BNPT: Buruh Migran Rawan Disusupi ISIS

Selasa, 26 Desember 2017 - 14:30 WIB
BNPT: Buruh Migran Rawan...
BNPT: Buruh Migran Rawan Disusupi ISIS
A A A
JAKARTA - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menemukan hampir 50 buruh migran Indonesia yang bekerja di Hong Kong terindikasi ikut paham radikalisme dan terlibat kegiatan kelompok teroris Islamic State in Iraq and Syria (ISIS). Jumlah tersebut tidak jauh berbeda dengan laporan dari Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) yang menyebut ada 45 buruh migran yang diduga terlibat dalam kelompok radikalisme dan terorisme.

Kasubdit Resolusi dan Konvensi Internasional BNPT Maulana Syahid mengungkapkan, buruh migran asal Indonesia menjadi salah satu sasaran rekrutmen kelompok teroris. Fenomena tersebut terjadi di negara kawasan Asia yang menjadi tempat buruh migran Indonesia bekerja. "Secara umum, tidak hanya di Hong Kong terdapat kasus-kasus terkait radikalisme atau mendukung kelompok ISIS. Ini terjadi juga di Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Malaysia. Tapi yang paling banyak di Hong Kong," katanya, Senin (25/12/2017).

Sementara itu, buruh migran Indonesia yang berada di Arab Saudi justru sulit terpengaruh paham radikalisme. Pasalnya, buruh migran Indonesia yang berada di Arab Saudi tidak bisa leluasa beraktivitas, termasuk untuk melakukan kegiatan di media sosial (medsos). "Media sosial membuat rekrutmen kelompok teroris lebih cepat," lanjutnya.

Menurut dia, langkahantisipasi penyebaran paham radikalisme terhadap buruh migran Indonesia membutuhkan peran semua pihak. Dimulai dari BNPT, Kementerian Luar Negeri, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), dan para pemangku kepentingan lain.

Pengamat terorisme Sofyan Tsauri mengatakan bahwa kelompok ISIS leluasa merekrut anggota dan menyebarkan ideologi. Sejumlah perempuan buruh migran Indonesia termotivasi melakukan amaliah hanya lewat komunikasi media sosial sebagai bagian dari bentuk aktualisasi diri. Mayoritas dari mereka tak memiliki latar belakang agama yang kuat.

"Pertama, mereka akan mengajak orang yang tidak pernah terkait dengan kelompok mana pun. Ibarat kaset kosong, mereka akan mengisinya dengan doktrin-doktrin yang mereka miliki. Tapi kenapa perekrutan banyak di TKI di Hong Kong dan Taiwan? Jadi cerita yang menarik tentang kehidupan di sana, mereka lebih bebas dalam memainkan medsos menggunakan handphone," urainya.

Selama ini, kata Sofyan, mereka tidak pernah mendapatkan informasi tentang keislaman. "Ketika mereka mendapatkan informasi, apalagi anak-anak muda, mereka butuh apa yang namanya aktualisasi diri dan sebagainya. Mereka gandrungi dan timbullah apa yang disebut kesalehan sosial di kalangan para pekerja ini," paparnya.

Menurut Sofyan, awalnya hanya pola pikir buruh migran yang disusupi, namun akhirnya menjadi sebuah karakter. Selanjutnya mereka mendapatkan doktrin.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1743 seconds (0.1#10.140)