Soal Yerusalem, SAS Institute Ingatkan Umat agar Tak Terprovokasi

Kamis, 07 Desember 2017 - 20:11 WIB
Soal Yerusalem, SAS...
Soal Yerusalem, SAS Institute Ingatkan Umat agar Tak Terprovokasi
A A A
JAKARTA - Direktur Said Aqil Siroj (SAS) Institute, M Imdadun Rahmat sikap Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel akan menimbulkan masalah baru yang pelik.

Dia menilai keputusan kontroversial yang didukung Pemerintah Donald Trump ini betul-betul mengancam proses perdamaian yang masih terus diupayakan PBB dan badan-badan perdamaian internasional.

"Tindakan ini harus dihentikan agar tidak merusak capaian perdamaian yang ada," kata Imdadun dalam keterangan tertulisnya kepada SINDOnews, Kamis (7/12/2017).

Dia mengatakan, saat ini para pihak yang berkonflik, negara-negara Arab dan Israel sepakat mengakhiri perang dan menerima pendekatan hidup berdampingan secara damai.

"Semua pihak mengakui keberadaan dua negara, Palestina dan Israel dengan perbatasan sebelum perang 1967. Ini dikukuhkan dalam Resolusi PBB Nomor 242 dan 338 yang isinya mencakup kewajiban Israel meninggalkan wilayah Palestina yang direbutnya pada perang 1967," tutur Imdadun.

Dia menjelaskan, berdasarkan Resolusi PBB tersebut, Yerusalem Timur adalah wilayah Palestina. Saat ini kota tempat kompleks suci tiga agama Yahudi, Kristen dan Islam, Al-Aqsha berada menjadi status quo demi menjaga proses kesepakatan terus berlangsung.

Menurut dia, jika Israel memindahkan ibu kotanya ke Yerusalam maka akan menambah panjang daftar pembangkangan negara itu terhadap keputusan PBB dan suara komunitas internasional.

Menurut dia, publik internasional harus bersatu menentang tindakan Israel yang didukung Amerika Serikat atas nama perdamaian dan atas nama kemanusiaan.

Dia mendorong pemerintah Indonesia menempuh langkah-langkah diplomatik secara sungguh-sungguh untuk mencegah tindakan Israel ini dan memperkuat dukungan terhadap Palestina.

SAS Institute menyerukan masyarakat, khususnya umat Islam tidak terpancing oleh provokasi, agitasi, dan penyebaran kebencian atas dasar agama terkait apa yang berlangsung di Palestina.

"Sebab, hal tersebut bukanlah konflik antaragama tetapi merupakan pertarungan antara kekuatan pro perdamaian dan kemanusiaan melawan kekuatan tiran yang tidak berkemanusiaan.

"Lihatlah betapa masyarakat barat keras menentang kebijakan Israel tersebut dan mengutuk Trump yang mendukungnya termasuk pimpinan tertinggi Vatikan, Sri Paus," kata Imdadun.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5857 seconds (0.1#10.140)