Inpres Baru, Jokowi Larang Pejabat Berdebat di Luar Rapat
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No 7/2017. Isinya meminta para menteri dan pelaksana kebijakan dilarang menyampaikan perbedaan pendapat di muka publik atau di luar rapat resmi.
Inpres yang ditandatangani 1 November oleh Presiden ini menyebutkan pada diktum keenam bahwa dalam hal kebijakan yang akan diputuskan masih terdapat perbedaan pendapat mengenai substansinya, menteri dan kepala lembaga tidak memublikasikan perbedaan pendapat tersebut kepada masyarakat sampai tercapainya kesepakatan terhadap masalah dimaksud.
Dikutip dari laman setkab.go.id, inpres ini ditandatangani dalam rangka mewujudkan tertib organisasi pemerintahan, khususnya untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dalam pengambilan kebijakan. Instruksi presiden itu ditujukan kepada para menteri Kabinet Kerja; sekretaris kabinet; para kepala lembaga pemerintah nonkementerian; panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI); jaksa agung Republik Indonesia; dan kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Kepada para pejabat yang selanjutnya disebut menteri dan kepala lembaga itu, Presiden menginstruksikan agar dalam setiap perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan yang bersifat strategis dan mempunyai dampak luas, menteri dan kepala lembaga menyampaikan kebijakan secara tertulis kepada menko untuk mendapat pertimbangan sebelum kebijakan itu ditetapkan dan selanjutnya dibahas dalam rapat koordinasi untuk mendapatkan kesepakatan.
"Dalam hal kebijakan yang akan diputuskan merupakan kebijakan yang berskala nasional, penting, strategis, atau mempunyai dampak luas kepada masyarakat, menteri, dan kepala lembaga menyampaikan rencana kebijakan tersebut secara tertulis kepada Presiden melalui menteri koordinator yang lingkup koordinasinya terkait dengan kebijakan tersebut untuk dibahas dalam Sidang Kabinet Paripurna (SKP) atau Rapat Terbatas guna mendapatkan kesepakatan," bunyi diktum pertama poin C Inpres No 7/2017 itu.
Dalam hal ini, menteri koordinator menilai kebijakan sebagaimana dimaksud perlu dibahas dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, menteri koordinator menyeleng garakan rapat koordinasi guna mendapatkan kesepakatan. "Dalam hal pengambilan kebijakan sebagaimana dimaksud tidak memperoleh kesepakatan, menteri koordinator menyampaikan kebijakan tersebut secara tertulis kepada Presiden untuk mendapatkan ke putusan dalam Sidang Kabinet Paripurna atau Rapat Terbatas," bunyi diktum kedua poin 2 Inpres tersebut.
Seskab Pramono Anung menjelaskan bahwa Inpres No 7/2017 itu intinya tentang koordinasi. "Inpres itu fungsi utamanya adalah koordinasi, koordinasi tugasnya para menko. Maka titik beratnya pada tiap pengambilan keputusan dalam hal berkaitan sesuatu strategis dikoordinasikan ke para menko," ungkap Pramono Anung.
Sebagai contoh, dana desa yang kemarin dirataskan sudah dibahas di level menko dengan seluruh kementerian terkait. "Jadi, itu ya esensinya," tandasnya.
Menurut dia, perbedaan pendapat adalah hal yang biasa. Presiden Jokowi pun tidak masalah ketika ada silang pendapat dalam rapat. "Ya kalau ada perbedaan pendapat, ya diselesaikan dalam rapat," kata Pramono.
Pengamat kebijakan publik Margarito Kamis setuju dengan inpres tersebut. Menurut dia, ada dua alasan yang mendukung inpres itu. Pertama, secara konstitusi yang disebut pemerintah itu adalah Presiden. Kedua, manajemen pemerintah juga berpusat kepada Presiden.
"Presiden adalah chief administration pemerintah, sehingga bila anak buahnya berbeda pendapat soal kebijakan pemerintah sama hukumnya menunjukkan pemerintah dalam hal ini Presiden, tidak memiliki kapasitas. Nah, ini berbahaya buat pemerintahan. Itu sebabnya saya sependapat dengan kebijakan tersebut," tandasnya.
Inpres yang ditandatangani 1 November oleh Presiden ini menyebutkan pada diktum keenam bahwa dalam hal kebijakan yang akan diputuskan masih terdapat perbedaan pendapat mengenai substansinya, menteri dan kepala lembaga tidak memublikasikan perbedaan pendapat tersebut kepada masyarakat sampai tercapainya kesepakatan terhadap masalah dimaksud.
Dikutip dari laman setkab.go.id, inpres ini ditandatangani dalam rangka mewujudkan tertib organisasi pemerintahan, khususnya untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dalam pengambilan kebijakan. Instruksi presiden itu ditujukan kepada para menteri Kabinet Kerja; sekretaris kabinet; para kepala lembaga pemerintah nonkementerian; panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI); jaksa agung Republik Indonesia; dan kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri).
Kepada para pejabat yang selanjutnya disebut menteri dan kepala lembaga itu, Presiden menginstruksikan agar dalam setiap perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan yang bersifat strategis dan mempunyai dampak luas, menteri dan kepala lembaga menyampaikan kebijakan secara tertulis kepada menko untuk mendapat pertimbangan sebelum kebijakan itu ditetapkan dan selanjutnya dibahas dalam rapat koordinasi untuk mendapatkan kesepakatan.
"Dalam hal kebijakan yang akan diputuskan merupakan kebijakan yang berskala nasional, penting, strategis, atau mempunyai dampak luas kepada masyarakat, menteri, dan kepala lembaga menyampaikan rencana kebijakan tersebut secara tertulis kepada Presiden melalui menteri koordinator yang lingkup koordinasinya terkait dengan kebijakan tersebut untuk dibahas dalam Sidang Kabinet Paripurna (SKP) atau Rapat Terbatas guna mendapatkan kesepakatan," bunyi diktum pertama poin C Inpres No 7/2017 itu.
Dalam hal ini, menteri koordinator menilai kebijakan sebagaimana dimaksud perlu dibahas dengan kementerian dan/atau lembaga terkait, menteri koordinator menyeleng garakan rapat koordinasi guna mendapatkan kesepakatan. "Dalam hal pengambilan kebijakan sebagaimana dimaksud tidak memperoleh kesepakatan, menteri koordinator menyampaikan kebijakan tersebut secara tertulis kepada Presiden untuk mendapatkan ke putusan dalam Sidang Kabinet Paripurna atau Rapat Terbatas," bunyi diktum kedua poin 2 Inpres tersebut.
Seskab Pramono Anung menjelaskan bahwa Inpres No 7/2017 itu intinya tentang koordinasi. "Inpres itu fungsi utamanya adalah koordinasi, koordinasi tugasnya para menko. Maka titik beratnya pada tiap pengambilan keputusan dalam hal berkaitan sesuatu strategis dikoordinasikan ke para menko," ungkap Pramono Anung.
Sebagai contoh, dana desa yang kemarin dirataskan sudah dibahas di level menko dengan seluruh kementerian terkait. "Jadi, itu ya esensinya," tandasnya.
Menurut dia, perbedaan pendapat adalah hal yang biasa. Presiden Jokowi pun tidak masalah ketika ada silang pendapat dalam rapat. "Ya kalau ada perbedaan pendapat, ya diselesaikan dalam rapat," kata Pramono.
Pengamat kebijakan publik Margarito Kamis setuju dengan inpres tersebut. Menurut dia, ada dua alasan yang mendukung inpres itu. Pertama, secara konstitusi yang disebut pemerintah itu adalah Presiden. Kedua, manajemen pemerintah juga berpusat kepada Presiden.
"Presiden adalah chief administration pemerintah, sehingga bila anak buahnya berbeda pendapat soal kebijakan pemerintah sama hukumnya menunjukkan pemerintah dalam hal ini Presiden, tidak memiliki kapasitas. Nah, ini berbahaya buat pemerintahan. Itu sebabnya saya sependapat dengan kebijakan tersebut," tandasnya.
(amm)