Suap Panitera Pengadilan, Pengacara Divonis 2,5 Tahun Penjara
A
A
A
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis penjara selama 2 tahun 6 bulan terhadap advokat Akhmad Zaini selaku kuasa hukum PT Aquamarine Divindo Inspection.
Majelis hakim yang diketuai Ni Made Sudani menilai, Akhmad Zaini terbukti melakukan perbuatan korupsi berupa suap secara bersama-sama dengan Direktur Utama PT Aquamarine Yunus Nafik secara berlanjut. (Baca juga: Direktur Utama Aquamarine Didakwa Suap Panitera Rp425 Juta )
Zaini bersama Yunus memberikan suap dengan total Rp425 juta kepada panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) nonaktif Tarmizi.
Majelis sepakat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa dari fakta-fakta persidangan terungkap suap untuk memuluskan dan menyamarkan uang suap kemudian digunakan berbagai sandi di antaranya sapi, kambing, ucapan terima kasih, dan titipan. Uang suap juga dikaburkan penerimaannya dengan ditransfer ke rekening office boy PN Jaksel.
Selain suap, majelis juga menyatakan, Zaini telah memberikan fasilitas penginapan di hotel atau vila di daerah Batu, Malang dan fasilitas mobil yang disewakan untuk liburan kepada Tarmizi senilai Rp9,5 juta.
Majelis sependapat dengan jaksa bahwa uang suap dan dua fasilitas tersebut diberikan agar Tarmizi memengaruhi hakim yang menangani, menyidangkan, dan memutuskan perkara perdata wanprestasi Nomor: 688/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel.
Ada tiga tujuan di balik suap tersebut, sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan. Pertama, agar majelis menolak gugatan yang diajukan Eastern Jason Fabrication Services (EJFS) Pte Ltd yang menggugat PT Aquamarine Divindo Inspection agar membayar ganti rugi akibat wanprestasi sebesar USD7.603.198,45 dan SGD131.070,50.
Kedua, agar majelis mengabulkan gugatan rekonpensi (gugatan balik) yang diajukan PT Aquamarine terhadap EJFS Pte Ltd membayar kewajiban sebesar USD4.995.011,57.
Ketiga, sita jaminan yang diajukan PT Aquamarine bisa diterima. Saat persidangan gugatan di PN Jaksel, PT Aquamarine diwakili Akhmad Zaini sebagai kuasa hukumnya.
Dalam perkara gugatan wanprestasi ini, Tarmizi duduk sebagai panitera pengganti perkara dan majelis hakim perkara itu diketuai Djoko Indiarto.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Akhmad Zaini dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp50 juta subsider kurungan 3 bulan," tegas hakim Ni Made Sudani saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/1/2017).
Majelis memutuskan, perbuatan pidana Zaini sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer.
Atas putusan ini Zaini bersama tim penasihat hukumnya serta JPU yang diketuai Kresno Anto Wibowo mengaku akan pikir-pikir selama tujuh hari.
Di persidangan berbeda, JPU pada KPK yang diketuai Dody Sukmono membacakan surat dakwaan nomor: Dak-01/24/01/2018 atas nama Tarmizi.
Tarmizi didakwa menerima suap sebesar Rp425 juta serta fasilitas penginapan dan transportasi senilai Rp9,5 juta. JPU mendakwa Tarmizi dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Atas dakwaan JPU, Tarmizi dan tim penasihat hukum mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi).
Majelis hakim yang diketuai Ni Made Sudani menilai, Akhmad Zaini terbukti melakukan perbuatan korupsi berupa suap secara bersama-sama dengan Direktur Utama PT Aquamarine Yunus Nafik secara berlanjut. (Baca juga: Direktur Utama Aquamarine Didakwa Suap Panitera Rp425 Juta )
Zaini bersama Yunus memberikan suap dengan total Rp425 juta kepada panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) nonaktif Tarmizi.
Majelis sepakat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahwa dari fakta-fakta persidangan terungkap suap untuk memuluskan dan menyamarkan uang suap kemudian digunakan berbagai sandi di antaranya sapi, kambing, ucapan terima kasih, dan titipan. Uang suap juga dikaburkan penerimaannya dengan ditransfer ke rekening office boy PN Jaksel.
Selain suap, majelis juga menyatakan, Zaini telah memberikan fasilitas penginapan di hotel atau vila di daerah Batu, Malang dan fasilitas mobil yang disewakan untuk liburan kepada Tarmizi senilai Rp9,5 juta.
Majelis sependapat dengan jaksa bahwa uang suap dan dua fasilitas tersebut diberikan agar Tarmizi memengaruhi hakim yang menangani, menyidangkan, dan memutuskan perkara perdata wanprestasi Nomor: 688/Pdt.G/2016/PN.Jkt.Sel.
Ada tiga tujuan di balik suap tersebut, sebagaimana terungkap dalam fakta persidangan. Pertama, agar majelis menolak gugatan yang diajukan Eastern Jason Fabrication Services (EJFS) Pte Ltd yang menggugat PT Aquamarine Divindo Inspection agar membayar ganti rugi akibat wanprestasi sebesar USD7.603.198,45 dan SGD131.070,50.
Kedua, agar majelis mengabulkan gugatan rekonpensi (gugatan balik) yang diajukan PT Aquamarine terhadap EJFS Pte Ltd membayar kewajiban sebesar USD4.995.011,57.
Ketiga, sita jaminan yang diajukan PT Aquamarine bisa diterima. Saat persidangan gugatan di PN Jaksel, PT Aquamarine diwakili Akhmad Zaini sebagai kuasa hukumnya.
Dalam perkara gugatan wanprestasi ini, Tarmizi duduk sebagai panitera pengganti perkara dan majelis hakim perkara itu diketuai Djoko Indiarto.
"Mengadili, memutuskan, menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa Akhmad Zaini dengan pidana penjara selama 2 tahun 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp50 juta subsider kurungan 3 bulan," tegas hakim Ni Made Sudani saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/1/2017).
Majelis memutuskan, perbuatan pidana Zaini sesuai dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, sebagaimana dalam dakwaan primer.
Atas putusan ini Zaini bersama tim penasihat hukumnya serta JPU yang diketuai Kresno Anto Wibowo mengaku akan pikir-pikir selama tujuh hari.
Di persidangan berbeda, JPU pada KPK yang diketuai Dody Sukmono membacakan surat dakwaan nomor: Dak-01/24/01/2018 atas nama Tarmizi.
Tarmizi didakwa menerima suap sebesar Rp425 juta serta fasilitas penginapan dan transportasi senilai Rp9,5 juta. JPU mendakwa Tarmizi dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Atas dakwaan JPU, Tarmizi dan tim penasihat hukum mengaku tidak akan mengajukan nota keberatan (eksepsi).
(dam)