri)