Positif dan Negatif Terkait Keterlibatan TNI Tangani Terorisme

Senin, 05 Juni 2017 - 17:29 WIB
Positif dan Negatif...
Positif dan Negatif Terkait Keterlibatan TNI Tangani Terorisme
A A A
YOGYAKARTA - Anggota Komisi I DPR Sukamta mengatakan, ancaman teroris saat ini bentuknya bermacam-macam dan juga bertingkat-tingkat. Yang paling sederhana adalah ancaman keamanan menyangkut keamanan kerja-kerja terorisme.

"Tapi kita juga harus tahu ada terorisme terorganisir, lintas negara, bersenjata, salah satunya paling terkenal ISIS. Itu bukan lagi sebatas ancaman yang sifatnya lokal sporadis, tapi sudah mengancam pada level negara," kata Sukamta, Senin (5/6/2017).

Masalahnya kata dia, di undang-undang sekarang ini sedang terjadi tarik ulur tentang definisi terorisme. Karena definisi lama terorisme itu masuk kategori tindak pidana. Kalau tindak pidana yang menangani adalah kepolisian.

"Sekarang proses tarik ulur definisi ini belum selesai di pemerintah. Presiden menghendaki ada keterlibatan TNI, tapi sepanjang terorisme itu tindak pidana, tidak mungkin TNI masuk dalam penanganan terorisme," ucapnya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini melihat ada pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Yakni, definisi terorisme ini yang musti diubah jika penanganan terorisme melibatkan TNI.

"Saya kira mulai dari situ, definisi yang diubah dulu, bukan sebatas ancaman keamanan, tapi lebih luas karena sudah mengancam kehidupan negara," jelasnya.

Aktifitas teroris seperti ISIS kata dia, sudah jelas mengancam negara sehingga harus ditangani oleh negara. Menurutnya, ancaman kualitas dan kuantitas saat ini makin hebat.

Jaringan, senjata, dan orang-orangnya kelompok teroris ini makin canggih, maka penanganannya juga harus lebih baik, tidak boleh hanya sepadan, apalagi lebih canggih kelompok teroris.

"Pilihannya ada dua kalau kita hadapi. Kalau hanya dengan polisi saja, maka dia harus dimiliterisasi, senjata harus dipercanggih, kemampuannya harus lebih baik dari teroris, tidak cukup hanya sepadan, harus lebih baik," tuturnya.

(Baca juga: Pelibatan TNI Berantas Terorisme Bisa Melalui Keputusan Politik Presiden)

Piihan kedua kata dia, menggunakan alat negara yang sudah ada, TNI misalnya karena memang dilatih perang, punya peralatan cukup dan mumpuni.

"Masing-masing punya plus minus, polisi yang dimiliterisasi ini nanti sampai mana batasnya, bagaimana kontrolnya," katanya.

Kepolisian kata dia, menangani warga sipil. Kalau polisi dimiliterisasi kemudian tiba-tiba rakyat dihadapi dengan cara-cara militer, menurutnya juga tidak pas. Sementara kekhawatiran terulang masa lalu kalau militer yang menangani.

"Plus minus ini harus ditimbang, siapapun yang diberi kewenangan oleh negara untuk menangani terorisme dengan senjata yang berat, tidak boleh melampaui kewenangannya. Tidak boleh merusak sistem demokrasi kita," tandasnya.
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1344 seconds (0.1#10.140)