Suap PN Jaksel, MA Persilakan KPK Usut Oknum Hakim PN Jaksel
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) secara kelembagaan mempersilakan KPK mengusut dugaan keterlibatan oknum hakim PN Jaksel di kasus dugaan suap pengurusan putusan gugatan perdata Eastern Jason Fabrication Service (EJFS) Pte Ltd vs PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI).
Juru Bicara MA Suhadi menggariskan, untuk mengetahui apakah sebatas tersangka penerima suap Panitera Pengganti PN Jaksel Tarmizi atau ada pihak lebih tinggi yang terlibat dalam kasus dugaan suap tersebut. Yang bisa dipastikan, MA menyerahkan sepenuhnya ke KPK selaku penyelidik dan penyidik untuk mengungkap kasus dugaan suap dengan seditil-detilnya.
"Terkait kejadian di lapangan yang sebenarnya. Kita tidak mencampuri. Silakan saja KPK (mengusut), apakah sebatas panitera pengganti atau ada yang yang (diduga) terlibat dalam perkara ini," tegas Suhadi saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/8/2017) siang.
Hakim Agung Kamar Pidana MA ini melanjutkan, atas operasi tangkap tangan (OTT) disertai penetapan Tarmizi sebagai tersangka penerima suap Rp425 juta dari tersangka pemberi suap kuasa hukum PT ADI Akhmad Tarzimini ada beberapa hal yang perlu disampaikan MA juga.
Pertama, MA sangat prihatin selepas mendapat laporan dari Ketua PN Jaksel Aroziduhu Waruwu atas OTT terhadap Tarmizi dkk disertai penetapan tersangka oleh KPK.
"Karena di tengah-tengah usaha Mahkamah Agung untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan perbaikan internal sebagaimana yang diterapkan, namun masih ada penyimpangan-penyimapangan seperti ini," tegasnya.
Mantan Panitera MA ini melanjutkan, kedua, KPK sejak awal dan lama melakukan kerja sama dengan KPK. Bahkan kedatangan MA saat konferensi pers penetapan Tarmizi dan Zaini sebagai tersangka merupakan kelanjutan dari pembaharuan MoU atau kerja sama antara MA dengan KPK, yang dikerjakan Ketua MA Hatta Ali dan Ketua KPK Agus Rahardjo.
"Oleh karena itu Mahkamah Agung berterima kasih ke KPK karena ikut membersihkan penyimpangan-penyimpangan di lembaga peradilan," ucapnya.
Ketua Muda Pengawasan MA Sunarto membeberkan, memang dalam beberapa kasus yang ditangani KPK sebelumnya sudah ada beberapa panitera pengganti yang diciduk, menjadi tersangka, terdakwa, dan divonis.
Dari beberapa panitera pengganti tersebut, seperti Rohadi selaku Panitera Pengganti PN Jakarta Utara dan Muhammad Santoso selaku Panitera Pengganti PN Jakarta Pusat, tidak ada hakim yang diduga terlibat. Apalagi sebagai penerima suap.
"Mengapa sekarang kok panitera pengganti yang sering kena OTT (termasuk Tarmizi), karena untuk hakim itu ada kode etik yang sudah mengikat. IDcard hakim juga berfungsi sebagai access card. Sedangkan panitera pengganti tidak ada kode etik untk bertemu para pihak," papar Sunarto.
Hakim Agung MA ini menguraikan, panitera pengganti bertugas dan berhubungan dengan para pihak. Karena kalau ada yang akan bersidang maka melaporkan ke panitera pengganti. Setelah para pihak hadir, kemudian panitera pengganti melaporkan ke hakim bahwa para pihak sudah hadir dan siap bersidang.
"Dan hakim sama sekali tidak berhubungan dengan para pihak berperkara," ucap Sunarto.
Juru Bicara MA Suhadi menggariskan, untuk mengetahui apakah sebatas tersangka penerima suap Panitera Pengganti PN Jaksel Tarmizi atau ada pihak lebih tinggi yang terlibat dalam kasus dugaan suap tersebut. Yang bisa dipastikan, MA menyerahkan sepenuhnya ke KPK selaku penyelidik dan penyidik untuk mengungkap kasus dugaan suap dengan seditil-detilnya.
"Terkait kejadian di lapangan yang sebenarnya. Kita tidak mencampuri. Silakan saja KPK (mengusut), apakah sebatas panitera pengganti atau ada yang yang (diduga) terlibat dalam perkara ini," tegas Suhadi saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/8/2017) siang.
Hakim Agung Kamar Pidana MA ini melanjutkan, atas operasi tangkap tangan (OTT) disertai penetapan Tarmizi sebagai tersangka penerima suap Rp425 juta dari tersangka pemberi suap kuasa hukum PT ADI Akhmad Tarzimini ada beberapa hal yang perlu disampaikan MA juga.
Pertama, MA sangat prihatin selepas mendapat laporan dari Ketua PN Jaksel Aroziduhu Waruwu atas OTT terhadap Tarmizi dkk disertai penetapan tersangka oleh KPK.
"Karena di tengah-tengah usaha Mahkamah Agung untuk melakukan pembinaan, pengawasan, dan perbaikan internal sebagaimana yang diterapkan, namun masih ada penyimpangan-penyimapangan seperti ini," tegasnya.
Mantan Panitera MA ini melanjutkan, kedua, KPK sejak awal dan lama melakukan kerja sama dengan KPK. Bahkan kedatangan MA saat konferensi pers penetapan Tarmizi dan Zaini sebagai tersangka merupakan kelanjutan dari pembaharuan MoU atau kerja sama antara MA dengan KPK, yang dikerjakan Ketua MA Hatta Ali dan Ketua KPK Agus Rahardjo.
"Oleh karena itu Mahkamah Agung berterima kasih ke KPK karena ikut membersihkan penyimpangan-penyimpangan di lembaga peradilan," ucapnya.
Ketua Muda Pengawasan MA Sunarto membeberkan, memang dalam beberapa kasus yang ditangani KPK sebelumnya sudah ada beberapa panitera pengganti yang diciduk, menjadi tersangka, terdakwa, dan divonis.
Dari beberapa panitera pengganti tersebut, seperti Rohadi selaku Panitera Pengganti PN Jakarta Utara dan Muhammad Santoso selaku Panitera Pengganti PN Jakarta Pusat, tidak ada hakim yang diduga terlibat. Apalagi sebagai penerima suap.
"Mengapa sekarang kok panitera pengganti yang sering kena OTT (termasuk Tarmizi), karena untuk hakim itu ada kode etik yang sudah mengikat. IDcard hakim juga berfungsi sebagai access card. Sedangkan panitera pengganti tidak ada kode etik untk bertemu para pihak," papar Sunarto.
Hakim Agung MA ini menguraikan, panitera pengganti bertugas dan berhubungan dengan para pihak. Karena kalau ada yang akan bersidang maka melaporkan ke panitera pengganti. Setelah para pihak hadir, kemudian panitera pengganti melaporkan ke hakim bahwa para pihak sudah hadir dan siap bersidang.
"Dan hakim sama sekali tidak berhubungan dengan para pihak berperkara," ucap Sunarto.
(pur)