Bareskrim Bongkar Sindikat Perdagangan Orang ke China
A
A
A
JAKARTA - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri menangkap Sulikah alias Sulis alias Melis karena diduga terlibat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Kasus ini bermula dari laporan tentang adanya penangkapan dan penahanan puluhan TKI ilegal oleh Kepolisian Tiongkok pada April 2017 lalu. Ternyata setelah diselidiki, para TKI ilegal itu merupakan korban TPPO. Korban dijanjikan tersangka bekerja di China dengan gaji Rp10 juta setiap bulan.
"Ini jaringan perorangan. Korban diiming-imingi gaji puluhan juta rupiah," kata Kasubdit III Dirtipidum Bareskrim Polri Kombes Ferdi Sambodi, Jumat (24/11/2017).
Ferdi mengatakan, ada puluhan korban yang sudah diberangkatkan tersangka ke negeri tirai bambu tersebut. Hanya, sampai saat ini masih dalam pendataan. Sebelum diberangkatkan ke Tiongkok, sambung dia, para korban ditampung di salah satu hotel di kawasan Jakarta Pusat.
"Kemudian dilaksanakan medical check up di Jakarta Timur," ucap Ferdi.
Menurut Ferdi, para korban juga tidak dibekali dokumen resmi sebagai calon TKI. Mereka hanya mengantongi visa kunjungan wisata. Setelah sampai di Shanghai, China, para kemudian para korban dipaksa menandatangani surat kontrak kerja dengan gaji 5.000 yuan dengan dipotong 4.000 yuan untuk mengganti proses kepengurusan. Selama hutang belum lunas maka paspor mereka ditahan.
"Bahkan setelah beberapa bulan bekerja, pada faktanya gaji (korban) tidak pernah dibayarkan," ujar Ferdi.
Dari hasil penyidikan, tersangka mengaku dalam menjalankan praktik TPPO dibantu seseorang bernama Linda yang berada di China. Setiap korban yang direkrut, tersangka mendapat uang Rp20 juta. "Kami masih melakukan pengembangan terhadap para pelaku yang turut membantu membuat paspor dan visa. Kemudian kami juga menelusuri jumlah aliran dan ke tersangka," tandas dia.
Sejumlah barang bukti juga diamankan dari tangan tersangka. Di antaranya 28 paspor dan visa wisata, 13 buku rekening, 43 kartu keluarga, 27 akte lahir, 19 KTP, dan 13 telepon genggam.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 4, Pasal 10 Undang-undang no 21 tahun 2007 tentang TPPO dan atau Pasall 102 ayat 1 huruf a, huruf b, Pasal 103 ayat 1 huruf G Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 PPTKLN Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 e.
Kasus ini bermula dari laporan tentang adanya penangkapan dan penahanan puluhan TKI ilegal oleh Kepolisian Tiongkok pada April 2017 lalu. Ternyata setelah diselidiki, para TKI ilegal itu merupakan korban TPPO. Korban dijanjikan tersangka bekerja di China dengan gaji Rp10 juta setiap bulan.
"Ini jaringan perorangan. Korban diiming-imingi gaji puluhan juta rupiah," kata Kasubdit III Dirtipidum Bareskrim Polri Kombes Ferdi Sambodi, Jumat (24/11/2017).
Ferdi mengatakan, ada puluhan korban yang sudah diberangkatkan tersangka ke negeri tirai bambu tersebut. Hanya, sampai saat ini masih dalam pendataan. Sebelum diberangkatkan ke Tiongkok, sambung dia, para korban ditampung di salah satu hotel di kawasan Jakarta Pusat.
"Kemudian dilaksanakan medical check up di Jakarta Timur," ucap Ferdi.
Menurut Ferdi, para korban juga tidak dibekali dokumen resmi sebagai calon TKI. Mereka hanya mengantongi visa kunjungan wisata. Setelah sampai di Shanghai, China, para kemudian para korban dipaksa menandatangani surat kontrak kerja dengan gaji 5.000 yuan dengan dipotong 4.000 yuan untuk mengganti proses kepengurusan. Selama hutang belum lunas maka paspor mereka ditahan.
"Bahkan setelah beberapa bulan bekerja, pada faktanya gaji (korban) tidak pernah dibayarkan," ujar Ferdi.
Dari hasil penyidikan, tersangka mengaku dalam menjalankan praktik TPPO dibantu seseorang bernama Linda yang berada di China. Setiap korban yang direkrut, tersangka mendapat uang Rp20 juta. "Kami masih melakukan pengembangan terhadap para pelaku yang turut membantu membuat paspor dan visa. Kemudian kami juga menelusuri jumlah aliran dan ke tersangka," tandas dia.
Sejumlah barang bukti juga diamankan dari tangan tersangka. Di antaranya 28 paspor dan visa wisata, 13 buku rekening, 43 kartu keluarga, 27 akte lahir, 19 KTP, dan 13 telepon genggam.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat dengan Pasal 4, Pasal 10 Undang-undang no 21 tahun 2007 tentang TPPO dan atau Pasall 102 ayat 1 huruf a, huruf b, Pasal 103 ayat 1 huruf G Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 PPTKLN Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 e.
(dam)