Gatot Optimistis Kasus Heli AW-101 Tetap Diproses
A
A
A
JAKARTA - Jenderal TNI Gatot Nurmantyo menyakini kasus korupsi pengadaan Helikopter Agusta Westland 101 (AW-101) tetap berjalan meski dirinya sudah tidak lagi menjabat sebagai Panglima TNI.
"Yakinlah bahwa TNI akan konsisten. Apalagi dalam melaksanakan proses hukum karena negara kita adalah negara hukum. Panglima tertinggi dari TNI adalah hukum dan Pak Hadi pasti akan patuhi itu," ujarnya usai upacara Serah terima jabatan (sertijab) Panglima TNI kepada Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di Lapangan Apel B III Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (9/12/2017).
Gatot menilai, Panglima TNI Hadi Tjahjanto sangat memahami kasus tersebut, mengingat keputusan yang diambil juga melibatkan mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU). "Pak Hadi kan sama saya. Dalam mengambil keputusan kan sama-sama. Dalam AW juga kan sama-sama. Jadi sudah sangat paham dia," tegasnya.
Seperti diketahui, POM TNI menetapkan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AW di TNI AU 2016-2017.
Lima tersangka itu, yakni anggota TNI AU atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa.
Kemudian, Letkol admisitrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.
Selain itu, KPK juga menetapkan satu orang tersangka dari unsur swasta dalam penyidikan kasus tersebut, yakni Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh.
Tersangka Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU 2016-2017. Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.
Sebelumnya, pada April 2016, TNI AU mengadakan pengadaan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus, yang artinya proses lelang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang.
Tersangka Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri juga diduga sebagai pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikuti proses pemilihan dengan menyertakan kedua perusahaan tersebut.
KPK menduga sebelum proses lelang dilakukan, tersangka Irfan Kurnia Saleh sudah melakukan perikatan kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp514 miliar.
Pada bulan Juli 2016 dilakukan penunjukan pengumuman, yaitu PT Diratama Jaya Mandiri dan dilanjutkan dengan kontrak antara TNI AU dengan PT DJM dengan nilai kontrak Rp738 miliar. Pengiriman helikopter dilakukan sekitar Februari 2017.
PT Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Peralatan militer non-senjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah Peraturan Kontrol Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi
"Yakinlah bahwa TNI akan konsisten. Apalagi dalam melaksanakan proses hukum karena negara kita adalah negara hukum. Panglima tertinggi dari TNI adalah hukum dan Pak Hadi pasti akan patuhi itu," ujarnya usai upacara Serah terima jabatan (sertijab) Panglima TNI kepada Marsekal TNI Hadi Tjahjanto di Lapangan Apel B III Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Sabtu (9/12/2017).
Gatot menilai, Panglima TNI Hadi Tjahjanto sangat memahami kasus tersebut, mengingat keputusan yang diambil juga melibatkan mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU). "Pak Hadi kan sama saya. Dalam mengambil keputusan kan sama-sama. Dalam AW juga kan sama-sama. Jadi sudah sangat paham dia," tegasnya.
Seperti diketahui, POM TNI menetapkan lima tersangka dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan helikopter angkut AW di TNI AU 2016-2017.
Lima tersangka itu, yakni anggota TNI AU atas nama Kolonel Kal FTS SE sebagai Kepala Unit Pelayanan Pengadaan, Marsekal Madya TNI FA yang bertugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa.
Kemudian, Letkol admisitrasi WW selaku pejabat pemegang kas atau pekas, Pelda (Pembantu letnan dua) SS staf pekas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, dan Marsda TNI SB selaku asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara.
Selain itu, KPK juga menetapkan satu orang tersangka dari unsur swasta dalam penyidikan kasus tersebut, yakni Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh.
Tersangka Irfan Kurnia Saleh diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara dalam pengadaan helikopter angkut AW-101 di TNI AU 2016-2017. Akibatnya, diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.
Sebelumnya, pada April 2016, TNI AU mengadakan pengadaan satu unit helikopter angkut AW-101 dengan menggunakan metode pemilihan khusus, yang artinya proses lelang harus diikuti oleh dua perusahaan peserta lelang.
Tersangka Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri juga diduga sebagai pengendali PT Karya Cipta Gemilang mengikuti proses pemilihan dengan menyertakan kedua perusahaan tersebut.
KPK menduga sebelum proses lelang dilakukan, tersangka Irfan Kurnia Saleh sudah melakukan perikatan kontrak dengan AW sebagai produsen helikopter angkut dengan nilai kontrak sekitar Rp514 miliar.
Pada bulan Juli 2016 dilakukan penunjukan pengumuman, yaitu PT Diratama Jaya Mandiri dan dilanjutkan dengan kontrak antara TNI AU dengan PT DJM dengan nilai kontrak Rp738 miliar. Pengiriman helikopter dilakukan sekitar Februari 2017.
PT Diratama Jaya Mandiri adalah perusahaan yang bergerak di bidang Jasa Peralatan militer non-senjata yang juga memegang lisensi dari Amerika Serikat untuk terlibat dalam bisnis di bawah Peraturan Kontrol Ekspor peralatan militer dari AS dan Lisensi
(pur)