Bencana Pabrik Kembang Api
A
A
A
Ledakan di pabrik kembang api milik PT Panca Buana Cahaya Sukses di Kosambi, Tangerang, Kamis (26/10) menjadi perhatian publik. Skala kerusakan dan korban yang sangat banyak membuat publik bergidik. Tercatat ada 47 korban tewas yang hingga hari ini bahkan baru lima yang teridentifikasi karena dahsyatnya ledakan.
Publik tentu bertanya-tanya kenapa bencana tersebut terjadi. Jumlah korban juga membuat khawatir. Lokasinya di dekat permukiman penduduk bahkan mengherankan.
Tentu bencana sekecil apa pun harus diambil pelajaran darinya. Apalagi dari bencana seperti ini. Kita bisa lihat ada beberapa masalah mendasar yang jika diperhatikan bisa meminimalisasi risiko.
Pertama, izin lingkungan yang harus diperketat. Selama ini kita tahu bahwa ada aturan zonasi baik untuk zona residensial, bisnis, maupun industri. Aturan tersebut tercantum dalam rencana tata ruang dan wilayah baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Kalau kita menengok posisi pabrik kembang api yang menempel dengan zona residensial, sudah jelas ada aturan yang dilanggar di situ. Sistem zonasi dibuat untuk mengamankan penduduk dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan dari aktivitas industri. Sekalipun ledakan di pabrik kembang api tersebut sangat dahsyat dan menimbulkan korban jiwa yang luar biasa banyak, masih ada satu hal yang patut disyukuri yaitu tragedi tersebut tidak sampai merembet ke permukiman di sekitarnya. Kita bisa bayangkan bencana yang akan muncul jika sampai wilayah permukiman di sekitarnya terkena efek ledakan. Posisi pabrik yang sangat dekat bandar udara (bandara) juga sangat membahayakan. Asap dari ledakan tempo hari membubung tinggi puluhan bahkan hingga ratusan meter ke udara. Hal itu bisa mengganggu aktivitas penerbangan di bandara tersibuk di Indonesia ini.
Kedua, standar keamanan industri di pabrik tersebut jelas menimbulkan tanda tanya besar. Dari ledakan yang menghancurkan satu pabrik, bisa kita simpulkan bahwa pabrik tersebut tidak dibangun dengan standar keamanan yang bisa mengantisipasi kecelakaan kerja, terutama seperti ledakan yang kita lihat ini. Seharusnya pabrik yang mengolah bahan peledak seperti ini dibangun dengan kompartemen-kompartemen yang bisa melokalisasi bahaya ledakan yang terjadi.
Ketiga, pengawasan pemerintah baik level daerah maupun pusat patut dipertanyakan. Pabrik kembang api ini bukan pabrik sekala rumahan yang mempekerjakan hanya tiga sampai lima orang. Pabrik ini mempekerjakan puluhan orang sehingga pasti menarik perhatian pemerintah setempat. Dengan skala seperti itu, pemerintah setempat tentu harus mengawasi izin dan penerapan standar keamanan yang menjadi kewajiban pengelola pabrik tersebut. Sudah saatnya dalam bencana-bencana industrial seperti ini harus ada pejabat pemerintah terkait yang dimintai pertanggungjawabannya. Kecelakaan dengan skala seperti ini bisa diminimalisasi risikonya jika pejabat pemerintah terkait melaksanakan tugas pengawasannya dengan baik.
Keempat, pengelola dan pemilik perusahaan harus dimintai pertanggungjawabannya secara hukum. Tanpa mendahului investigasi yang sedang dilaksanakan oleh Polri, pandangan umum melihat bahwa ada berbagai pelanggaran standar keamanan yang terjadi di pabrik tersebut. Sudah saatnya kita memberikan efek jera kepada pengelola dan pemilik korporasi yang abai dengan standar dan peraturan. Pemberian efek jera ini diharapkan bisa membuat perusahaan-perusahaan lain mengĀikuti standar keamanan yang ada. Jangan sampai dalam kasus seperti ini yang menjadi tersangka dan terdakwa hanya level mandor. Sejauh ini patut diapresiasi, polisi sudah menersangkakan tiga orang yaitu pemilik pabrik Indra Liyono, Direktur Operasional Andri Hartanto, dan tukang las Subarna Ega. Kita semua tentu berharap bencana seperti ini tidak terjadi lagi. Standar keamanan tentu harus dijunjung tinggi.
Publik tentu bertanya-tanya kenapa bencana tersebut terjadi. Jumlah korban juga membuat khawatir. Lokasinya di dekat permukiman penduduk bahkan mengherankan.
Tentu bencana sekecil apa pun harus diambil pelajaran darinya. Apalagi dari bencana seperti ini. Kita bisa lihat ada beberapa masalah mendasar yang jika diperhatikan bisa meminimalisasi risiko.
Pertama, izin lingkungan yang harus diperketat. Selama ini kita tahu bahwa ada aturan zonasi baik untuk zona residensial, bisnis, maupun industri. Aturan tersebut tercantum dalam rencana tata ruang dan wilayah baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Kalau kita menengok posisi pabrik kembang api yang menempel dengan zona residensial, sudah jelas ada aturan yang dilanggar di situ. Sistem zonasi dibuat untuk mengamankan penduduk dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan dari aktivitas industri. Sekalipun ledakan di pabrik kembang api tersebut sangat dahsyat dan menimbulkan korban jiwa yang luar biasa banyak, masih ada satu hal yang patut disyukuri yaitu tragedi tersebut tidak sampai merembet ke permukiman di sekitarnya. Kita bisa bayangkan bencana yang akan muncul jika sampai wilayah permukiman di sekitarnya terkena efek ledakan. Posisi pabrik yang sangat dekat bandar udara (bandara) juga sangat membahayakan. Asap dari ledakan tempo hari membubung tinggi puluhan bahkan hingga ratusan meter ke udara. Hal itu bisa mengganggu aktivitas penerbangan di bandara tersibuk di Indonesia ini.
Kedua, standar keamanan industri di pabrik tersebut jelas menimbulkan tanda tanya besar. Dari ledakan yang menghancurkan satu pabrik, bisa kita simpulkan bahwa pabrik tersebut tidak dibangun dengan standar keamanan yang bisa mengantisipasi kecelakaan kerja, terutama seperti ledakan yang kita lihat ini. Seharusnya pabrik yang mengolah bahan peledak seperti ini dibangun dengan kompartemen-kompartemen yang bisa melokalisasi bahaya ledakan yang terjadi.
Ketiga, pengawasan pemerintah baik level daerah maupun pusat patut dipertanyakan. Pabrik kembang api ini bukan pabrik sekala rumahan yang mempekerjakan hanya tiga sampai lima orang. Pabrik ini mempekerjakan puluhan orang sehingga pasti menarik perhatian pemerintah setempat. Dengan skala seperti itu, pemerintah setempat tentu harus mengawasi izin dan penerapan standar keamanan yang menjadi kewajiban pengelola pabrik tersebut. Sudah saatnya dalam bencana-bencana industrial seperti ini harus ada pejabat pemerintah terkait yang dimintai pertanggungjawabannya. Kecelakaan dengan skala seperti ini bisa diminimalisasi risikonya jika pejabat pemerintah terkait melaksanakan tugas pengawasannya dengan baik.
Keempat, pengelola dan pemilik perusahaan harus dimintai pertanggungjawabannya secara hukum. Tanpa mendahului investigasi yang sedang dilaksanakan oleh Polri, pandangan umum melihat bahwa ada berbagai pelanggaran standar keamanan yang terjadi di pabrik tersebut. Sudah saatnya kita memberikan efek jera kepada pengelola dan pemilik korporasi yang abai dengan standar dan peraturan. Pemberian efek jera ini diharapkan bisa membuat perusahaan-perusahaan lain mengĀikuti standar keamanan yang ada. Jangan sampai dalam kasus seperti ini yang menjadi tersangka dan terdakwa hanya level mandor. Sejauh ini patut diapresiasi, polisi sudah menersangkakan tiga orang yaitu pemilik pabrik Indra Liyono, Direktur Operasional Andri Hartanto, dan tukang las Subarna Ega. Kita semua tentu berharap bencana seperti ini tidak terjadi lagi. Standar keamanan tentu harus dijunjung tinggi.
(zik)