Demokrat: Presidential Threshold Tak Sesuai Logika

Kamis, 20 Juli 2017 - 15:53 WIB
Demokrat: Presidential...
Demokrat: Presidential Threshold Tak Sesuai Logika
A A A
JAKARTA - Fraksi Partai Demokrat menilai ambang batas pencalonan presiden (Presidential Threshold) tidak sesuai dengan hukum, logika dan akal sehat. Sehingga, Fraksi Partai Demokrat meminta Presidential Threshold dihapuskan dalam Undang-undang tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu).

"Mengapa? Karena hasil Pemilu Legislatif pada 2014 itu telah dipergunakan untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2014, dimana terpilih Joko Widodo sebagai Presiden dan M Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden," ujar Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat Benny Kabur Harman saat menyampaikan pandangan minis fraksi di rapat paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (20/7/2017).

Dia menambahkan, Presidential Threshold yang pada intinya memuat ketentuan, bahwa yang berhak mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden adalah partai politik peserta pemilu atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memperoleh 20% kursi di DPR atau 25% perolehan suara sah dalam Pemilu 2014 yang lalu.

Lanjut dia, ketentuan yang mensyaratkan hanya parpol dan gabungan parpol yang memperoleh 20% kursi di DPR atau 25% perolehan suara sah dalam Pemilu 2014 yang dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019 jelas tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden pada 2019 diadakan serentak.

"Karena diadakan serentak, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi maka seharusnya setiap partai politik peserta Pemilu 2019 memiliki hak yang sama untuk mengajukan calon presiden dan wakil presidennya," kata anggota Komisi III DPR ini.

Dengan putusan MK tersebut, kata dia, semua parpol peserta pemilu mempunyai kedudukan, hak dan kewajibannya yang sama di depan hukum. "Namun dengan adanya ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden tersebut jelas bersifat diskriminatif karena membeda-bedakan status dan kedudukan setiap partai politik peserta pemilu khususnya berkaitan dengan hak mengajukan calon presiden dan calon wakil presiden," paparnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6121 seconds (0.1#10.140)