NU Dinilai Tepat Suarakan Darurat Radikalisme dan Intoleransi
A
A
A
JAKARTA - Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (NU) dari waktu ke waktu selalu memberi kontribusi penting bagi bangsa Indonesia. Tema "Memperkokoh Nilai Kebangsaan melalui Gerakan Deradikalisasi dan Penguatan Ekonomi Warga" menambah bobot signifikansi perhelatan ini.
Direktur Said Aqil Siroj (SAS) Institute, Dr HM Imdadun Rahmat M.Si mengatakan, kecenderungan menguatnya radikalisme dan intoleransi sudah sampai tahap kedaruratan. Berbagai peristiwa politik menunjukkan dengan terang benderang sektarianisme yang akut.
"Berbagai kekerasan atas nama agama, penyebaran prasangka, kebencian, stereotyping terhadap kelompok lain terlebih kelompok minoritas terus mengemuka," ujarnya kepada SINDOnews, Kamis (23/11/2017).
Dia melanjutkan, berbagai survei menguatkan bahwa itu semua terjadi karena ideologi dan paham radikalisme telah menjangkiti pikiran sejumlah besar masyarakat. Sejalan dengan itu, lanjut dia, rasa nasionalisme dan nilai-nilai kebangsaan terus menipis.
"Ini menyalakan sinyal bahaya. Harusnya hal ini segera melahirkan sense of crisis," kata Imdadun.
Karena itu, dia menilai, sudah tepat NU menyuarakan kedaruratan ini kepada publik agar mereka sadar bahwa masalah ini tidak boleh disikapi secara bisnis as usual apalagi diabaikan. Seruan dari Munas dan Konbes mesti disambut dengan gerakan nasional penguatan nilai-nilai nasionalisme dan kontra radikalisme serta deradikalisasi.
"Pemerintah dan civil society harus bergandeng tangan membendung dan mengisolasi virus radikalisme yang terus disebarkan oleh berbagai kelompok garis kekerasan. Mereka yang telah terpapar virus itu mesti segera diberi faksin ajaran moderat, wasatiyah, rahmatan lil alamin," tuturnya.
Imdadun berpandangan, Islam Nusantara telah terbukti menjadi jawaban atas kebutuhan akan hubungan yang harmonis antara Islam, kebhinekaan dan kebangsaan. Menurutnya, peaceful Islam dan smile Islam inilah yang dibutuhkan Indonesia bahkan dunia saat ini.
Di samping itu, lanjut dia, isu ketidakadilan khususnya kesenjangan akses dan distribusi ekonomi selalu menjadi habitus kultur perlawanan dan budaya kekerasan. Tak cukup kontra atau deradikalisasi tanpa mempersempit ladang semai tumbuhnya. Maka penguatan ekonomi rakyat juga harus menjadi agenda nasional.
"Kofi Annan mengatakan 'no development without peace, but no peace without development, and no sustainable development without respect human rights'. Munas dan Konbes sedang meniup terompet perang melawan kekerasan, radikalisme, intoleransi dan delegitimasi terhadap Pancasila. Semoga seluruh rakyat menyambut seruan dua pemimpin NU KH Ma'ruf Amin dan KH Said Aqil Siroj dengan melakukan gerakan nasional nation building: menjadi Indonesia," tutup Imadadun.
Direktur Said Aqil Siroj (SAS) Institute, Dr HM Imdadun Rahmat M.Si mengatakan, kecenderungan menguatnya radikalisme dan intoleransi sudah sampai tahap kedaruratan. Berbagai peristiwa politik menunjukkan dengan terang benderang sektarianisme yang akut.
"Berbagai kekerasan atas nama agama, penyebaran prasangka, kebencian, stereotyping terhadap kelompok lain terlebih kelompok minoritas terus mengemuka," ujarnya kepada SINDOnews, Kamis (23/11/2017).
Dia melanjutkan, berbagai survei menguatkan bahwa itu semua terjadi karena ideologi dan paham radikalisme telah menjangkiti pikiran sejumlah besar masyarakat. Sejalan dengan itu, lanjut dia, rasa nasionalisme dan nilai-nilai kebangsaan terus menipis.
"Ini menyalakan sinyal bahaya. Harusnya hal ini segera melahirkan sense of crisis," kata Imdadun.
Karena itu, dia menilai, sudah tepat NU menyuarakan kedaruratan ini kepada publik agar mereka sadar bahwa masalah ini tidak boleh disikapi secara bisnis as usual apalagi diabaikan. Seruan dari Munas dan Konbes mesti disambut dengan gerakan nasional penguatan nilai-nilai nasionalisme dan kontra radikalisme serta deradikalisasi.
"Pemerintah dan civil society harus bergandeng tangan membendung dan mengisolasi virus radikalisme yang terus disebarkan oleh berbagai kelompok garis kekerasan. Mereka yang telah terpapar virus itu mesti segera diberi faksin ajaran moderat, wasatiyah, rahmatan lil alamin," tuturnya.
Imdadun berpandangan, Islam Nusantara telah terbukti menjadi jawaban atas kebutuhan akan hubungan yang harmonis antara Islam, kebhinekaan dan kebangsaan. Menurutnya, peaceful Islam dan smile Islam inilah yang dibutuhkan Indonesia bahkan dunia saat ini.
Di samping itu, lanjut dia, isu ketidakadilan khususnya kesenjangan akses dan distribusi ekonomi selalu menjadi habitus kultur perlawanan dan budaya kekerasan. Tak cukup kontra atau deradikalisasi tanpa mempersempit ladang semai tumbuhnya. Maka penguatan ekonomi rakyat juga harus menjadi agenda nasional.
"Kofi Annan mengatakan 'no development without peace, but no peace without development, and no sustainable development without respect human rights'. Munas dan Konbes sedang meniup terompet perang melawan kekerasan, radikalisme, intoleransi dan delegitimasi terhadap Pancasila. Semoga seluruh rakyat menyambut seruan dua pemimpin NU KH Ma'ruf Amin dan KH Said Aqil Siroj dengan melakukan gerakan nasional nation building: menjadi Indonesia," tutup Imadadun.
(kri)