Soal SMS HT, Pakar Bahasa Unpad: Tak Ada Ancaman, Kata-Kata Itu Biasa
A
A
A
JAKARTA - Pakar Bahasa Indonesia dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Wahya menilai pesan singkat Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) kepada Kasubdit Penyidikan Jampidsus Kejagung, Yulianto tidak ada bernada ancaman.
“Tidak ada ancaman yang lansung menyebut mengancam. Tidak ada kata-kata yang mengancam. Jadi sebenarnya kata-kata itu adalah biasa, lurus seperti itu,” katanya, Minggu (2/7/2017).
Pria yang menjabat sebagai Koordinator program studi bahasa dan sastra Indonesia di Unpad itu, menjelaskan dalam pesan HT yakni akan “Memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power”, sama sekali tidak menunjukan secara pribadi kepada Jaksa Yulianto.
“Kalau kita menyebut ancaman dari pilihan katanya mengancam gitu, tapi dari pernyataan itu sebenarnya tidak ada ancaman,” lanjutnya.
HT telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri atas kasus SMS kepada Jaksa Yulianto. Ia dijerat dengan UU ITE karena diduga SMS-nya bermuatan ancaman.
Setelah mengirimkan pesan kepada Yulianto sebanyak dua kali, yakni pertama pada 5 Januari 2016.
“Mas Yulianto. Kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman.
Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum2 penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional, yang suka abuse of power (menyalahgunakan kekuasaan-red).”
“Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia akan dibersihkan.”
Kemudian HT kembali mengirimkan pesan singkat kepada Yulianto pada 7 Januari 2016. “Mas Yulianto. Kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman.”
“Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik karena ingin membuat Indonesia maju dalam arti yang sesungguhnya, termasuk penegakan hukum yang profesional, tidak transaksional, tidak bertindak semena-mena demi popularitas dan abuse of power.”
“Suatu saat saya akan jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia akan berubah dan dibersihkan dari hal2 yang tidak sebagaimana mestinya.”
“Kasihan rakyat, yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan makin maju.”
“Tidak ada ancaman yang lansung menyebut mengancam. Tidak ada kata-kata yang mengancam. Jadi sebenarnya kata-kata itu adalah biasa, lurus seperti itu,” katanya, Minggu (2/7/2017).
Pria yang menjabat sebagai Koordinator program studi bahasa dan sastra Indonesia di Unpad itu, menjelaskan dalam pesan HT yakni akan “Memberantas oknum-oknum penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional yang suka abuse of power”, sama sekali tidak menunjukan secara pribadi kepada Jaksa Yulianto.
“Kalau kita menyebut ancaman dari pilihan katanya mengancam gitu, tapi dari pernyataan itu sebenarnya tidak ada ancaman,” lanjutnya.
HT telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri atas kasus SMS kepada Jaksa Yulianto. Ia dijerat dengan UU ITE karena diduga SMS-nya bermuatan ancaman.
Setelah mengirimkan pesan kepada Yulianto sebanyak dua kali, yakni pertama pada 5 Januari 2016.
“Mas Yulianto. Kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman.
Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik antara lain salah satu penyebabnya mau memberantas oknum2 penegak hukum yang semena-mena, yang transaksional, yang suka abuse of power (menyalahgunakan kekuasaan-red).”
“Catat kata-kata saya di sini, saya pasti jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia akan dibersihkan.”
Kemudian HT kembali mengirimkan pesan singkat kepada Yulianto pada 7 Januari 2016. “Mas Yulianto. Kita buktikan siapa yang salah dan siapa yang benar. Siapa yang profesional dan siapa yang preman.”
“Anda harus ingat kekuasaan itu tidak akan langgeng. Saya masuk ke politik karena ingin membuat Indonesia maju dalam arti yang sesungguhnya, termasuk penegakan hukum yang profesional, tidak transaksional, tidak bertindak semena-mena demi popularitas dan abuse of power.”
“Suatu saat saya akan jadi pimpinan negeri ini. Di situlah saatnya Indonesia akan berubah dan dibersihkan dari hal2 yang tidak sebagaimana mestinya.”
“Kasihan rakyat, yang miskin makin banyak, sementara negara lain berkembang dan makin maju.”
(pur)