PPP Khawatir Seruan Boikot Parpol Pendukung UU Ormas Berujung Konflik
A
A
A
JAKARTA - PPP tanggapi soal seruan boikot tak memilih partai politik (parpol) pendukung Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang telah disahkan menjadi Undang-Undang (UU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Menurut Ketua Umum PPP Romahurmuziy, seruan itu bisa menjurus radikalisme berbasis agama.
"Oleh karena itu isu ini akan tetap menjadi isu yang paling mengemuka dalam pembangunan sektor keagamaan sampai lima-sepuluh tahun kedepan," ujar pria yang akrab disapa Romi ini, Selasa (7/11/2017).
Secara geografis menurut dia, Indonesia sangat mudah untuk dipecah belah. Sehingga Romi memastikan bahwa ada faktor nonagama di balik seluruh konflik yang diagamakan.
Akan tetapi, banyak pihak yang terjebak dan menganggapnya sebagai konflik berbasis agama.
"Konflik horizontal juga dilatarbelakangi dengan identitas-identitas yang sama sekali bukan identitas keagamaan. Karena itu, membaca konflik horizontal harus dengan kehati-hatian," ungkapnya.
Maka itu, Romi mengharapkan masyarakat tidak mudah menganggap konflik horizontal sebagai konflik berbasis agama.
Dia menambahkan, Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan keempat terbesar penduduknya di dunia, menjadi laboraturium dari semua agama.
Di samping itu, semua agama yang ada di dunia juga masuk ke Indonesia dan menularkan pemahamannya.
"Salah satunya adalah Islam. Sehingga, laku dan gerak Islam di Indonesia, akan menentukan laku dan gerak Islam di dunia. Sebab, 1/8 penduduk Islam di dunia ada di Indonesia," pungkasnya.
Menurut Ketua Umum PPP Romahurmuziy, seruan itu bisa menjurus radikalisme berbasis agama.
"Oleh karena itu isu ini akan tetap menjadi isu yang paling mengemuka dalam pembangunan sektor keagamaan sampai lima-sepuluh tahun kedepan," ujar pria yang akrab disapa Romi ini, Selasa (7/11/2017).
Secara geografis menurut dia, Indonesia sangat mudah untuk dipecah belah. Sehingga Romi memastikan bahwa ada faktor nonagama di balik seluruh konflik yang diagamakan.
Akan tetapi, banyak pihak yang terjebak dan menganggapnya sebagai konflik berbasis agama.
"Konflik horizontal juga dilatarbelakangi dengan identitas-identitas yang sama sekali bukan identitas keagamaan. Karena itu, membaca konflik horizontal harus dengan kehati-hatian," ungkapnya.
Maka itu, Romi mengharapkan masyarakat tidak mudah menganggap konflik horizontal sebagai konflik berbasis agama.
Dia menambahkan, Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia dan keempat terbesar penduduknya di dunia, menjadi laboraturium dari semua agama.
Di samping itu, semua agama yang ada di dunia juga masuk ke Indonesia dan menularkan pemahamannya.
"Salah satunya adalah Islam. Sehingga, laku dan gerak Islam di Indonesia, akan menentukan laku dan gerak Islam di dunia. Sebab, 1/8 penduduk Islam di dunia ada di Indonesia," pungkasnya.
(maf)