NU Berharap RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren Jadi UU
A
A
A
JAKARTA - Pendidikan merupakan cita-cita kemanusiaan universal yang menjadi tujuan negara mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana amanat UUD 1945. Secara tegas konstitusi juga menjamin kehadiran negara untuk memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan melalui pembiayaan yang sudah diamanatkan pada Pasal 31 UUD 1945.
Wakil Ketua Panitia Nasional Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2017, Robikin Emhas mengatakan, pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama.
"Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak-mulia," ujarnya melalui rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (24/10/2017).
Robikin menuturkan, fakta sejarah di Indonesia lembaga pendidikan Islam tertua dan telah banyak berperan dalam kehidupan mencerdaskan bangsa, yang konsisten menunaikan fungsinya sebagai pusat pengajaran ilmu agama islam (tafaqguh fiddin) adalah pesantren dan madrasah diniyah. Aspek sosiologis, kebutuhan terhadap undang-undang lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren ini semakin mendesak ketika dihadapkan pada kondisi realitas masyarakat Indonesia dalam menghadapi dinamika perkembangan peradaban global.
"Tumbuh dan berkembangnya kelompok radikal, khususnya yang dipengaruhi oleh kelompok radikal Islam trans-nasional, di Indonesia saat ini bukan fenomena yang muncul seketika tetapi merupakan suatu proses evolusi sejalan dengan dialektika antara perkembangan dinamis dari lingkungan strategis, baik pada tataran global," jelas dia.
Menurut dia, animo masyarakat terhadap pendidikan keagamaan terutama pesantren dan madrasah cukup tinggi sebagai indikator kuantitatif jumlah pesantren mencapai 28.961 dengan jumlah santri mencapai 4.028.660 dan para ustaz/guru sejumlah 322.328. Dalam pengembangannya, lajutnya, pesantren memiliki satuan layanan pendidikan dalam bentuk madrasah yang kemudian disebut madrasah diniyah.
"Kemudian para alumni pesantren yang sudah bersosialisasi sebagai anggota masyarakat juga mendirikan madrasah diniyah takmiliyah sebagai pelengkap pendidikan luar sekolah," ucapnya.
Robikin mengungkapkan, saat ini jumlah Madrasah Diniyah Takmiliyah 76.566, jumlah 115th guru 443.842 dan jumlah peserta didik mencapai 6.000.062. Pesantren juga memiliki unit layanan lembaga pengajaran Alquran sejumlah l34.860, adapaun jumlah guru mencapai 134.860, dan jumlah peserta didik yang terdaftar baru sekitar 7.356.830.
Namun demikian, dia menilai, lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren masih tertinggal dalam beberapa hal perhatian negara terhadap pesantren belum optimal karena faktor payung hukum yang tidak memadai. Oleh karena itu, DPR melalui Fraksi PKB menginisiasi RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren.
"Harapannya, negara memiliki kekuatan hukum di dalam memberikan perhatian dan mengayomi lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren yang selama ini sudah menjadi subsistem pendidikan nasional. Landasan hukum yang dijadikan Pijakan selama ini belum menyentuh secara konkrit pada ranah lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren secara spesifik," tuturnya.
Dengan demikian, permasalahan yang ingin mendapat respons adalah bagaimana RUU tentang Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren menjadi UU yang mencakup pengaturan lebih khusus dalam sistem pendidikan nasional (lex Specialis derogate lex generalis). Sehingga didapat sebuah pengaturan yang utuh menyeluruh atas keberadaan pendidikan keagamaan dan pesantren.
Sebagai sarana untuk mendapat aspirasi dari ragam stake holders, maka Panitia Nasional Munas “Alim Ulama dan Kombes NU Tahun 2017 menyelenggarakan FGD yang dihadiri oleh segenap partisipan aktif dari keluarga besar NU lintas fraksi DPR RI. FGD ini diselenggarakan pada tanggal 24 Oktober 2017 di Kantor PBNU oleh Panitia Nasional Alim Ulama dan Konbes NU tahun 2017. Semoga dengan penyelenggaraan FGD Draf NA dan RUU LPKP semakin aspiratif dan kualitatif.
Wakil Ketua Panitia Nasional Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2017, Robikin Emhas mengatakan, pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan atau menjadi ahli ilmu agama.
"Pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif, dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertakwa, dan berakhlak-mulia," ujarnya melalui rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (24/10/2017).
Robikin menuturkan, fakta sejarah di Indonesia lembaga pendidikan Islam tertua dan telah banyak berperan dalam kehidupan mencerdaskan bangsa, yang konsisten menunaikan fungsinya sebagai pusat pengajaran ilmu agama islam (tafaqguh fiddin) adalah pesantren dan madrasah diniyah. Aspek sosiologis, kebutuhan terhadap undang-undang lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren ini semakin mendesak ketika dihadapkan pada kondisi realitas masyarakat Indonesia dalam menghadapi dinamika perkembangan peradaban global.
"Tumbuh dan berkembangnya kelompok radikal, khususnya yang dipengaruhi oleh kelompok radikal Islam trans-nasional, di Indonesia saat ini bukan fenomena yang muncul seketika tetapi merupakan suatu proses evolusi sejalan dengan dialektika antara perkembangan dinamis dari lingkungan strategis, baik pada tataran global," jelas dia.
Menurut dia, animo masyarakat terhadap pendidikan keagamaan terutama pesantren dan madrasah cukup tinggi sebagai indikator kuantitatif jumlah pesantren mencapai 28.961 dengan jumlah santri mencapai 4.028.660 dan para ustaz/guru sejumlah 322.328. Dalam pengembangannya, lajutnya, pesantren memiliki satuan layanan pendidikan dalam bentuk madrasah yang kemudian disebut madrasah diniyah.
"Kemudian para alumni pesantren yang sudah bersosialisasi sebagai anggota masyarakat juga mendirikan madrasah diniyah takmiliyah sebagai pelengkap pendidikan luar sekolah," ucapnya.
Robikin mengungkapkan, saat ini jumlah Madrasah Diniyah Takmiliyah 76.566, jumlah 115th guru 443.842 dan jumlah peserta didik mencapai 6.000.062. Pesantren juga memiliki unit layanan lembaga pengajaran Alquran sejumlah l34.860, adapaun jumlah guru mencapai 134.860, dan jumlah peserta didik yang terdaftar baru sekitar 7.356.830.
Namun demikian, dia menilai, lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren masih tertinggal dalam beberapa hal perhatian negara terhadap pesantren belum optimal karena faktor payung hukum yang tidak memadai. Oleh karena itu, DPR melalui Fraksi PKB menginisiasi RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren.
"Harapannya, negara memiliki kekuatan hukum di dalam memberikan perhatian dan mengayomi lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren yang selama ini sudah menjadi subsistem pendidikan nasional. Landasan hukum yang dijadikan Pijakan selama ini belum menyentuh secara konkrit pada ranah lembaga pendidikan keagamaan dan pesantren secara spesifik," tuturnya.
Dengan demikian, permasalahan yang ingin mendapat respons adalah bagaimana RUU tentang Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pesantren menjadi UU yang mencakup pengaturan lebih khusus dalam sistem pendidikan nasional (lex Specialis derogate lex generalis). Sehingga didapat sebuah pengaturan yang utuh menyeluruh atas keberadaan pendidikan keagamaan dan pesantren.
Sebagai sarana untuk mendapat aspirasi dari ragam stake holders, maka Panitia Nasional Munas “Alim Ulama dan Kombes NU Tahun 2017 menyelenggarakan FGD yang dihadiri oleh segenap partisipan aktif dari keluarga besar NU lintas fraksi DPR RI. FGD ini diselenggarakan pada tanggal 24 Oktober 2017 di Kantor PBNU oleh Panitia Nasional Alim Ulama dan Konbes NU tahun 2017. Semoga dengan penyelenggaraan FGD Draf NA dan RUU LPKP semakin aspiratif dan kualitatif.
(kri)