DPP IMM Minta Kriminalisasi terhadap Tokoh-tokoh Bangsa Dihentikan
A
A
A
JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) menilai kasus SMS Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo yang heboh belakangan ini menimbulkan tanya tanya besar bagi penegakan hukum kita.
Ketua Umum DPP IMM Taufan Putrev Korompot mengatakan, tanggal 17 Juni 2017 Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan bahwa Hary Tanoe sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara Tanggal 18 Juni 2017, Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto membantah penyataan jaksa agung itu.
"Kenapa jaksa agung lebih cenderung mendahului proses hukum atas persoalan ini?" ujarnya lewat rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (27/6/2017).
Menurutnya, dari dua penyataan yang berbeda di atas kita dapat melihat kasus ini dengan 'sedikit curiga" terhadap sikap jaksa agung yang mendahului proses hukum. Pihaknya melihat ini sebuah sikap yang menandakan kepanikan sebuah rezim, mungkin karena sikap Hary Tanoe yang selalu kritis dan bicara terbuka akan persoalan bangsa yang terjadi belakangan ini.
"Dugaan kami, ada keinginan kuat Hary Tanoe di jadikan sebagai 'sasaran tembak' selanjutnya. kalau hanya sekadar isi SMS yang yang ingin dipersoalkan, kami melihat isi SMS itu adalah komitmen seorang politisi karena iya mengatakan, akan memberantas mafia-mafia sehingga negara ini bersih. Di situ tidak ada yang salah sama sekali. Apakah salah seorang menyampaikan komitmen politiknya demi kebaikan bangsa?"
Yang terakhir kasus ini dikaitkan dengan UU ITE. Dia melihat, ini SMS pribadi HT kepada Jaksa Yulianto bukan dikirim ke media sosial untuk dikonsumsi publik. "Memang UU ini telah banyak 'menelan korban'. Oleh sebab itu jangan sampai UU ITE ini sebagai perpanjangan tangan untuk mencari-cari kesalahan orang dan mengkait-kaitkan sesuatu dengan UU ITE yang pada prinsipnya tidak memiliki kesamaan," jelasnya.
Taufan berpendapat, negara Indonesia negara hukum bukan negara kekuasaan. Maka dari itu jangan gunakan kekuasaan untuk mengintervensi hukum. Sebab, dia melihat, sudah banyak contoh kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh bangsa yang kritis, dari Amien Rais, Habib Rizieq, dan terakhir Hari Tanoe.
"Hal ini harus dihentikan. Jika tidak, maka ketidakpercayaan publik akan penegakan hukum akan berimbas kepada ketidakpercayaan terhadap pemerintah," tegasnya.
Ketua Umum DPP IMM Taufan Putrev Korompot mengatakan, tanggal 17 Juni 2017 Jaksa Agung M Prasetyo mengatakan bahwa Hary Tanoe sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sementara Tanggal 18 Juni 2017, Kabareskrim Polri Komjen Pol Ari Dono Sukmanto membantah penyataan jaksa agung itu.
"Kenapa jaksa agung lebih cenderung mendahului proses hukum atas persoalan ini?" ujarnya lewat rilis yang diterima SINDOnews, Selasa (27/6/2017).
Menurutnya, dari dua penyataan yang berbeda di atas kita dapat melihat kasus ini dengan 'sedikit curiga" terhadap sikap jaksa agung yang mendahului proses hukum. Pihaknya melihat ini sebuah sikap yang menandakan kepanikan sebuah rezim, mungkin karena sikap Hary Tanoe yang selalu kritis dan bicara terbuka akan persoalan bangsa yang terjadi belakangan ini.
"Dugaan kami, ada keinginan kuat Hary Tanoe di jadikan sebagai 'sasaran tembak' selanjutnya. kalau hanya sekadar isi SMS yang yang ingin dipersoalkan, kami melihat isi SMS itu adalah komitmen seorang politisi karena iya mengatakan, akan memberantas mafia-mafia sehingga negara ini bersih. Di situ tidak ada yang salah sama sekali. Apakah salah seorang menyampaikan komitmen politiknya demi kebaikan bangsa?"
Yang terakhir kasus ini dikaitkan dengan UU ITE. Dia melihat, ini SMS pribadi HT kepada Jaksa Yulianto bukan dikirim ke media sosial untuk dikonsumsi publik. "Memang UU ini telah banyak 'menelan korban'. Oleh sebab itu jangan sampai UU ITE ini sebagai perpanjangan tangan untuk mencari-cari kesalahan orang dan mengkait-kaitkan sesuatu dengan UU ITE yang pada prinsipnya tidak memiliki kesamaan," jelasnya.
Taufan berpendapat, negara Indonesia negara hukum bukan negara kekuasaan. Maka dari itu jangan gunakan kekuasaan untuk mengintervensi hukum. Sebab, dia melihat, sudah banyak contoh kriminalisasi terhadap tokoh-tokoh bangsa yang kritis, dari Amien Rais, Habib Rizieq, dan terakhir Hari Tanoe.
"Hal ini harus dihentikan. Jika tidak, maka ketidakpercayaan publik akan penegakan hukum akan berimbas kepada ketidakpercayaan terhadap pemerintah," tegasnya.
(kri)