Ketua MUI: NU dan Muhammadiyah Punya Komitmen Kebangsaan
A
A
A
JAKARTA - Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin mengaku dirinya baru saja diundang Kantor Staf Kepresidenan (KSP) untuk menjadi pembicara bersama tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.
Ma'ruf menilai, masih ada kelompok-kelompok yang belum memiliki komitmen kebangsaan dan kenegaraan. Hal ini berbeda dengan sikap MUI, NU dan Muhammadiyah.
"Nah kita semuakan sudah punya komitmen kebangsaan. Bahwasannya masalah kebangsaan ini sudah final," tutur Ma'ruf di Kantor KSP, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Menurut Rais Aam PBNU ini, bagi Islam di Indonesia, negara ini sudah final menetapkan Pancasila sebagai ideologi negara. Selain itu, NKRI juga merupakan harga yang final.
"Karena menurut perspektif Islam, negara kita ini adalah negara kesepakatan, Darul Ahdi. Karena memang dalam Islam tidak ada sistem kenegaraan yang baku, tidak ada," ucapnya.
Maka itu, dalam negara bisa dicapai sebuah kesepakatan atau perjanjian apakah menganut sistem kerajaan atau republik. Menurutnya, penerapan Pancasila sebagai ideologi bernegara di Indonesia sudah sesuai dengan konsesus para founding fathers, termasuk dari kalangan tokoh Islam saat itu.
Persoalannya, kata Ma'ruf, belakangan muncul kelompok-kelompok yang dianggap radikal dan intoleran. Kelompok ini memandang jika kelompok lain tak sejalan dengan pemahamannya, maka dianggap kafir dan menyimpang.
"Ini kelompok berbahaya sekali. Jangankan pada nonmuslim, pada sesama Islam saja sudah tidak memberikan hak. Sudah dianggap menyimpang semua. Dan oleh karena itu kelompok intoleran ini juga bagian persoalan," pungkasnya.
Ma'ruf menilai, masih ada kelompok-kelompok yang belum memiliki komitmen kebangsaan dan kenegaraan. Hal ini berbeda dengan sikap MUI, NU dan Muhammadiyah.
"Nah kita semuakan sudah punya komitmen kebangsaan. Bahwasannya masalah kebangsaan ini sudah final," tutur Ma'ruf di Kantor KSP, Jakarta, Kamis (27/7/2017).
Menurut Rais Aam PBNU ini, bagi Islam di Indonesia, negara ini sudah final menetapkan Pancasila sebagai ideologi negara. Selain itu, NKRI juga merupakan harga yang final.
"Karena menurut perspektif Islam, negara kita ini adalah negara kesepakatan, Darul Ahdi. Karena memang dalam Islam tidak ada sistem kenegaraan yang baku, tidak ada," ucapnya.
Maka itu, dalam negara bisa dicapai sebuah kesepakatan atau perjanjian apakah menganut sistem kerajaan atau republik. Menurutnya, penerapan Pancasila sebagai ideologi bernegara di Indonesia sudah sesuai dengan konsesus para founding fathers, termasuk dari kalangan tokoh Islam saat itu.
Persoalannya, kata Ma'ruf, belakangan muncul kelompok-kelompok yang dianggap radikal dan intoleran. Kelompok ini memandang jika kelompok lain tak sejalan dengan pemahamannya, maka dianggap kafir dan menyimpang.
"Ini kelompok berbahaya sekali. Jangankan pada nonmuslim, pada sesama Islam saja sudah tidak memberikan hak. Sudah dianggap menyimpang semua. Dan oleh karena itu kelompok intoleran ini juga bagian persoalan," pungkasnya.
(kri)