Gerakan Mahasiswa Kristen Nilai Pembubaran HTI Cederai Demokrasi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) melalui Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto, yang akan membubarkan Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dinilai sebagai kebijakan yang reaktif dan tidak matang.
Hal itu dikatakan Pengurus Pusat (PP) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Ketua Umum PP GMKI Sahat Martin Philip Sinurat mengatakan, terkesan kebijakan ini merupakan tindakan reaktif yang tidak direncanakan dengan matang.
"Sementara di sisi lain, Dewan Kerukunan Nasional dan Unit Pemantapan Ideologi Pancasila yang dicanangkan Presiden sejak berbulan-bulan lalu untuk pengarustamaan Pancasila dan upaya deradikalisasi di tengah masyarakat, malah belum terbentuk sampai sekarang," kata Sahat Martin dalam siaran pers, Selasa (9/5/2017).
Diakui Sahat Martin, kebijakan yang dilakukan pemerintah bisa menjadi celah untuk melakukan pembungkaman terhadap demokrasi yang sesungguhnya. Setiap warga negara Indonesia seharusnya mempunyai kebebasan untuk mempelajari ideologi apa pun.
"Pembungkaman ini menambah cidera pada kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Sebagai kelompok masyarakat terbesar di Indonesia, tentunya masyarakat Islam ada yang tersakiti dengan pernyataan ini," ungkapnya.
"Jika memang Pemerintah serius dalam menegakkan aturan, seharusnya Pemerintah mendaftarkan dulu gugatannya baru berbicara, bukan sekadar melakukan 'gertakan' di hadapan publik," imbuh Sahat Martin.
(Baca juga: Ingin Bubarkan HTI, Tanda Rezim Jokowi Sudah Tak Mampu Berkuasa)
Menurutnya, tindakan ini bukan sebagai tindakan hukum, tetapi sebagai tindakan politis. Apalagi jika tindakan ini tidak dilanjutkan dengan pendekatan hukum juga pendekatan dialog di akar rumput.
"Dikuatirkan malah akan ada gerakan yang lebih massif yang akan semakin merepotkan pemerintah dan mengganggu kerukunan dan kebersamaan di tengah rakyat Indonesia yang beragam," tandasnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto mengatakan, berdasarkan hasil kajian bersama instansi terkait, HTI dianggap sebagai ormas yang bertentangan dengan Pancasila atau anti-Pancasila.
"Mencermati berbagai pertimbangan di atas serta menyerap aspirasi masyarakat, maka pemerintah perlu mengambil langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI," kata Wiranto dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin 8 Mei 2017.
Wiranto menegaskan, pembubaran HTI ini dianggap bukan karena pemerintah anti-terhadap ormas Islam. Namun keputusan tersebut dikatakannya demi kepentingan untuk merawat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Menurut dia, pembubaran itu berdasarkan mekanisme dan langkah hukum yang diatur dalam undang-undang. "Oleh karena itu nanti akan ada proses pengajuan kepada suatu lembaga peradilan. Pemerintah tidak sewenang wenang, tetapi tetap bertumpu pada hukum yang berlaku," tuturnya.
Hal itu dikatakan Pengurus Pusat (PP) Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Ketua Umum PP GMKI Sahat Martin Philip Sinurat mengatakan, terkesan kebijakan ini merupakan tindakan reaktif yang tidak direncanakan dengan matang.
"Sementara di sisi lain, Dewan Kerukunan Nasional dan Unit Pemantapan Ideologi Pancasila yang dicanangkan Presiden sejak berbulan-bulan lalu untuk pengarustamaan Pancasila dan upaya deradikalisasi di tengah masyarakat, malah belum terbentuk sampai sekarang," kata Sahat Martin dalam siaran pers, Selasa (9/5/2017).
Diakui Sahat Martin, kebijakan yang dilakukan pemerintah bisa menjadi celah untuk melakukan pembungkaman terhadap demokrasi yang sesungguhnya. Setiap warga negara Indonesia seharusnya mempunyai kebebasan untuk mempelajari ideologi apa pun.
"Pembungkaman ini menambah cidera pada kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Sebagai kelompok masyarakat terbesar di Indonesia, tentunya masyarakat Islam ada yang tersakiti dengan pernyataan ini," ungkapnya.
"Jika memang Pemerintah serius dalam menegakkan aturan, seharusnya Pemerintah mendaftarkan dulu gugatannya baru berbicara, bukan sekadar melakukan 'gertakan' di hadapan publik," imbuh Sahat Martin.
(Baca juga: Ingin Bubarkan HTI, Tanda Rezim Jokowi Sudah Tak Mampu Berkuasa)
Menurutnya, tindakan ini bukan sebagai tindakan hukum, tetapi sebagai tindakan politis. Apalagi jika tindakan ini tidak dilanjutkan dengan pendekatan hukum juga pendekatan dialog di akar rumput.
"Dikuatirkan malah akan ada gerakan yang lebih massif yang akan semakin merepotkan pemerintah dan mengganggu kerukunan dan kebersamaan di tengah rakyat Indonesia yang beragam," tandasnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto mengatakan, berdasarkan hasil kajian bersama instansi terkait, HTI dianggap sebagai ormas yang bertentangan dengan Pancasila atau anti-Pancasila.
"Mencermati berbagai pertimbangan di atas serta menyerap aspirasi masyarakat, maka pemerintah perlu mengambil langkah hukum secara tegas untuk membubarkan HTI," kata Wiranto dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin 8 Mei 2017.
Wiranto menegaskan, pembubaran HTI ini dianggap bukan karena pemerintah anti-terhadap ormas Islam. Namun keputusan tersebut dikatakannya demi kepentingan untuk merawat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Menurut dia, pembubaran itu berdasarkan mekanisme dan langkah hukum yang diatur dalam undang-undang. "Oleh karena itu nanti akan ada proses pengajuan kepada suatu lembaga peradilan. Pemerintah tidak sewenang wenang, tetapi tetap bertumpu pada hukum yang berlaku," tuturnya.
(maf)