Rais Aam PBNU Kecewa Kiai Dijadikan Obyek Survei
A
A
A
SURABAYA - Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin beraksi keras atas munculnya poling pemilihan gubernur (pilgub jatim) yang menggunakan kiai sebagai obyek. Menurut Ma’ruf, hal itu merupakan tindakan tidak terpuji dan bisa dikatagorikan sebagai su’ul adab (tak punya adab alias berperilaku buruk atau tidak tahu sopan santun terhadap kiai)
Ma’ruf mengatakan, tidak semestinya lembaga survei menyeret-nyeret kiai untuk kepentingan politik sesaat itu. “Iya (su’ul adab), ya itulah. Sebaiknya memang kiai itu jangan dipojok-pojokkan, dimacem-macemkan,” kata Kiai Ma’ruf, saat hadir dalam sebuah acara di UIN Sunan Ampel Surabaya, Minggu (3/9/2017).
Kiai Ma’ruf juga tidak tahu maksud lembaga survei tersebut sampai menjadikan kiai sebagai obyek penelitian terkait Pilkada. “Saya tidak tahu apa dan arahnya ke mana yang punya survei itu,”tandas kiai yang juga ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.
Respon Kiai Ma’ruf ini disampaikan menyusul adanya survei Polltrend Education and Research (PER) beberapa waktu lalu. Dalam survei tersebut, PER mengambil sampel 61 kiai di Jawa Timur. Survei itu menggolongkan kiai dalam empat tipologi: Kiai Politik, Kiai Panggung, Kiai Pesantren Dan Kiai Tarekat.
Hasilnya, PER menempatkan elektabilitas Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) di posisi 72%. Disusul Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa 16,4%; Abdul Halim Iskandar 3,3% serta Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi; Tri Rismaharini; Abdullah Azwar Anas dan Hasan Aminudin masing-masing 1,6%.
Alasan, PER menggunakan obyek surveinya ke kiai-kiai, karena ingin berbeda dari lembaga-lembaga lain yang telah menggelar survei terkait Pilgub Jawa Timur 2018. “Riset yang kita sampaikan ini mengambil fokus kiai. Kenapa kita mengambil kiai? Pertama karena aspek geografis kita di Jatim, sebaran pesantren,” terang Direktur Eksekutif Polltrend, Khoirul Yahya waktu itu.
Tak hanya Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin, Direktur Eksekutif Surabaya Consulting Group (SCG), Didik Prasetiyono juga memberikan penilaian negatif atas survei tersebut. Ini karena survei PER tidak mengikuti kaidah metodologi penelitian secara konsisten.
Penilaian Didik itu muncul karena PER masih mengeluarkan angka dan prosentase, kendati telah menyatakan Focus Group Discussion (FGD) sebagai metodenya. “Bila diputuskan memakai metode penelitian kualitatif lewat pengumpulan data dengan FGD, adalah “salah asas” kalau kemudian peneliti mengeluarkan data yang dihasilkan dengan angka dan persentase,”kritiknya.
Komisioner KPU Jatim periode 2003-2008 itu bahkan, menegaskan, hasil survei Pilkada sebenarnya akan membantu pemilih sebagai alat analisa dalam pengambilan keputusan. Karena itu tren adanya penyalahgunaan penelitian sebagai alat pembentukan opini semata, atau yang dikenal dengan survei pesanan, haruslah dihindari.
“Para ilmuwan dan peneliti harus teguh menjaga integritas dengan tetap mematuhi kaidah keilmuan dalam survei penelitian Pilkada,”tandasnya.
Karena itu, sebagai edukasi, menurut Didik, penting untuk menjelaskan metodologi penelitian secara terbuka kepada masyarakat. Hal itu dimaksudkan agar setiap penelitian survei, khususnya survei terkait Pilkada, dapat disajikan jujur sesuai kaidah penelitian.
Ma’ruf mengatakan, tidak semestinya lembaga survei menyeret-nyeret kiai untuk kepentingan politik sesaat itu. “Iya (su’ul adab), ya itulah. Sebaiknya memang kiai itu jangan dipojok-pojokkan, dimacem-macemkan,” kata Kiai Ma’ruf, saat hadir dalam sebuah acara di UIN Sunan Ampel Surabaya, Minggu (3/9/2017).
Kiai Ma’ruf juga tidak tahu maksud lembaga survei tersebut sampai menjadikan kiai sebagai obyek penelitian terkait Pilkada. “Saya tidak tahu apa dan arahnya ke mana yang punya survei itu,”tandas kiai yang juga ketua umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.
Respon Kiai Ma’ruf ini disampaikan menyusul adanya survei Polltrend Education and Research (PER) beberapa waktu lalu. Dalam survei tersebut, PER mengambil sampel 61 kiai di Jawa Timur. Survei itu menggolongkan kiai dalam empat tipologi: Kiai Politik, Kiai Panggung, Kiai Pesantren Dan Kiai Tarekat.
Hasilnya, PER menempatkan elektabilitas Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf (Gus Ipul) di posisi 72%. Disusul Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa 16,4%; Abdul Halim Iskandar 3,3% serta Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi; Tri Rismaharini; Abdullah Azwar Anas dan Hasan Aminudin masing-masing 1,6%.
Alasan, PER menggunakan obyek surveinya ke kiai-kiai, karena ingin berbeda dari lembaga-lembaga lain yang telah menggelar survei terkait Pilgub Jawa Timur 2018. “Riset yang kita sampaikan ini mengambil fokus kiai. Kenapa kita mengambil kiai? Pertama karena aspek geografis kita di Jatim, sebaran pesantren,” terang Direktur Eksekutif Polltrend, Khoirul Yahya waktu itu.
Tak hanya Rais Aam PBNU KH Ma’ruf Amin, Direktur Eksekutif Surabaya Consulting Group (SCG), Didik Prasetiyono juga memberikan penilaian negatif atas survei tersebut. Ini karena survei PER tidak mengikuti kaidah metodologi penelitian secara konsisten.
Penilaian Didik itu muncul karena PER masih mengeluarkan angka dan prosentase, kendati telah menyatakan Focus Group Discussion (FGD) sebagai metodenya. “Bila diputuskan memakai metode penelitian kualitatif lewat pengumpulan data dengan FGD, adalah “salah asas” kalau kemudian peneliti mengeluarkan data yang dihasilkan dengan angka dan persentase,”kritiknya.
Komisioner KPU Jatim periode 2003-2008 itu bahkan, menegaskan, hasil survei Pilkada sebenarnya akan membantu pemilih sebagai alat analisa dalam pengambilan keputusan. Karena itu tren adanya penyalahgunaan penelitian sebagai alat pembentukan opini semata, atau yang dikenal dengan survei pesanan, haruslah dihindari.
“Para ilmuwan dan peneliti harus teguh menjaga integritas dengan tetap mematuhi kaidah keilmuan dalam survei penelitian Pilkada,”tandasnya.
Karena itu, sebagai edukasi, menurut Didik, penting untuk menjelaskan metodologi penelitian secara terbuka kepada masyarakat. Hal itu dimaksudkan agar setiap penelitian survei, khususnya survei terkait Pilkada, dapat disajikan jujur sesuai kaidah penelitian.
(wib)