Pemerintah Dinilai Tabuh Genderang Perang ke HTI dengan Perppu Ormas

Jum'at, 14 Juli 2017 - 14:45 WIB
Pemerintah Dinilai Tabuh...
Pemerintah Dinilai Tabuh Genderang Perang ke HTI dengan Perppu Ormas
A A A
JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin menilai pemerintah menabuh genderang perang terhadap kelompok-kelompok seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Namun, Ujang mengapresiasi sikap HTI yang masih menempuh jalur hukum dan konstitusional menghadapi langkah pemerintah itu. “HTI masih waras, masih menempuh jalan hukum untuk masalah ini,” katanya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (14/7/2017).

Selain itu, dia juga berpandangan bahwa pemerintah saat ini menerapkan teori balon kepada HTI dan Umat Islam. Teori balon itu, kata dia, ketika bagian tengahnya ditekan atau diinjak, maka samping kiri dan kanannya justru mengembang dan membesar.

“Apabila sisi kiri dan kanan balon itu meletus, bahaya,” katanya. Lebih lanjut dia berpendapat bahwa langkah pemerintah membubarkan Ormas tersebut dengan mengeluarkan Perppu justru akan mengakumulasi potensi bahaya untuk Rezim itu sendiri.

“Alasannya, HTI itu adalah Ormas besar yang memiliki jutaan kader ideologis yang tidak hanya terikat oleh struktur organisasi atau legalitas dari Kemenkumham saja. Tapi, lebih dari itu, persatuan dan soliditas mereka tak terikat,” imbuhnya.

Maka itu, menurut dia, terlepas dibubarkan atau tidak oleh pemerintah secara struktural, HTI itu tetap hidup dan eksis menjalankan visi dan misi mereka. Itulah yang disebut dengan ikatan kultural yang tidak terikat oleh legalitas.

Ujang mengatakan, sebenarnya lebih aman kalau pemerintah tetap membiarkan HTI berbadan hukum dan diberikan izin, karena HTI tetap berada dalam kendali dan pengawasan Pemerintah secara struktural.

“Dari pada Pemerintah membubarkannya secara struktural, namun kemudian eksis secara kultural itu jauh lebih berbahaya. Karena, nantinya mereka tidak terkontrol dan bisa saja membangun gerakan yang lebih radikal lagi,” kata Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Jakarta ini.
(pur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7483 seconds (0.1#10.140)