KPK Dalami Pelimpahan Kewenangan Menteri Perhubungan
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin memeriksa Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi sebagai saksi kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan sejumlah perizinan dan proyek-proyek di lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) 2016-2017.
Menhub diperiksa terkait pelimpahan wewenang kepada Dirjen Hubla (nonaktif) Antonius Tonny Budiono yang berujung terjadi suap dan gratifikasi. Antonius Tonny Budiono sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi dengan total lebih Rp20,074 miliar. Suap diterima Tonny di antaranya dari tersangka pemberi suap Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adiputra Kurniawan alias Yongki alias Yeyen.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan bahwa penyidik memeriksa Menhub Budi Karya Sumadi sebagai saksi untuk tersangka pemberi suap Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adiputra Kurniawan alias Yongki alias Yeyen. Ada satu saksi yang tidak hadir karena surat panggilannya kembali ke KPK, yakni General Manager Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 3 Lontar Daniel Eliawardhana, sedangkan Yongki diperiksa sebagai tersangka. Pemeriksaan terhadap Budi Karya Sumadi, ungkap Febri, merupakan penjadwalan ulang dari Jumat (13/10).
Dalam pemeriksaan Budi ini, Febri menggariskan ada empat hal yang didalami secara spesifik dan dikonfirmasi penyidik. Pertama, apa tugas dan kewenangan Menhub. Kedua, apakah ada bagian dari kewenangan tersebut yang dilimpahkan ke dirjen Hubla yang dijabat Tonny. Ketiga, apakah ada dan bagaimana aturan-aturan internal terkait dengan larangan penerimaan gratifikasi atau larangan penerimaan hadiah yang ada dan berlaku di internal Kemenhub. Keempat, sejauh mana pengetahuan Budi selaku menhub terkait proses lelang pekerjaan pengerukan arus pelayaran.
“Jadi, empat hal itu yang didalami penyidik pada Menteri Perhubungan sebagai saksi,” ungkap Febri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (17/10/2017) malam.
Untuk pelimpahan kewenangan Budi selaku menhub ke Tonny selaku dirjen Hubla, dilihat karena kaitan dengan pasal-pasal yang disangkakan terhadap Tonny sehubungan dengan kewenangannya saat menerima suap dan gratifikasi. Menurut Febri, pelimpahan kewenangan itu ada dua, delegasi dan mandat.
"Jadi, kami dalami seperti apa pelimpahan kewenangannya. Kalau delegasi maka kewenangan dan tanggung jawabnya ada pada penerima delegasi. Untuk mandat, kewenangannya saja yang dilimpahkan tapi tanggung jawabnya masih di pemberi mandat," paparnya.
Pendalaman terhadap pelimpahan kewenangan tersebut serat aturan-aturan internal Kemenhub dalam pemeriksaan Budi dibutuhkan untuk mempertajam penyidikan. Dia menjelaskan, seorang pejabat atau penyelenggara negara atau pegawai negeri juga bertindak dan berpijak tidak hanya pada aturan umum seperti UU Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah tentang Disiplin PNS.
"Aturan-aturan itu penting untuk mempertajam aspek yuridis dari penyidikan. Aturan itu (kode etik, larangan penerimaan gratifikasi, atau larangan penerimaan hadiah) ada di Kementerian Perhubungan. Saya kira aturan itu juga ada di kementerian lain,” ujarnya.
Karena itu, dari aspek pencegahan aturan-aturan tersebut harus menjadi perhatian Menhub dan Kemenhub serta seluruh instansi yang memiliki aturan-aturan itu, agar tidak hanya di atas kertas dan tidak dipatuhi. Febri menggariskan, kasus Tonny ini adalah salah satu contoh bahwa ketentuan melapor gratifikasi dalam 30 hari tidak dijalankan.
"Aturan melaporkan gratifikasi 30 hari kerja itu harus ditegakkan, karena tentu punya risiko pidananya. Pasal 12 B (gratifikasi) sudah diterapkan cukup sering dalam kasus-kasus yang ditangani KPK. Yang terakhir selain dirjen Hubla, ada kita proses tersangka RIW di Kutai Kartanegara dan beberapa tersangka yang lain," ungkapnya.
Budi Karya Sumadi menjalani pemeriksaan sekitar tiga jam. Budi yang tiba sekitar pukul 08.30 WIB tampak terlihat merampungkan pemeriksaan sekitar pukul 12.02 WIB. Mengenakan batik krem bermotif lengan panjang, Budi enggan mengungkap materi pemeriksaan. Dia hanya mengaku dalam pemeriksaan penyidik menanyakan 20 pertanyaan. Budi lepas tangan atau tidak mau menjawab saat dikonfirmasi apakah mengetahui objek dugaan suap dan gratifikasi oleh tersangka Antonius Tonny Budiono. “Nanti ditanyakan ke KPK,” ujar Budi.
Menhub diperiksa terkait pelimpahan wewenang kepada Dirjen Hubla (nonaktif) Antonius Tonny Budiono yang berujung terjadi suap dan gratifikasi. Antonius Tonny Budiono sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap dan gratifikasi dengan total lebih Rp20,074 miliar. Suap diterima Tonny di antaranya dari tersangka pemberi suap Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adiputra Kurniawan alias Yongki alias Yeyen.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah membenarkan bahwa penyidik memeriksa Menhub Budi Karya Sumadi sebagai saksi untuk tersangka pemberi suap Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adiputra Kurniawan alias Yongki alias Yeyen. Ada satu saksi yang tidak hadir karena surat panggilannya kembali ke KPK, yakni General Manager Indonesia Power Unit Jasa Pembangkitan PLTU Banten 3 Lontar Daniel Eliawardhana, sedangkan Yongki diperiksa sebagai tersangka. Pemeriksaan terhadap Budi Karya Sumadi, ungkap Febri, merupakan penjadwalan ulang dari Jumat (13/10).
Dalam pemeriksaan Budi ini, Febri menggariskan ada empat hal yang didalami secara spesifik dan dikonfirmasi penyidik. Pertama, apa tugas dan kewenangan Menhub. Kedua, apakah ada bagian dari kewenangan tersebut yang dilimpahkan ke dirjen Hubla yang dijabat Tonny. Ketiga, apakah ada dan bagaimana aturan-aturan internal terkait dengan larangan penerimaan gratifikasi atau larangan penerimaan hadiah yang ada dan berlaku di internal Kemenhub. Keempat, sejauh mana pengetahuan Budi selaku menhub terkait proses lelang pekerjaan pengerukan arus pelayaran.
“Jadi, empat hal itu yang didalami penyidik pada Menteri Perhubungan sebagai saksi,” ungkap Febri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (17/10/2017) malam.
Untuk pelimpahan kewenangan Budi selaku menhub ke Tonny selaku dirjen Hubla, dilihat karena kaitan dengan pasal-pasal yang disangkakan terhadap Tonny sehubungan dengan kewenangannya saat menerima suap dan gratifikasi. Menurut Febri, pelimpahan kewenangan itu ada dua, delegasi dan mandat.
"Jadi, kami dalami seperti apa pelimpahan kewenangannya. Kalau delegasi maka kewenangan dan tanggung jawabnya ada pada penerima delegasi. Untuk mandat, kewenangannya saja yang dilimpahkan tapi tanggung jawabnya masih di pemberi mandat," paparnya.
Pendalaman terhadap pelimpahan kewenangan tersebut serat aturan-aturan internal Kemenhub dalam pemeriksaan Budi dibutuhkan untuk mempertajam penyidikan. Dia menjelaskan, seorang pejabat atau penyelenggara negara atau pegawai negeri juga bertindak dan berpijak tidak hanya pada aturan umum seperti UU Aparatur Sipil Negara dan Peraturan Pemerintah tentang Disiplin PNS.
"Aturan-aturan itu penting untuk mempertajam aspek yuridis dari penyidikan. Aturan itu (kode etik, larangan penerimaan gratifikasi, atau larangan penerimaan hadiah) ada di Kementerian Perhubungan. Saya kira aturan itu juga ada di kementerian lain,” ujarnya.
Karena itu, dari aspek pencegahan aturan-aturan tersebut harus menjadi perhatian Menhub dan Kemenhub serta seluruh instansi yang memiliki aturan-aturan itu, agar tidak hanya di atas kertas dan tidak dipatuhi. Febri menggariskan, kasus Tonny ini adalah salah satu contoh bahwa ketentuan melapor gratifikasi dalam 30 hari tidak dijalankan.
"Aturan melaporkan gratifikasi 30 hari kerja itu harus ditegakkan, karena tentu punya risiko pidananya. Pasal 12 B (gratifikasi) sudah diterapkan cukup sering dalam kasus-kasus yang ditangani KPK. Yang terakhir selain dirjen Hubla, ada kita proses tersangka RIW di Kutai Kartanegara dan beberapa tersangka yang lain," ungkapnya.
Budi Karya Sumadi menjalani pemeriksaan sekitar tiga jam. Budi yang tiba sekitar pukul 08.30 WIB tampak terlihat merampungkan pemeriksaan sekitar pukul 12.02 WIB. Mengenakan batik krem bermotif lengan panjang, Budi enggan mengungkap materi pemeriksaan. Dia hanya mengaku dalam pemeriksaan penyidik menanyakan 20 pertanyaan. Budi lepas tangan atau tidak mau menjawab saat dikonfirmasi apakah mengetahui objek dugaan suap dan gratifikasi oleh tersangka Antonius Tonny Budiono. “Nanti ditanyakan ke KPK,” ujar Budi.
(amm)