Ketua MPR: Dana Haji Itu Dana Umat

Sabtu, 29 Juli 2017 - 19:55 WIB
Ketua MPR: Dana Haji Itu Dana Umat
Ketua MPR: Dana Haji Itu Dana Umat
A A A
BANDUNG - Ketua MPR Zulkifli Hasan menyatakan, Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) tidak boleh sembarangan menggunakan dana tabungan haji untuk kepentingan lain, sebab dana tersebut milik umat Islam.

Jika pemerintah ingin menggunakannya untuk kepentingan lain, kata Zulkifli, Pemerintah harus mengajak dialog dan duduk bersama dengan umat Islam yang diwakili Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan organisasi kemasyarakat (ormas) besar seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, dan lain-lain.

"Nah dana haji itu dana umat," kata Zulkifli kepada wartawan seusai menghadiri acara Silaturahmi dan Dialog Kebangsaan di Hotel Lingga, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Sabtu (29/7/2017).

"Jika Pemerintah mau menggunakannya untuk keperluan lain, saya kira perlu diajak ngomong majelis ulama, ormas besar Muhammadiyah, NU, Dewan Dakwah, Persis, dan lain-lain. Mereka harus diajak bicara, gimana pendapatnya, karena ini dana umat. Jika tidak begitu, itu namanya membikin persoalan ke Presiden," imbuhnya.

Disinggung apakah penggunaan dana haji untuk kepentingan lain dibolehkan secara aturan, Zulkifli mengaku tidak tahu. "Saya enggak tahu. Saya belum baca aturannya," ujar dia.

(Baca juga: Jokowi Sarankan Pengelolaan Keuangan Haji Diinvestasikan ke Infrastruktur)

Seperti diberitakan, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengklaim dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) boleh dikelola untuk hal-hal produktif, termasuk pembangunan infrastruktur. Kebijakan ini mengacu kepada konstitusi dan aturan fikih.

"Dana haji boleh digunakan untuk investasi infrastruktur selama memenuhi prinsip-prinsip syariah, penuh kehati-hatian, jelas menghasilkan nilai manfaat, sesuai peraturan perundang-undangan, dan demi kemaslahatan jamaah haji dan masyarakat luas," kata Lukman Hakim.

Menag mengutip hasil keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang status kepemilikan dana setoran BPIH yang masuk daftar tunggu (waiting list). Disebutkan bahwa, dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri

Agama boleh di-tasharruf-kan untuk hal-hal produktif (memberikan keuntungan), antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.

(Baca juga: MUI Imbau BPKH Konsultasi ke Ulama Soal Pemanfaatan Dana Haji)

Hasil investasi itu menjadi milik calon jamaah haji. Adapun pengelola berhak mendapatkan imbalan yang wajar/tidak berlebihan. Namun, dana BPIH tidak boleh digunakan untuk keperluan apa pun kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan.

Fatwa itu juga sejalan dengan aturan perundangan terkait pengelolaan dana haji. Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2014 mengatur bahwa BPKH selaku wakil akan menerima mandat dari calon jamaah haji selaku muwakkil untuk menerima dan mengelola dana setoran BPIH.

Mandat itu merupakan pelaksanaan dari akad wakalah yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama antara Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama, serta Bank Penerima Setoran BPIH tentang penerimaan dan pembayaran BPIH.

Namun, investasi yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) juga harus mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas serta kesesuaian dengan prinsip syariah. Hal ini mengingat dana haji adalah dana titipan masyarakat yang akan melaksanakan ibadah haji.

"Selanjutnya, Badan Pelaksana maupun Dewan Pengawas BPKH bertanggung jawab secara tanggung renteng jika ada kerugian investasi yang ditimbulkan atas kesalahan dan/atau kelalaian dalam pengelolaanya," tandas Menag.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9518 seconds (0.1#10.140)