Dana Desa
A
A
A
PEMERINTAH berencana menciptakan lapangan kerja baru di desa-desa untuk meningkatkan perekonomian masyarakat bawah. Adalah dana desa sebesar Rp60 triliun yang akan digelontorkan pada 2018 nanti digunakan untuk menciptakan lapangan kerja.
Pemerintah berharap dana tersebut bisa digunakan untuk kegiatan bersifat padat karya. Jumlah dana desa yang digelontorkan pada 2018 nanti meningkat dibandingkan yang hanya Rp20 triliun. Artinya, pada 2018 rata-rata setiap desa akan menerima sekitar Rp800 juta.
Dana tersebut diharapkan bisa dikelola sendiri oleh desa atau swakelola untuk menggerakkan ekonomi di desa. Muaranya adalah meningkatkan perekonomian desa. Pemerintah memperkirakan setiap desa akan ada 200 warga yang terbantu mendapatkan pekerjaan.
Langkah ini menjawab kegelisahan di lapangan yang menyebutkan daya beli masyarakat tidak terlalu baik sehingga berimbas pada perekonomian di Indonesia. Kondisi ekonomi saat ini memang masih penuh tanda tanya. Disebutkan pemerintah bahwa perekonomian berjalan baik-baik saja, tapi di lapangan banyak yang mengeluhkan kondisi ekonomi semakin berat terutama bagi masyarakat perdesaan.
Indikator ekonomi semakin berat ini salah satunya daya beli masyarakat dinilai tidak lebih baik. Imbasnya, banyak bisnis ritel yang lesu. Diharapkan dengan cara ini daya beli masyarakat bisa meningkat sehingga dapat menggerakkan ekonomi terutama di desa.
Program ini mempunyai kemiripan dengan bantuan langsung tunai (BLT) milik pemerintah sebelumnya. Tujuannya sama, yaitu agar masyarakat kurang mampu ataupun masyarakat desa mempunyai kemampuan belanja sehingga mendorong perekonomian.
Hanya saja, caranya memang berbeda. Jika BLT diberikan langsung berupa uang tunai, tapi program pemerintahan kali ini pada hal produktif. Bisa dikatakan jika masyarakat mau mendapatkan uang, maka harus melakukan kerja. Memang ada perbedaan pendekatan namun mempunyai tujuan sama.
Memang ciri pada pemerintahan saat ini ingin mengurangi bantuan kepada masyarakat yang bersifat langsung, tapi memberikan bantuan untuk memicu produktivitas masyarakat. Bahkan, pemerintah saat ini memilih memangkas subsidi (terutama BBM) untuk hal-hal produktif.
Lain pemerintahan memang lain caranya. Namun, diakui dengan memancing masyarakat untuk produktif akan mempunyai nilai lebih karena membuat masyarakat tidak hanya menerima uang bantuan, masyarakat harus produktif mendapatkan bantuan. Catatan yang lebih penting bukan pada perencanaan program ini, tapi implementasinya.
Bagaimana cara mengeksekusi program tersebut dan bagaimana melakukan pengawasan. Implementasi yang sesuai keinginan pemerintah dengan jumlah desa mencapai 74.954 desa bukanlah hal mudah. Begitu juga dengan pengawasan akan lebih rumit karena objek yang diawasi sangat banyak.
Wajar jika Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyoroti hal ini. (KORAN SINDO , 31 Oktober 2017). Dia menilai konsep pemerintah cukup bagus, tapi dari sisi eksekusi banyak bermasalah sehingga penggunaannya dalam banyak kasus tidak sesuai yang diinginkan. Faisal berharap pemantauan dana desa harus diperketat agar saat pelaksanaan di daerah bisa berjalan sesuai konsep.
Memang menjadi percuma jika konsep yang bagus dan disiapkan secara matang namun eksekusi dan pengawasan di lapangan menjadi lemah. Hasilnya, tentu akan menjadi percuma. Konsep tersebut telah dipaparkan, pada pelaksanaan pemerintah harus benar-benar memperhatikan dua hal tersebut, yaitu eksekusi dan pengawasan. Tentu pemerintah yang mempunyai banyak organisasi bisa melakukan pengawasan dengan baik.
Sekali lagi, cara ini bagus untuk bisa mengembangkan perekonomian di daerah-daerah. Multiplier effect dari program ini akan terasa baik jika eksekusi dan pengawasan juga berjalan baik. Kita berharap dalam program ini tidak ada kepentingan lain kecuali menumbuhkan ekonomi. Kita semua tahu, tahun 2018 adalah awal tahun politik dengan adanya pilkada.
Begitu juga dengan pada 2019, dinamika politik akan semakin kencang. Kita berharap program padat karya senilai Rp60 triliun ini benar-benar untuk mengembangkan ekonomi masyarakat.
Pemerintah berharap dana tersebut bisa digunakan untuk kegiatan bersifat padat karya. Jumlah dana desa yang digelontorkan pada 2018 nanti meningkat dibandingkan yang hanya Rp20 triliun. Artinya, pada 2018 rata-rata setiap desa akan menerima sekitar Rp800 juta.
Dana tersebut diharapkan bisa dikelola sendiri oleh desa atau swakelola untuk menggerakkan ekonomi di desa. Muaranya adalah meningkatkan perekonomian desa. Pemerintah memperkirakan setiap desa akan ada 200 warga yang terbantu mendapatkan pekerjaan.
Langkah ini menjawab kegelisahan di lapangan yang menyebutkan daya beli masyarakat tidak terlalu baik sehingga berimbas pada perekonomian di Indonesia. Kondisi ekonomi saat ini memang masih penuh tanda tanya. Disebutkan pemerintah bahwa perekonomian berjalan baik-baik saja, tapi di lapangan banyak yang mengeluhkan kondisi ekonomi semakin berat terutama bagi masyarakat perdesaan.
Indikator ekonomi semakin berat ini salah satunya daya beli masyarakat dinilai tidak lebih baik. Imbasnya, banyak bisnis ritel yang lesu. Diharapkan dengan cara ini daya beli masyarakat bisa meningkat sehingga dapat menggerakkan ekonomi terutama di desa.
Program ini mempunyai kemiripan dengan bantuan langsung tunai (BLT) milik pemerintah sebelumnya. Tujuannya sama, yaitu agar masyarakat kurang mampu ataupun masyarakat desa mempunyai kemampuan belanja sehingga mendorong perekonomian.
Hanya saja, caranya memang berbeda. Jika BLT diberikan langsung berupa uang tunai, tapi program pemerintahan kali ini pada hal produktif. Bisa dikatakan jika masyarakat mau mendapatkan uang, maka harus melakukan kerja. Memang ada perbedaan pendekatan namun mempunyai tujuan sama.
Memang ciri pada pemerintahan saat ini ingin mengurangi bantuan kepada masyarakat yang bersifat langsung, tapi memberikan bantuan untuk memicu produktivitas masyarakat. Bahkan, pemerintah saat ini memilih memangkas subsidi (terutama BBM) untuk hal-hal produktif.
Lain pemerintahan memang lain caranya. Namun, diakui dengan memancing masyarakat untuk produktif akan mempunyai nilai lebih karena membuat masyarakat tidak hanya menerima uang bantuan, masyarakat harus produktif mendapatkan bantuan. Catatan yang lebih penting bukan pada perencanaan program ini, tapi implementasinya.
Bagaimana cara mengeksekusi program tersebut dan bagaimana melakukan pengawasan. Implementasi yang sesuai keinginan pemerintah dengan jumlah desa mencapai 74.954 desa bukanlah hal mudah. Begitu juga dengan pengawasan akan lebih rumit karena objek yang diawasi sangat banyak.
Wajar jika Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menyoroti hal ini. (KORAN SINDO , 31 Oktober 2017). Dia menilai konsep pemerintah cukup bagus, tapi dari sisi eksekusi banyak bermasalah sehingga penggunaannya dalam banyak kasus tidak sesuai yang diinginkan. Faisal berharap pemantauan dana desa harus diperketat agar saat pelaksanaan di daerah bisa berjalan sesuai konsep.
Memang menjadi percuma jika konsep yang bagus dan disiapkan secara matang namun eksekusi dan pengawasan di lapangan menjadi lemah. Hasilnya, tentu akan menjadi percuma. Konsep tersebut telah dipaparkan, pada pelaksanaan pemerintah harus benar-benar memperhatikan dua hal tersebut, yaitu eksekusi dan pengawasan. Tentu pemerintah yang mempunyai banyak organisasi bisa melakukan pengawasan dengan baik.
Sekali lagi, cara ini bagus untuk bisa mengembangkan perekonomian di daerah-daerah. Multiplier effect dari program ini akan terasa baik jika eksekusi dan pengawasan juga berjalan baik. Kita berharap dalam program ini tidak ada kepentingan lain kecuali menumbuhkan ekonomi. Kita semua tahu, tahun 2018 adalah awal tahun politik dengan adanya pilkada.
Begitu juga dengan pada 2019, dinamika politik akan semakin kencang. Kita berharap program padat karya senilai Rp60 triliun ini benar-benar untuk mengembangkan ekonomi masyarakat.
(thm)