Kaum Muda Dituntut Mampu Antisipasi Ancaman Global
A
A
A
JAKARTA - Generasi muda saat ini dituntut untuk mampu memperkuat pertahanan dirinya dengan memperkaya pemahaman tentang jati diri bangsa, terutama Pancasila sebagai dasar negara, juga para pahlawan yang telah berjuang memerdekakan bangsa.
Hal tersebut dinilai penting dalam menghadapi era globalisasi dan kemajuan informasi teknologi juga dalam mengantisipasi ancaman radikalisme dan terorisme.
Hal itu diungkapkan pengajar Kajian Strategis dan Global Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, Muhammad Syaiqullah di Jakarta, Selasa 7 November 2017.
“Meski bukan produk Penataran P4 seperti generasi muda 1990-an, anak muda zaman now harus memiliki kepedulian dan pertahanan dalam menghadapi ancaman global, seperti radikalisme dan terorisme. Dengan begitu anak muda zaman now bisa menjadi pahlawan masa kini dengan menjadi agen kemajuan, perdamaian, dan kesatuan NKRI,” tuturnya.
Dalam konteks tantangan dan ancaman yang dihadapi anak muda saat ini, Syaiqullah menguraikan perjuangan anak muda hari ini adalah melawan intoleransi, radikalisme, dan upaya perpecahan lainnya.
Itu adalah tantangan nyata di depan anak muda saat ini. Untuk itu, kata dia, mereka harus bisa melakukan kontra narasi terhadap konten-konten negatif di dunia maya baik itu intoleransi, radikalisme, terorisme, dan hoax.
Langkah ini mau tidak mau harus dilakukan anak muda saat ini. Pasalnya ini terkait sustainability (kelanjutan) sebuah bangsa dan negara. “Kalau dulu para pahlawan berjuang merebut kemerdekaan, sekarang anak muda juga harus berjuang mempertahankan dan mewujudkan cita-cita para pahlawan itu. Faktanya, negara kita tengah banyak menghadapi ancaman baik itu dari sisi ekonomi, politik, budaya, dan intoleransi. Itulah yang harus dilawan anak muda zaman now,” tutur pria jebolan Universitas Marmara, Turki ini.
Dia mengakui, anak muda saat ini terkesan acuh dengan masalah-masalah kebangsaan. Untuk itu dia kembali mengajak generasi muda untuk tidak larut dari modernisasi dan tetap menghayati dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan kearifan lokal.
Anak muda saat ini juga diingatkan untuk belajar dan memahami Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Tentunya pemahamannya harus disesuaikan dengan tren dan cara anak muda saat ini. Pancasila tidak lagi bisa kita sekat menjadi ideologi satu kelompok saja, karena Pancasila milik semua generasi muda. Jadikan mereka memiliki Pancasila, bukan sebagai obyek doktrinasi Pancasila sehingga responsibility (tanggungjawab) dan belonging (rasa memiliki) terhadap Pancasila menjadi kuat,” tutur Syauqillah.
Hal tersebut dinilai penting dalam menghadapi era globalisasi dan kemajuan informasi teknologi juga dalam mengantisipasi ancaman radikalisme dan terorisme.
Hal itu diungkapkan pengajar Kajian Strategis dan Global Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia, Muhammad Syaiqullah di Jakarta, Selasa 7 November 2017.
“Meski bukan produk Penataran P4 seperti generasi muda 1990-an, anak muda zaman now harus memiliki kepedulian dan pertahanan dalam menghadapi ancaman global, seperti radikalisme dan terorisme. Dengan begitu anak muda zaman now bisa menjadi pahlawan masa kini dengan menjadi agen kemajuan, perdamaian, dan kesatuan NKRI,” tuturnya.
Dalam konteks tantangan dan ancaman yang dihadapi anak muda saat ini, Syaiqullah menguraikan perjuangan anak muda hari ini adalah melawan intoleransi, radikalisme, dan upaya perpecahan lainnya.
Itu adalah tantangan nyata di depan anak muda saat ini. Untuk itu, kata dia, mereka harus bisa melakukan kontra narasi terhadap konten-konten negatif di dunia maya baik itu intoleransi, radikalisme, terorisme, dan hoax.
Langkah ini mau tidak mau harus dilakukan anak muda saat ini. Pasalnya ini terkait sustainability (kelanjutan) sebuah bangsa dan negara. “Kalau dulu para pahlawan berjuang merebut kemerdekaan, sekarang anak muda juga harus berjuang mempertahankan dan mewujudkan cita-cita para pahlawan itu. Faktanya, negara kita tengah banyak menghadapi ancaman baik itu dari sisi ekonomi, politik, budaya, dan intoleransi. Itulah yang harus dilawan anak muda zaman now,” tutur pria jebolan Universitas Marmara, Turki ini.
Dia mengakui, anak muda saat ini terkesan acuh dengan masalah-masalah kebangsaan. Untuk itu dia kembali mengajak generasi muda untuk tidak larut dari modernisasi dan tetap menghayati dan mengamalkan nilai-nilai kebangsaan dan kearifan lokal.
Anak muda saat ini juga diingatkan untuk belajar dan memahami Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
“Tentunya pemahamannya harus disesuaikan dengan tren dan cara anak muda saat ini. Pancasila tidak lagi bisa kita sekat menjadi ideologi satu kelompok saja, karena Pancasila milik semua generasi muda. Jadikan mereka memiliki Pancasila, bukan sebagai obyek doktrinasi Pancasila sehingga responsibility (tanggungjawab) dan belonging (rasa memiliki) terhadap Pancasila menjadi kuat,” tutur Syauqillah.
(dam)