Ini Poin-poin yang Diinginkan Gerindra Ketika Revisi UU Ormas
A
A
A
JAKARTA - Partai Gerindra menginginkan agar fungsi yudikatif dikembalikan dalam revisi undang-undang hasil pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Sehingga, pembubaran suatu ormas harus melalui pengadilan, sebagaimana tertuang dalam undang-undang sebelumnya Nomor 17 Tahun 2013.
"Nanti kalau diusulkan Prolegnas (Program Legislasi Nasional, red) dan direvisi, poin penting pertama adalah mengembalikan fungsi yudikatif, jadi pengadilan," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra Ahmad Riza Patria di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/10/2017)
Karena, kata Riza, Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. "Kalau negara hukum harus kembali ke hukum. Berarti pengadilan," tuturnya.
Menurut dia, hukum harus dijadikan sebagai panglima di negara ini. "Kalau ada yang berselisih ormas dengan pemerintah, nanti pengadilan memutuskan," imbuhnya.
Kemudian yang perlu direvisi lagi, lanjut dia, mengenai tahapan atau proses pembubaran suatu ormas, dimulai dengan peringatan. Menurut dia, pembubaran suatu ormas diawali dengan peringatan menjadi rasional.
"Ini kan enggak rasional, masa tujuh hari orang disurati. Orang disurati tujuh hari jangan-jangan suratnya baru sampai hari ke lima, kan birokrasi sering gitu," papar wakil ketua Komisi II DPR ini.
Dia berpandangan, poin lain yang perlu direvisi mengenai hukuman. Hukuman yang tertuang dalam undang-undang hasil pengesahan Perppu Ormas dianggap terlalu berlebihan.
"Hukuman 5-20 tahun itu berlebihan, ini hukuman lebih berat dari zaman kolonial Belanda," tegasnya.
Terakhir, tambah dia, tidak boleh ada pasal karet dalam undang-undang tersebut. "Sekarang yang dianggap melanggar Pancasila itu apa definisinya. Orang korupsi aja jelas-jelas crime ordinary aja miliaran hukuman cuma berapa, dua tahun. Bayangkan di mana rasa keadilannya," pungkasnya.
"Nanti kalau diusulkan Prolegnas (Program Legislasi Nasional, red) dan direvisi, poin penting pertama adalah mengembalikan fungsi yudikatif, jadi pengadilan," ujar Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra Ahmad Riza Patria di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/10/2017)
Karena, kata Riza, Indonesia adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan. "Kalau negara hukum harus kembali ke hukum. Berarti pengadilan," tuturnya.
Menurut dia, hukum harus dijadikan sebagai panglima di negara ini. "Kalau ada yang berselisih ormas dengan pemerintah, nanti pengadilan memutuskan," imbuhnya.
Kemudian yang perlu direvisi lagi, lanjut dia, mengenai tahapan atau proses pembubaran suatu ormas, dimulai dengan peringatan. Menurut dia, pembubaran suatu ormas diawali dengan peringatan menjadi rasional.
"Ini kan enggak rasional, masa tujuh hari orang disurati. Orang disurati tujuh hari jangan-jangan suratnya baru sampai hari ke lima, kan birokrasi sering gitu," papar wakil ketua Komisi II DPR ini.
Dia berpandangan, poin lain yang perlu direvisi mengenai hukuman. Hukuman yang tertuang dalam undang-undang hasil pengesahan Perppu Ormas dianggap terlalu berlebihan.
"Hukuman 5-20 tahun itu berlebihan, ini hukuman lebih berat dari zaman kolonial Belanda," tegasnya.
Terakhir, tambah dia, tidak boleh ada pasal karet dalam undang-undang tersebut. "Sekarang yang dianggap melanggar Pancasila itu apa definisinya. Orang korupsi aja jelas-jelas crime ordinary aja miliaran hukuman cuma berapa, dua tahun. Bayangkan di mana rasa keadilannya," pungkasnya.
(kri)