Sekjen PDIP Sebut PAN Tak Punya Komitmen Dukung Pemerintah
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai Partai Amanat Nasional (PAN) tidak memiliki komitmen kuat untuk mendukungan pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Hal itu diungkapkan Hasto menyikapi sikap PAN yang tidak mendukung penerapan syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20% kursi di DPR dan 25% perolehan suara sah nasional. (Baca Juga: Gerindra Cs Walk Out, DPR Putuskan Presidential Threshold 20%-25%)
Pada Rapat Paripurna DPR pengambilan keputusan Revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu yang berlangsung Kamis hingga Jumat 26 Juli 2017 dini hari, PAN bersama Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Demokrat memiliki meninggalkan ruangan atau walk out.
Hasto mengungkap pentingnya presidential threshold 20%-25%. Dia mencontohkan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-JK yang dipilih langsung dan mendapatkan dukungan penuh dari rakyat, di tingkat konsolidasi politik di DPR terhambat karena dukungannya hanya 20%.
Oleh karena itu, kata dia, perlu penggalangan kekuatan dengan mendapatkan dukungan parpol lain untuk meningkatkan efektivitas kerja pemerintah.
“Maka masuklah Partai Golkar, PAN, dan PPP. Mereka bekerja sama dan memberikan dukungan kepada pemerintahan Jokowi-JK. Berdasarkan hasil pembahasan antarseluruh partai politik pengusung dengan Presiden Jokowi-JK. Dengan demikian, keputusan-keputusan partai yang semula mendukung pemerintah akan tetap mendukung atau tidak, itu ditentukan oleh dua hal,” tutur Hasto seusai pembukaan Rakerda DPD PDIP Jabar di Hotel Horison, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (22/7/2017).
Pertama, kata dia, kebijakan politik parpol yang bersangkutan. PDIP menghormati kebijakan politik setiap partai. Jadi kalau ada partai yang menyatakan berada di luar pemerintahan dikatakannya itu juga sehat dalam demokrasi.
Kedua, dari hasil rapat partai pengusung pemerintah, juga bisa merekomendasikan ada tidaknya komitmen dukungan politik kepada Jokowi-JK.
Jika tidak ada dukungan, sambung dia, buat apa memberikan dukungan. Jadi, harus ada satu kata dan perbuatan dalam politik. “Politik tidak bisa setengah-setengah, politik tidak bisa tanpa etika. Dengan demikian kami dorong, mereka-mereka yang memberikan dukungan kepada Jokowi-JK di tingkat implementasi juga diperlihatkan, melalui dukungan efektif baik di DPR, di pemerintahan, maupun di tengah rakyat,” ungkap dia.
Di bagian lain, Hasto mengemukakan soal perombangkan (reshuffle) kabinet merupakan kewenangan penuh Presiden. Soal waktu perombakan kabinet, hanya Presiden Jokowi yang memahami dan tahu waktu yang tepat melakukan itu.
Menurut dia, PDIP sebagai partai pengusung utama pasangan Jokowi-JK, hanya berkapasitas untuk menyiapkan kebijakan-kebijakan dan dukungan-dukungan analisis jika diminta oleh Jokowi.
“Presiden tentu terus melakukan evaluasi karena Presiden bertanggung jawab langsung kepada rakyat. Presiden telah mengucapkan janji-janji kampanye yang harus dipenuhi. Karena itu harus ada dukungan efektif melalui kerja keras dari seluruh jajaran kabinet. Ketika ada unsur kabinet yang tidak perform maka demi efektivitas dan peningkatan kinerja pemerintahan, Jokowi bisa melakukan reshuffle,” tuturnya.
Hal itu diungkapkan Hasto menyikapi sikap PAN yang tidak mendukung penerapan syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20% kursi di DPR dan 25% perolehan suara sah nasional. (Baca Juga: Gerindra Cs Walk Out, DPR Putuskan Presidential Threshold 20%-25%)
Pada Rapat Paripurna DPR pengambilan keputusan Revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu yang berlangsung Kamis hingga Jumat 26 Juli 2017 dini hari, PAN bersama Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Demokrat memiliki meninggalkan ruangan atau walk out.
Hasto mengungkap pentingnya presidential threshold 20%-25%. Dia mencontohkan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-JK yang dipilih langsung dan mendapatkan dukungan penuh dari rakyat, di tingkat konsolidasi politik di DPR terhambat karena dukungannya hanya 20%.
Oleh karena itu, kata dia, perlu penggalangan kekuatan dengan mendapatkan dukungan parpol lain untuk meningkatkan efektivitas kerja pemerintah.
“Maka masuklah Partai Golkar, PAN, dan PPP. Mereka bekerja sama dan memberikan dukungan kepada pemerintahan Jokowi-JK. Berdasarkan hasil pembahasan antarseluruh partai politik pengusung dengan Presiden Jokowi-JK. Dengan demikian, keputusan-keputusan partai yang semula mendukung pemerintah akan tetap mendukung atau tidak, itu ditentukan oleh dua hal,” tutur Hasto seusai pembukaan Rakerda DPD PDIP Jabar di Hotel Horison, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (22/7/2017).
Pertama, kata dia, kebijakan politik parpol yang bersangkutan. PDIP menghormati kebijakan politik setiap partai. Jadi kalau ada partai yang menyatakan berada di luar pemerintahan dikatakannya itu juga sehat dalam demokrasi.
Kedua, dari hasil rapat partai pengusung pemerintah, juga bisa merekomendasikan ada tidaknya komitmen dukungan politik kepada Jokowi-JK.
Jika tidak ada dukungan, sambung dia, buat apa memberikan dukungan. Jadi, harus ada satu kata dan perbuatan dalam politik. “Politik tidak bisa setengah-setengah, politik tidak bisa tanpa etika. Dengan demikian kami dorong, mereka-mereka yang memberikan dukungan kepada Jokowi-JK di tingkat implementasi juga diperlihatkan, melalui dukungan efektif baik di DPR, di pemerintahan, maupun di tengah rakyat,” ungkap dia.
Di bagian lain, Hasto mengemukakan soal perombangkan (reshuffle) kabinet merupakan kewenangan penuh Presiden. Soal waktu perombakan kabinet, hanya Presiden Jokowi yang memahami dan tahu waktu yang tepat melakukan itu.
Menurut dia, PDIP sebagai partai pengusung utama pasangan Jokowi-JK, hanya berkapasitas untuk menyiapkan kebijakan-kebijakan dan dukungan-dukungan analisis jika diminta oleh Jokowi.
“Presiden tentu terus melakukan evaluasi karena Presiden bertanggung jawab langsung kepada rakyat. Presiden telah mengucapkan janji-janji kampanye yang harus dipenuhi. Karena itu harus ada dukungan efektif melalui kerja keras dari seluruh jajaran kabinet. Ketika ada unsur kabinet yang tidak perform maka demi efektivitas dan peningkatan kinerja pemerintahan, Jokowi bisa melakukan reshuffle,” tuturnya.
(dam)