Gus Yaqut: Kebhinekaan Sudah Kodrat Indonesia
A
A
A
SOLO - Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas atau yang lebih akrab disapa Gus Yaqut menegaskan, Indonesia memiliki kodrat kebhinekaan. Sehingga, tidak pada tempatnya jika ada kelompok yang ingin menyeragamkan Indonesia dan menghilangkan keberagaman yang ada.
Hal tersebut diutarakan Panglima Tertinggi Banser NU tersebut saat menjadi pembicara dalam acara "Menjaga Indonesia: Kongkow Bareng Gus Yaqut” yang digelar di Hotel Sahid Jaya, Solo, Kamis (10/8/2017).
“Dan yang menyatukan perbedaan tersebut adalah pesantren. Buktinya pada abad 19 saat ada gelombang haji nusantara, yang berangkat adalah orang-orang pesantren. Di mana dalam proses menjalankan ibadah haji mereka bertemu dan berkumpul dengan sesama santri se-Nusantara. Dari situ mereka memahami perbedaan dan kemudian saat kembali ke Tanah Air mendirikan organisasi NU, yang mendedikasikan diri untuk memerdekakan negara,” paparnya.
Karena itu, lanjut dia, saat ini sudah menjadi tugas Ansor dan Banser untuk tetap menjaga Indonesia sebagaimana kodratnya. Bahkan, jika kedua elemen NU tersebut menjadi satu-satunya yang menjaga keutuhan dan kebhinekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pasalnya, menjaga Indonesia bagi Banser dan GP Ansor sama dengan menjaga warisan kiai-kiai NU yang ikut memperjuangkan kemerdekaan bangsa kala itu. “Jangan diam saja, kita semua punya saham atas negara. Jadi jangan diam saat melihat negara akan direbut, jangan diam saja melihat negara yang ikut didirikan para kiai dirampok oleh orang-orang yang tidak punya jejak di negara ini,” tandasnya.
Ia juga mengajak semua elemen bangsa untuk melawan pihak-pihak yang ingin merongrong persatuan, kebhinekaan, serta dasar negara Pancasila. Terlebih di saat ini Indonesia, menurut keponakan tokoh NU KH Mustofa Bisri, Gus Mus ini, sedang mengalami tiga cobaan berat. Yakni, cobaan konsensus nasional, klaim keagamaan serta cobaan mayoritas yang lebih memilih diam.
Dalam hal konsensus nasional, Gus Yaqut mengatakan hal tersebut terlihat dari pihak yang menentang terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Di mana Perppu tersebut merupakan sebuah ikhtiar negara untuk melindungi NKRI dari perusak konsensus nasional. Di antaranya melalui gerakan-gerakan terorisme yang bertujuan mengganti negara dan dasar negara dan konsensus nasional.
“Sebagai santri harus melawan. Caranya, dengan kaderisasi terus menerus, supaya orang yang paham kebangsaan dan perjuangan semakin banyak. Selain itu dengan mengajak kelompok-kelompok radikal kembali ke bumi pertiwi. Tapi jika memang tidak mau dan maunya perang. Maka saya instruksikan tantang mereka untuk menjemput kiamat bersama-sama,” tegasnya.
Cobaan kedua, adalah ancaman klaim keagamaan sebagaimana yang dilakukan kelompok yang memerangi pihak yang tidak sama dengan mereka. “Seakan-akan yang tidak seperti mereka bukan Islam dan harus diperangi. Klaim keagamaan yang sesat ini bisa menjadi ancaman keberagaman NKRI. Mereka merasa belum tuntas beragam jika belum berkonflik dengan yang berbeda,” urai Gus Yaqut.
Sedangkan yang terakhir adalah cobaan diamnya mayoritas akan fenomena percobaan penggeseran kebhinekaan yang sedang terjadi saat ini. Di mana sebenarnya sebagai mayoritas memiliki kekuatan lebih untuk menghadapi kaum minoritas yang ingin merongrong NKRI.
“Sudah saatnya kita melawan. Toh, jumlah kita lebih besar, jangan sampai menunggu mereka besar dan membinasakan kita. Harus kita binasakan dulu kalau memang tidak bisa dibina. Jangan hanya diam dan menyerahkan pada orang lain,” ujarnya.
Hal senada juga diutarakan, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, KH Muhammad Dian Nafi. Ia mengatakan, jika Indonesia memang ditakdirkan berbhinneka dengan nilai-nilai keberagaman yang dianut oleh masyarakatnya.
“Dan tantangan bagi kita untuk mencari titik temu dari perbedaan yang ada. Meski sebenarnya Pancasila sudah memayungi keberagaman yang ada,” tuturnya.
Sedangkan Direktur Intelkam Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Eko Widianto berharap, masyarakat tidak diam lagi menghadapi persoalan bangsa khususnya menghadapi kelompok-kelompok radikal yang ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara.
“Selama ini kami yang dijadikan tameng dalam melindungi dan menjaga keutuhan NKRI. Sehingga sering disindir dan dinyinyiri. Namun sebagai bentuk tanggung jawab kami berupaya semaksimal mungkin dengan segala risiko dan cemoohan. Karena itu, kami berterima kasih selama ini Banser dan GP Ansor menjadi bagian masyarakat yang tidak hanya diam dan membantu mempertahankan NKRI,” ungkapnya.
Hal tersebut diutarakan Panglima Tertinggi Banser NU tersebut saat menjadi pembicara dalam acara "Menjaga Indonesia: Kongkow Bareng Gus Yaqut” yang digelar di Hotel Sahid Jaya, Solo, Kamis (10/8/2017).
“Dan yang menyatukan perbedaan tersebut adalah pesantren. Buktinya pada abad 19 saat ada gelombang haji nusantara, yang berangkat adalah orang-orang pesantren. Di mana dalam proses menjalankan ibadah haji mereka bertemu dan berkumpul dengan sesama santri se-Nusantara. Dari situ mereka memahami perbedaan dan kemudian saat kembali ke Tanah Air mendirikan organisasi NU, yang mendedikasikan diri untuk memerdekakan negara,” paparnya.
Karena itu, lanjut dia, saat ini sudah menjadi tugas Ansor dan Banser untuk tetap menjaga Indonesia sebagaimana kodratnya. Bahkan, jika kedua elemen NU tersebut menjadi satu-satunya yang menjaga keutuhan dan kebhinekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pasalnya, menjaga Indonesia bagi Banser dan GP Ansor sama dengan menjaga warisan kiai-kiai NU yang ikut memperjuangkan kemerdekaan bangsa kala itu. “Jangan diam saja, kita semua punya saham atas negara. Jadi jangan diam saat melihat negara akan direbut, jangan diam saja melihat negara yang ikut didirikan para kiai dirampok oleh orang-orang yang tidak punya jejak di negara ini,” tandasnya.
Ia juga mengajak semua elemen bangsa untuk melawan pihak-pihak yang ingin merongrong persatuan, kebhinekaan, serta dasar negara Pancasila. Terlebih di saat ini Indonesia, menurut keponakan tokoh NU KH Mustofa Bisri, Gus Mus ini, sedang mengalami tiga cobaan berat. Yakni, cobaan konsensus nasional, klaim keagamaan serta cobaan mayoritas yang lebih memilih diam.
Dalam hal konsensus nasional, Gus Yaqut mengatakan hal tersebut terlihat dari pihak yang menentang terbitnya Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas. Di mana Perppu tersebut merupakan sebuah ikhtiar negara untuk melindungi NKRI dari perusak konsensus nasional. Di antaranya melalui gerakan-gerakan terorisme yang bertujuan mengganti negara dan dasar negara dan konsensus nasional.
“Sebagai santri harus melawan. Caranya, dengan kaderisasi terus menerus, supaya orang yang paham kebangsaan dan perjuangan semakin banyak. Selain itu dengan mengajak kelompok-kelompok radikal kembali ke bumi pertiwi. Tapi jika memang tidak mau dan maunya perang. Maka saya instruksikan tantang mereka untuk menjemput kiamat bersama-sama,” tegasnya.
Cobaan kedua, adalah ancaman klaim keagamaan sebagaimana yang dilakukan kelompok yang memerangi pihak yang tidak sama dengan mereka. “Seakan-akan yang tidak seperti mereka bukan Islam dan harus diperangi. Klaim keagamaan yang sesat ini bisa menjadi ancaman keberagaman NKRI. Mereka merasa belum tuntas beragam jika belum berkonflik dengan yang berbeda,” urai Gus Yaqut.
Sedangkan yang terakhir adalah cobaan diamnya mayoritas akan fenomena percobaan penggeseran kebhinekaan yang sedang terjadi saat ini. Di mana sebenarnya sebagai mayoritas memiliki kekuatan lebih untuk menghadapi kaum minoritas yang ingin merongrong NKRI.
“Sudah saatnya kita melawan. Toh, jumlah kita lebih besar, jangan sampai menunggu mereka besar dan membinasakan kita. Harus kita binasakan dulu kalau memang tidak bisa dibina. Jangan hanya diam dan menyerahkan pada orang lain,” ujarnya.
Hal senada juga diutarakan, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, KH Muhammad Dian Nafi. Ia mengatakan, jika Indonesia memang ditakdirkan berbhinneka dengan nilai-nilai keberagaman yang dianut oleh masyarakatnya.
“Dan tantangan bagi kita untuk mencari titik temu dari perbedaan yang ada. Meski sebenarnya Pancasila sudah memayungi keberagaman yang ada,” tuturnya.
Sedangkan Direktur Intelkam Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Eko Widianto berharap, masyarakat tidak diam lagi menghadapi persoalan bangsa khususnya menghadapi kelompok-kelompok radikal yang ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara.
“Selama ini kami yang dijadikan tameng dalam melindungi dan menjaga keutuhan NKRI. Sehingga sering disindir dan dinyinyiri. Namun sebagai bentuk tanggung jawab kami berupaya semaksimal mungkin dengan segala risiko dan cemoohan. Karena itu, kami berterima kasih selama ini Banser dan GP Ansor menjadi bagian masyarakat yang tidak hanya diam dan membantu mempertahankan NKRI,” ungkapnya.
(kri)