Kualitas Anggaran
A
A
A
PADA akhir tahun setiap pemerintah daerah (kota/kabupaten dan provinsi), kementerian, ataupun lembaga pemerintahan akan menyampaikan informasi tentang capaian selama satu tahun. Satu di antara yang acapkali disuguhkan kepada masyarakat adalah serapan anggaran. Jika serapan anggaran tinggi atau mendekati 100%, pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga pemerintahan akan mempresentasikan ini sebagai prestasi.
Namun, prestasi ini memang patut diapresiasi karena semakin tinggi serapan anggaran mengindikasikan bahwa eksekusi program 2017 berjalan baik. Selain itu, tidak akan ada juga "hukuman" dari pemerintah pusat pada tahun anggaran berikutnya bila serapan semakin tinggi. Jadi, tidak salah jika pemerintah daerah, kementerian, ataupun lembaga pemerintahan akan menganggap bahwa semakin tinggi serapan anggaran, suatu daerah, kementerian, atau lembaga berhasil dalam mengelola organisasinya.
Pemerintah pusat pun mendorong agar serapan anggaran bisa setinggi mungkin. Satu di antaranya mengubah budaya dalam melakukan lelang program atau proyek lebih awal. Tujuannya adalah eksekusi program atau proyek bisa berjalan pada awal tahun.
Seperti kita ketahui, selama ini belanja anggaran akan terasa sepi pada triwulan pertama. Tiga bulan awal ini biasanya akan digunakan untuk melakukan persiapan satu di antaranya lelang atau bahkan perencanaan ulang. Ujungnya, proyek pembangunan atau program yang membutuhkan waktu lama tidak selesai pada tahun anggaran.
Selain itu, seperti sudah menjadi budaya, pada triwulan keempat atau akhir tahun akan ada banyak anggaran yang dibelanjakan. Tujuannya adalah menghabiskan anggaran tahun saat ini agar terserap maksimal. Karena terkesan terburu-buru, hasilnya kurang maksimal.
Namun, serapan anggaran yang tinggi bagi sebuah organisasi bukanlah indikasi utama keberhasilan atau prestasi. Serapan anggaran yang tinggi patut dianalisis lebih jauh. Satu di antara contohnya bagaimana pemerataan penggunaan anggaran dalam satu tahun.
Jika lebih banyak pada akhir tahun atau triwulan keempat, bisa jadi ini sekadar menghabiskan anggaran, sedangkan sasaran dan kualitas proyek atau program menjadi diabaikan. Apalagi, saat ini pemerintah pusat telah memberikan anggaran pada akhir tahun dan memberikan kesempatan pada awal tahun untuk melakukan lelang. Jadi, jika masih ada gaya lama yaitu membelanjakan anggaran lebih pada akhir tahun, berarti ada kekurangan dalam pengelolaan keuangan. Ini artinya pula, perencanaan organisasi tersebut juga lemah.
Hal lain yang pantas lebih dicermati adalah bagaimana belanja anggaran tersebut. Kita semua tahu, terutama pemerintah daerah, pada setiap anggaran lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai dibandingkan dengan belanja pembangunan. Beberapa pemerintah daerah bahkan hanya menggunakan sekitar 20% anggarannya untuk pembangunan.
Kondisi ini yang membuat pembangunan di daerah berjalan lambat meski mempunyai jumlah total anggaran besar. Artinya, anggaran tidak berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat. Kalau dikatakan bahwa besarnya belanja pegawai untuk peningkatan pelayanan, tentu ini perlu dilihat lebih jauh lagi, apakah memang ada peningkatan pelayanan sehingga masyarakat semakin percaya dengan pemerintah daerah. Jadi, jika serapan anggaran tinggi, namun belanja pegawai masih tetap tinggi juga, tentu tidak menunjukkan kualitas penggunaan anggaran yang baik.
Jika pun anggaran belanja pembangunan lebih besar, lalu apakah tepat sasaran? Apakah pembangunan yang dilakukan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat? Ini perlu dikaji lagi lebih mendalam. Bila memang serapan tinggi, belanja pembangunan terus meningkat, dan kesejahteraan masyarakat meningkat, ini artinya pengelolaan anggaran berjalan dengan kualitas yang baik.
Jadi, pemerintah daerah, kementerian, atau lembaga pemerintah sebaiknya meninggalkan gaya lama yang selalu bangga jika sekadar serapan anggaran tinggi. Laporan penggunaan anggaran juga harus diikuti dengan dampak langsung kepada rakyat. Bukankah mereka ada dengan anggarannya bertujuan untuk menyejahterakan rakyat karena memang mereka abdi rakyat?
Namun, prestasi ini memang patut diapresiasi karena semakin tinggi serapan anggaran mengindikasikan bahwa eksekusi program 2017 berjalan baik. Selain itu, tidak akan ada juga "hukuman" dari pemerintah pusat pada tahun anggaran berikutnya bila serapan semakin tinggi. Jadi, tidak salah jika pemerintah daerah, kementerian, ataupun lembaga pemerintahan akan menganggap bahwa semakin tinggi serapan anggaran, suatu daerah, kementerian, atau lembaga berhasil dalam mengelola organisasinya.
Pemerintah pusat pun mendorong agar serapan anggaran bisa setinggi mungkin. Satu di antaranya mengubah budaya dalam melakukan lelang program atau proyek lebih awal. Tujuannya adalah eksekusi program atau proyek bisa berjalan pada awal tahun.
Seperti kita ketahui, selama ini belanja anggaran akan terasa sepi pada triwulan pertama. Tiga bulan awal ini biasanya akan digunakan untuk melakukan persiapan satu di antaranya lelang atau bahkan perencanaan ulang. Ujungnya, proyek pembangunan atau program yang membutuhkan waktu lama tidak selesai pada tahun anggaran.
Selain itu, seperti sudah menjadi budaya, pada triwulan keempat atau akhir tahun akan ada banyak anggaran yang dibelanjakan. Tujuannya adalah menghabiskan anggaran tahun saat ini agar terserap maksimal. Karena terkesan terburu-buru, hasilnya kurang maksimal.
Namun, serapan anggaran yang tinggi bagi sebuah organisasi bukanlah indikasi utama keberhasilan atau prestasi. Serapan anggaran yang tinggi patut dianalisis lebih jauh. Satu di antara contohnya bagaimana pemerataan penggunaan anggaran dalam satu tahun.
Jika lebih banyak pada akhir tahun atau triwulan keempat, bisa jadi ini sekadar menghabiskan anggaran, sedangkan sasaran dan kualitas proyek atau program menjadi diabaikan. Apalagi, saat ini pemerintah pusat telah memberikan anggaran pada akhir tahun dan memberikan kesempatan pada awal tahun untuk melakukan lelang. Jadi, jika masih ada gaya lama yaitu membelanjakan anggaran lebih pada akhir tahun, berarti ada kekurangan dalam pengelolaan keuangan. Ini artinya pula, perencanaan organisasi tersebut juga lemah.
Hal lain yang pantas lebih dicermati adalah bagaimana belanja anggaran tersebut. Kita semua tahu, terutama pemerintah daerah, pada setiap anggaran lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai dibandingkan dengan belanja pembangunan. Beberapa pemerintah daerah bahkan hanya menggunakan sekitar 20% anggarannya untuk pembangunan.
Kondisi ini yang membuat pembangunan di daerah berjalan lambat meski mempunyai jumlah total anggaran besar. Artinya, anggaran tidak berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat. Kalau dikatakan bahwa besarnya belanja pegawai untuk peningkatan pelayanan, tentu ini perlu dilihat lebih jauh lagi, apakah memang ada peningkatan pelayanan sehingga masyarakat semakin percaya dengan pemerintah daerah. Jadi, jika serapan anggaran tinggi, namun belanja pegawai masih tetap tinggi juga, tentu tidak menunjukkan kualitas penggunaan anggaran yang baik.
Jika pun anggaran belanja pembangunan lebih besar, lalu apakah tepat sasaran? Apakah pembangunan yang dilakukan akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat? Ini perlu dikaji lagi lebih mendalam. Bila memang serapan tinggi, belanja pembangunan terus meningkat, dan kesejahteraan masyarakat meningkat, ini artinya pengelolaan anggaran berjalan dengan kualitas yang baik.
Jadi, pemerintah daerah, kementerian, atau lembaga pemerintah sebaiknya meninggalkan gaya lama yang selalu bangga jika sekadar serapan anggaran tinggi. Laporan penggunaan anggaran juga harus diikuti dengan dampak langsung kepada rakyat. Bukankah mereka ada dengan anggarannya bertujuan untuk menyejahterakan rakyat karena memang mereka abdi rakyat?
(rhs)