Jadi Saksi Kasus Korupsi, Politikus PKS Akui Gunakan Sandi Juz dan Liqo
A
A
A
JAKARTA - Anggota DPRD Kota Bekasi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Muhammad Kurniawan mengaku menggunakan sandi atau kode khusus dalam perbincangan denan Yudi Widiana dalam pengurusan proyek jalan.
Yudi Widiana Adia adalah Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi PKS yang kini duduk di Komisi VI DPR. Saat ini Yudi berstatus tersangka penerima suap yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengakuan penggunaan sandi atau kode khusus tersebut disampaikan Muhammad Kurniawan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum pada KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (8/6/2017).
Kurniawan bersaksi untuk terdakwa pemberi suap Rp23,261 miliar Komisaris Utama PT Cahayamas Perkasa So Kok Seng alias Tan Frenky Tanaya alias Aseng.
Bersama Kurniawan, ikut bersaksi juga di antaranya Kepala Subdirektorat Perencanaan Sumber Daya Air Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Lilik Retno Cahyadiningsih dan Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Maluku pada BPJN IX Maluku Utara Supardi.
Adapun perkara kasus ini adalah dugaan suap pengurusan pembahasan dan pengesahan program aspirasi Komisi V DPR dalam APBN Kementerian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 2016 dan 2015 yang disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara.
Pada awal kesaksiannya, Kurniawan mengaku pernah menjadi staf honorer di Fraksi PKS DPR sebelum menjadi anggota DPRD PKS Kota Bekasi. Saat menjadi staf honorer, Kurniawan mengenal Yudi Widiana Adia pada 2014. Yudi dikenal Kurniawan sebagai salah satu politikus senior di PKS. Kurniawan juga mengenal Aseng sejak 2008.
Dalam perkembangannya, Aseng meminta akses alokasi anggaran proyek program aspirasi anggota DPR. Pada 2014, Kurniawan mendapat data-data usulan proyek dari Aseng. Kemudian usulan tersebut disalurkan dan disampaikan ke Yudi.
"Kemudian dalam komunikasi selanjutnya beliau (Yudi) sering panggil saya dan meminta saya menyampaikan informasi atau konfirmasi beberapa hal urusan Komisi V ke Kementerian PUPR. Termasuk ke Pak Sutardi dan Bu Lilik. Sejak itulah ada komunikasi pengurusan Aseng dan Pak Yudi," kata Kurniawan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dia membenarkan, usulan proyek Aseng yang kemudian menjadi program aspirasi yang diurus Yudi yakni pada tahun anggaran 2015 dan 2015.
Untuk negosiasi pengurusan, Yudi tidak langsung ke Aseng. Yudi meminta dan memerintahkan Kurniawan untuk berkomunikasi intens dengan Aseng. Untuk program aspirasi yang diurus, Yudi meminta Aseng menyediakan komitmen fee 5 persen.
"Realisasinya tidak langsung ke Pak Yudi. Beliau tidak mau ketemu langsung dengan Aseng. Pak Yudi minta serahkan lewat Paroli alias Asep. Awalnya saya dikenalkan Pak Yudi, namanya Asep. Kemudian saya tahu nama aslinya Paroli," paparnya.
Kurniawan membenarkan, secara keseluruhan uang untuk Yudi diberikan Aseng lebih dari Rp11 miliar. Uang tersebut diserahkan secara bertahap kepada Yudi lewat Asep. Kurniawan mengakui uang untuk Yudi dari Aseng dalam bentuk dollar Amerika Serikat (USD) dan rupiah.
Uang ada yang diambil Kurniawan di Surabaya dan ada juga diambil di Jakarta dari tangan Aseng. "Uang itu untuk proyek di Maluku. Itu hasil pembicaraan saya dengan Pak Yudi yang minta 5 persen. Saya sampaikan ke Pak Aseng," ucapnya.
Dia memastikan, ada komunikasi melalui telepon seluler dengan Yudi dalam proses pengurusan usulan Aseng dalam bentuk proyek infrastruktur sebagai program aspirasi Yudi, proses permintaan uang, hingga realisasi dan penyerahan uang yang diduga suap. Hal itu terkait dengan adanya short message service (SMS) pada 14 Mei 2015.
Jaksa Arin Karniasari dan Tri Anggoro Mukti lantas mencecar Kurniawan tentang isi SMS. Jaksa Arin, isi pesan dalam SMS antara Yudi dan Kurniawan berisi tentang kode-kode khusus atau istilah-istilah khusus atau sandi korupsi yang dikomunikasikan antar keduanya.
Berikut petikan transkip SMS Iwan dengan Yudi pada 14 Mei 2015.
Iwan: semalam sdh liqo dengan asp ya
Yudi: Naam, brp juz?
Iwan: sekitar 4 juz lebih campuran
Iwan: itu ikwah ambon yg selesaikan, masih ada minus juz yg agak susah kemarin, skrg tinggal tunggu yg mahad jambi
Yudi: Naam.. Yg pasukn lili blm konek lg?
Iwan: sdh respon bebeberapa..pekan depan coba dipertemukan lagi sisanya.
Kurniawan menjelaskan, liqo adalah bahasa Arab yang berarti bertemu. Sedangkan Asp maksudnya Asep, naam berapa juz artinya iya berapa bagian atau berapa banyak, sekitar 4 juz campuran dimaknai uang Rp4 miliar yang pecahannya tidak hanya rupiah tapi juga USD, dan ikhwah Ambon adalah perujuk bagi Aseng.
"Kenapa pakai istilah-istilah khusus?" cecar Jaksa Arin.
Kurniawan mengklaim tidak ada maksud khusus dalam penggunaan kata, frasa, atau kalimat dalam SMS tersebut. Penggunaannya mengalir saja. Lebih khusus tentang "juz", Kurniawan mengaku hanya menjawab dengan meneruskan pertanyaan Yudi.
"Enggak ada kesepakatan apa-apa soal kalimat. Spontan aja. Intinya, maksud pertanyaan Pak Yudi itu saya paham," tandasnya.
JPU Tri lantas mengonfirmasi isi percakapan SMS tentang "mahad Jambi" dan "pasukan lili". Kurniawan menuturkan, mahad bermakna kantor. Sedangkan frasa mahad Jambi, kata dia, merujuk Kantor Balai Sumber Daya Air (SDA) Provinsi Jambi.
Diketahui, Balai tersebut berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) SDA Kementerian PUPR. Sedangkan Lili dalam SMS bermakna Kepala Subdirektorat Perencanaan Sumber Daya Air Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Lilik Retno Cahyadiningsih.
Pembicaraan tentang mahad Jambi tadi terjadi karena sebelumnya Kurniawan sudah menerima data-data proyek termasuk nomor-nomor telepon balai-balai SDA. Data tersebut ada yang diterima Kurniawan dari Yudi. Pasalnya, Yudi juga berkeinginan mengurusi proyek SDA di Jambi.
"Ada balai-balai sudah dihubungi, ada juga yang belum. Sudah ada rekapan (judul-judul proyek di balai-balai SDA), saya menerima hasil rekapan," kata Kurniawan.
Sehubungan dengan Balai SDA Jambi, kata dia,ada juga perintah lain Yudi. Yudi pernah meminta bantuan Kurniawan agar melakukan pengurusan terhadap seseorang bernama Bambang untuk menjadi Kepala Balai SDA Jambi.
Sebelum itu, biodata (CV) Bambang sudah masuk dan sampai ke tangan Yudi. Tapi, Kurniawan tidak mengetahui perkembangan pengurusan tersebut.
"Pak Yudi yang perintah. Itu datanya yang sampaikan beliau. Saya enggak tahu perkembangannya seperti apa, tapi saya diminta," katanya.
Yudi Widiana Adia adalah Wakil Ketua Komisi V DPR dari Fraksi PKS yang kini duduk di Komisi VI DPR. Saat ini Yudi berstatus tersangka penerima suap yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengakuan penggunaan sandi atau kode khusus tersebut disampaikan Muhammad Kurniawan saat dihadirkan Jaksa Penuntut Umum pada KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (8/6/2017).
Kurniawan bersaksi untuk terdakwa pemberi suap Rp23,261 miliar Komisaris Utama PT Cahayamas Perkasa So Kok Seng alias Tan Frenky Tanaya alias Aseng.
Bersama Kurniawan, ikut bersaksi juga di antaranya Kepala Subdirektorat Perencanaan Sumber Daya Air Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Lilik Retno Cahyadiningsih dan Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Maluku pada BPJN IX Maluku Utara Supardi.
Adapun perkara kasus ini adalah dugaan suap pengurusan pembahasan dan pengesahan program aspirasi Komisi V DPR dalam APBN Kementerian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 2016 dan 2015 yang disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku Utara.
Pada awal kesaksiannya, Kurniawan mengaku pernah menjadi staf honorer di Fraksi PKS DPR sebelum menjadi anggota DPRD PKS Kota Bekasi. Saat menjadi staf honorer, Kurniawan mengenal Yudi Widiana Adia pada 2014. Yudi dikenal Kurniawan sebagai salah satu politikus senior di PKS. Kurniawan juga mengenal Aseng sejak 2008.
Dalam perkembangannya, Aseng meminta akses alokasi anggaran proyek program aspirasi anggota DPR. Pada 2014, Kurniawan mendapat data-data usulan proyek dari Aseng. Kemudian usulan tersebut disalurkan dan disampaikan ke Yudi.
"Kemudian dalam komunikasi selanjutnya beliau (Yudi) sering panggil saya dan meminta saya menyampaikan informasi atau konfirmasi beberapa hal urusan Komisi V ke Kementerian PUPR. Termasuk ke Pak Sutardi dan Bu Lilik. Sejak itulah ada komunikasi pengurusan Aseng dan Pak Yudi," kata Kurniawan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dia membenarkan, usulan proyek Aseng yang kemudian menjadi program aspirasi yang diurus Yudi yakni pada tahun anggaran 2015 dan 2015.
Untuk negosiasi pengurusan, Yudi tidak langsung ke Aseng. Yudi meminta dan memerintahkan Kurniawan untuk berkomunikasi intens dengan Aseng. Untuk program aspirasi yang diurus, Yudi meminta Aseng menyediakan komitmen fee 5 persen.
"Realisasinya tidak langsung ke Pak Yudi. Beliau tidak mau ketemu langsung dengan Aseng. Pak Yudi minta serahkan lewat Paroli alias Asep. Awalnya saya dikenalkan Pak Yudi, namanya Asep. Kemudian saya tahu nama aslinya Paroli," paparnya.
Kurniawan membenarkan, secara keseluruhan uang untuk Yudi diberikan Aseng lebih dari Rp11 miliar. Uang tersebut diserahkan secara bertahap kepada Yudi lewat Asep. Kurniawan mengakui uang untuk Yudi dari Aseng dalam bentuk dollar Amerika Serikat (USD) dan rupiah.
Uang ada yang diambil Kurniawan di Surabaya dan ada juga diambil di Jakarta dari tangan Aseng. "Uang itu untuk proyek di Maluku. Itu hasil pembicaraan saya dengan Pak Yudi yang minta 5 persen. Saya sampaikan ke Pak Aseng," ucapnya.
Dia memastikan, ada komunikasi melalui telepon seluler dengan Yudi dalam proses pengurusan usulan Aseng dalam bentuk proyek infrastruktur sebagai program aspirasi Yudi, proses permintaan uang, hingga realisasi dan penyerahan uang yang diduga suap. Hal itu terkait dengan adanya short message service (SMS) pada 14 Mei 2015.
Jaksa Arin Karniasari dan Tri Anggoro Mukti lantas mencecar Kurniawan tentang isi SMS. Jaksa Arin, isi pesan dalam SMS antara Yudi dan Kurniawan berisi tentang kode-kode khusus atau istilah-istilah khusus atau sandi korupsi yang dikomunikasikan antar keduanya.
Berikut petikan transkip SMS Iwan dengan Yudi pada 14 Mei 2015.
Iwan: semalam sdh liqo dengan asp ya
Yudi: Naam, brp juz?
Iwan: sekitar 4 juz lebih campuran
Iwan: itu ikwah ambon yg selesaikan, masih ada minus juz yg agak susah kemarin, skrg tinggal tunggu yg mahad jambi
Yudi: Naam.. Yg pasukn lili blm konek lg?
Iwan: sdh respon bebeberapa..pekan depan coba dipertemukan lagi sisanya.
Kurniawan menjelaskan, liqo adalah bahasa Arab yang berarti bertemu. Sedangkan Asp maksudnya Asep, naam berapa juz artinya iya berapa bagian atau berapa banyak, sekitar 4 juz campuran dimaknai uang Rp4 miliar yang pecahannya tidak hanya rupiah tapi juga USD, dan ikhwah Ambon adalah perujuk bagi Aseng.
"Kenapa pakai istilah-istilah khusus?" cecar Jaksa Arin.
Kurniawan mengklaim tidak ada maksud khusus dalam penggunaan kata, frasa, atau kalimat dalam SMS tersebut. Penggunaannya mengalir saja. Lebih khusus tentang "juz", Kurniawan mengaku hanya menjawab dengan meneruskan pertanyaan Yudi.
"Enggak ada kesepakatan apa-apa soal kalimat. Spontan aja. Intinya, maksud pertanyaan Pak Yudi itu saya paham," tandasnya.
JPU Tri lantas mengonfirmasi isi percakapan SMS tentang "mahad Jambi" dan "pasukan lili". Kurniawan menuturkan, mahad bermakna kantor. Sedangkan frasa mahad Jambi, kata dia, merujuk Kantor Balai Sumber Daya Air (SDA) Provinsi Jambi.
Diketahui, Balai tersebut berada di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) SDA Kementerian PUPR. Sedangkan Lili dalam SMS bermakna Kepala Subdirektorat Perencanaan Sumber Daya Air Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Lilik Retno Cahyadiningsih.
Pembicaraan tentang mahad Jambi tadi terjadi karena sebelumnya Kurniawan sudah menerima data-data proyek termasuk nomor-nomor telepon balai-balai SDA. Data tersebut ada yang diterima Kurniawan dari Yudi. Pasalnya, Yudi juga berkeinginan mengurusi proyek SDA di Jambi.
"Ada balai-balai sudah dihubungi, ada juga yang belum. Sudah ada rekapan (judul-judul proyek di balai-balai SDA), saya menerima hasil rekapan," kata Kurniawan.
Sehubungan dengan Balai SDA Jambi, kata dia,ada juga perintah lain Yudi. Yudi pernah meminta bantuan Kurniawan agar melakukan pengurusan terhadap seseorang bernama Bambang untuk menjadi Kepala Balai SDA Jambi.
Sebelum itu, biodata (CV) Bambang sudah masuk dan sampai ke tangan Yudi. Tapi, Kurniawan tidak mengetahui perkembangan pengurusan tersebut.
"Pak Yudi yang perintah. Itu datanya yang sampaikan beliau. Saya enggak tahu perkembangannya seperti apa, tapi saya diminta," katanya.
(dam)