Sekolah dan Kekerasan

Sabtu, 20 Mei 2017 - 08:14 WIB
Sekolah dan Kekerasan
Sekolah dan Kekerasan
A A A
TRAGEDI kematian taruna Akademi Kepolisian (Akpol) Semarang berpangkat brigadir tingkat II, Mohammad Adam, yang diduga dianiaya para seniornya pada Kamis (18/5/2017) membuktikan betapa susahnya menghilangkan budaya kekerasan yang terjadi di sekolah kedinasan. Perlu langkah yang luar biasa untuk merombak total sistem pendidikan dan budaya kekerasan yang sudah melekat di sekolah kedinasan seperti Akpol.

Kasus sebagaimana meninggalnya Mohammad Adam ini bukan hal yang baru terjadi. Sebelumnya tercatat banyak sekali kasus sejenis yang mengakibatkan para siswa kehilangan nyawa akibat kekerasan berlebihan yang terjadi di lingkungan kampusnya.

Pada Januari 2017, misalnya, Amirulloh Adityas Putra, 19, taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Cilincing, Jakarta Utara, tewas dianiaya empat seniornya. Selang sebulan, tragedi yang tak kalah konyol pun menimpa mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Kekerasan terjadi kepada para peserta Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) UII di Tologodlingo, Desa Gondosuli, Tawangmangu hingga menyebabkan tiga mahasiswanya tewas mengenaskan. Mereka meninggal akibat luka-luka di sekujur tubuhnya yang diduga dianiaya para seniornya. Mereka mati sia-sia karena budaya kekerasan yang turun-menurun di sekolah tersebut.

Dalam salah satu video rekaman lama yang beredar, terlihat jelas bagaimana tindakan yang tidak patut dilakukan para taruna senior di sebuah sekolah kedinasan kepada para yuniornya. Mereka memukul, menampar, menendang para yuniornya seenaknya tanpa para yunior bisa membalas sama sekali. Sungguh miris dan konyol.

Menilik berbagai peristiwa tersebut, sudah saatnya pemerintah dan aparat hukum bertindak tegas. Kematian sia-sia para siswa tersebut yang rata-rata dianiaya seniornya merupakan peristiwa luar biasa yang perlu mendapatkan perhatian serius dari semua pihak.

Kita tak boleh lagi membiarkan kejadian demikian terulang lagi. Jangan sampai anak didik kita yang dipersiapkan menjadi pemimpin bangsa masa depan mati sia-sia akibat tindakan konyol yang sama sekali tidak beradab tersebut.

Masih maraknya tindak kekerasan di sekolah-sekolah kedinasan atau mungkin di kampus-kampus, terutama saat kegiatan ekstrakulikuler, disebabkan sejumlah hal. Pertama, ketidakseriusan pihak sekolah dalam memberantas atau menghilangkan budaya kekerasan di kampus tersebut.

Bahkan tidak jarang para pengajarnya membiarkan atau bahkan ada oknum yang sengaja memelihara budaya tersebut sebagai salah satu bentuk pembelajaran disiplin. Budaya kekerasan tersebut sudah lama terjadi dan karena sudah lama, turun-temurun, akhirnya menjadi seperti sebuah kewajaran.

Kedua, banyak sekolah kedinasan yang masih menjiplak pendidikan bergaya kemiliteran. Padahal seharusnya tidak semua pendidikan militer cocok diterapkan untuk sekolah-sekolah kedinasan, terutama soal kekerasan tersebut.

Ingat sekolah kedinasan seperti Akpol merupakan sekolah pencetak polisi yang akan menjadi pelayan dan pengayom masyarakat. Bagaimana jadinya kalau saat pendidikan mereka menerima atau mengalami berbagai kekerasan? Tentu dampaknya akan berpengaruh pada kondisi psikologisnya yang cenderung berorientasi pada kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Ini tentu berbahaya bukan?

Ketiga, hukuman yang diberikan kepada para pelaku kekerasan di sekolah masih tergolong rendah. Sudah seharusnya aparat hukum bersikap tegas atas masalah ini.

Para siswa yang berani melakukan kekerasan harus ditindak tegas dan diseret ke pengadilan dengan hukuman yang tinggi. Kalau perlu pemerintah tak hanya menghukum pelakunya, tetapi juga harus memberikan sanksi tegas kepada para pengajarnya yang dinilai lalai atau permisif terhadap kekerasan di sekolahnya.

Untuk memberantas budaya kekerasan yang kerap terjadi di sekolah kedinasan seperti di Akpol maupun di sekolah umum memang tidak mudah. Namun hal itu bukan tidak mungkin dilakukan.

Tragedi yang menimpa Mohammad Adam ini harus dijadikan momentum untuk menghapus segala jenis kekerasan di sekolah baik kedinasan maupun sekolah pendidikan umum. Hanya dengan keseriusan dan niat baik yang tinggi dari pemerintah dan aparat hukum, berbagai masalah kekerasan di sekolah bisa diatasi secara tuntas. Tanpa ketegasan dan keseriusan itu, tragedi sebagaimana yang menimpa Mohammad Adam dipastikan akan terulang.

Banyak yang bisa dilakukan untuk menutup lembaran hitam kekerasan di sekolah. Misalnya dengan mengubah kurikulum, merombak total para pengajar hingga sanksi tegas bagi siapa pun yang terlibat kekerasan.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8757 seconds (0.1#10.140)