Mekanisme Pengelolaan Dana Desa Harus Akuntabel dan Sederhana

Senin, 17 Juli 2017 - 19:01 WIB
Mekanisme Pengelolaan...
Mekanisme Pengelolaan Dana Desa Harus Akuntabel dan Sederhana
A A A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) menilai pengelolaan dana desa belum akuntabel dan terdapat tumpang tindih regulasi. Hal tersebut disampaikan Ketua Komite IV DPD RI Ajiep Padindang dalam rapat kerja komite IV dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo, Dirjen Pembiayaan dan Transfer Non Dana Pembangunan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Ubaidi Socheh, dan Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Nata Irawan di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (17/7/2017).

Ajiep mengatakan sejumlah kementerian yang terlibat dalam implementasi dana desa terlihat tidak singkron, terutama untuk masalah regulasi. Setiap kementerian mengeluarkan regulasi sendiri-sendiri.

Misalnya Kemendagri mengeluarkan regulasi tata cara pengelolaan keuangan desa, Kemenkeu mengatur mekanisme penyaluran dan pencairan dana desa, sedangkan Kemendes mengatur arah penggunaan dana desa. Menurut Ajiep, mekanisme pengelolaan dana desa yang ada saat ini masih terlalu berbelit-belit.

“Dalam implementasi harusnya lebih akuntabel dan sederhana. Makanya kami dorong agar pengaturan pemerintah desa ini disempurnakan, regulasinya jangan dibuat parsial per kementerian, agar pelaksanaannya mudah diterapkan di daerah. Solusinya ya disinkronkan dalam bentuk SK bersama atau peraturan pemerintah,” katanya dalam rilis yang diterima SINDONews.

Wakil Ketua DPD Nono Ssampono yang juga turut hadir mengeluhkan penyaluran dana desa di Indonesia wilayah timur yang belum maksimal. “Secara spesifik apa yang disampaikan menteri sudah saya simak. Namun di kawasan timur masih ada kendala, desanya lebih sedikit dibanding pulau Jawa dan Sumatera. Sementara Desa Adat sangat kuat, banyak desa yang seharusnya sudah jadi desa tapi belum bisa karena tradisi, artinya 1 desa terdiri dari 7 dusun, karena muatan adat maka jadi kendala padahal 1 dusun punya potensi jadi desa,” jelasnya.

Senator Maluku Utara, Basri Salama menyampaikan bahwa tenaga pendamping orang yang mendampingi di desa itu tidak kompeten. Misalnya tenaga pendamping tidak datang tiap hari, tidak membantu dalam penyusunan mengarahkan pengelolaan dana desa dengan baik. ”Padahal sumber daya manusia di daerah masih kurang sehingga mengelola potensi alam di daerah belum maksimal. Contohnya, pariwisata, kelautan dan perikanan,” ujar Basri.

Sementara itu dalam pemaparannya, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Eko Putro Sandjojo mengatakan sejak 2015 pemerintah telah menyalurkan dana desa sebesar Rp20,8 triliun. Meski diakuinya, saat itu masyarakat belum siap sehingga penyaluran dana kurang tepat sasaran.

“Pada 2015 sangat tidak mungkin mengetahui kebutuhan desa secara tepat karena jumlah desa sangat banyak yaitu 74.053 desa. Akibatnya Rp20, 8 triliun dana yang terserap hanya 90%. Peraturan masih baru, kepala desa juga masih terbatas pemahamannya,” tuturnya.

Pada 2016, penyerapan dana desa meningkat menjadi 99,83%. Masyarakat mampu membangun 66.000 km jalan desa sesuai kebutuhan, 511 km jembatan di desa, 1.800 pasar, dan curah tambatan longsor ada 38.000 unit.

“Semua itu adalah program unggulan yang diajukan bupati yang disampaikan dalam forum rapat dengan 19 kementerian terkait,” tambahnya.

Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kemendagri Nata Irawan memaparkan pihaknya akan segera merevisi regulasi dan disesuaikan dengan kebutuhan perangkat desa. “Kami buat kebijakan PP No 47/2015, kami susun aplikasi penerimaan keuangan desa, antara Kemendes, Kemenkeu, BPKP agar perangkat desa yang menerima dana desa bisa menerapkannya dalam penggunaan dana transfer desa,” jelasnya.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0670 seconds (0.1#10.140)