Krisis Yerusalem Murni Politis, Bukan Terkait Agama
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat di Tanah Air diimbau dapat menjaga perdamaian serta tidak mudah terprovokasi melakukan kekerasan, terkait kriris Yerusalem.
Hal itu dikatakan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana. Menurutnya, terutama bila dibenturkan krisis ini dengan masalah agama. Faktanya, kriris Yerusalem ini murni politis.
"Masyarakat harus melihat bahwa masalah Yerusalem ini adalah seolah-olah persetujuan sebuah pemerintahan yang mengambil secara tidak sah tanah orang lain. Jadi ini yang kita bilang sebagai bentuk penjajahan," kata Hikmahanto, Kamis (14/12/2017).
"Ini masalah yang kita semua harus perangi yaitu orang yang punya hak atas tanah, namun tiba tiba diambil. Dan menurut konstitusi kita, namanya penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi ini," imbuhnya.
Menurut peraih gelar Doctor of Philosophy (PhD) dari University of Nottingham, Inggris ini, kalau masalah Yerusalem ini dikaitkan masalah agama, tentu negara nonmuslim besar lain seperti Prancis, Cina, Inggris, Rusia dan negara-negara besar lainnya tidak akan bersuara keras.
Kalau masalah agama, harusnya negara-negara di Timur Tengah sepakat satu suara, tapi nyatanya tidak. "Bahkan negara non muslim seperti Prancis, Cina, Inggris Rusia menentang kebijakan Trump tersebut," tegasnya.
Dia mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan terprovokasi negatif seperti ajakan untuk membenci terhadap hal-hal yang berhubungan dengan Amerika Serikat (AS).
"Kita sebagai rakyat Indonesia jangan menampakan kemarahan kita terhadap warga AS atau yang berbau AS. Justru kita harus merangkul mereka karena rakyat AS adalah yang paling berdaulat sehingga mereka bisa memblok kebijakan presidennya untuk memindahkan Kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem," terangnya.
"Sekali lagi bukan rakyat Amerika, bukan hal-hal kepentingan Amerika, tetapi kebijakan Presiden Donald Trump itu sendiri yang dapat membahayakan bangsa dan warganya," tandas pria kelahiran Jakarta, 25 November 1965 ini.
Hal itu dikatakan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana. Menurutnya, terutama bila dibenturkan krisis ini dengan masalah agama. Faktanya, kriris Yerusalem ini murni politis.
"Masyarakat harus melihat bahwa masalah Yerusalem ini adalah seolah-olah persetujuan sebuah pemerintahan yang mengambil secara tidak sah tanah orang lain. Jadi ini yang kita bilang sebagai bentuk penjajahan," kata Hikmahanto, Kamis (14/12/2017).
"Ini masalah yang kita semua harus perangi yaitu orang yang punya hak atas tanah, namun tiba tiba diambil. Dan menurut konstitusi kita, namanya penjajahan harus dihapuskan dari muka bumi ini," imbuhnya.
Menurut peraih gelar Doctor of Philosophy (PhD) dari University of Nottingham, Inggris ini, kalau masalah Yerusalem ini dikaitkan masalah agama, tentu negara nonmuslim besar lain seperti Prancis, Cina, Inggris, Rusia dan negara-negara besar lainnya tidak akan bersuara keras.
Kalau masalah agama, harusnya negara-negara di Timur Tengah sepakat satu suara, tapi nyatanya tidak. "Bahkan negara non muslim seperti Prancis, Cina, Inggris Rusia menentang kebijakan Trump tersebut," tegasnya.
Dia mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan terprovokasi negatif seperti ajakan untuk membenci terhadap hal-hal yang berhubungan dengan Amerika Serikat (AS).
"Kita sebagai rakyat Indonesia jangan menampakan kemarahan kita terhadap warga AS atau yang berbau AS. Justru kita harus merangkul mereka karena rakyat AS adalah yang paling berdaulat sehingga mereka bisa memblok kebijakan presidennya untuk memindahkan Kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem," terangnya.
"Sekali lagi bukan rakyat Amerika, bukan hal-hal kepentingan Amerika, tetapi kebijakan Presiden Donald Trump itu sendiri yang dapat membahayakan bangsa dan warganya," tandas pria kelahiran Jakarta, 25 November 1965 ini.
(maf)