Sahkan Angket KPK, 4 Pimpinan DPR Diadukan ke MKD
Rabu, 03 Mei 2017 - 16:10 WIB

Sahkan Angket KPK, 4 Pimpinan DPR Diadukan ke MKD
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melaporkan 4 Pimpinan DPR yakni Fahri Hamzah, Setya Novanto, Taufik Kurniawan, dan Agus Hermanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), lantaran menabrak mekanisme pengambilan keputusan dalam rapat paripurna ke-23 masa sidang IV tahun 2016-2017 pada Jumat 28 April 2017 lalu, terkait hak angket atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya itu pernah jadi anggota DPRD Surakarta tahun 97-99. Waktu itu karena usia termuda juga pernah jadi pimpinan sementara. Melihat persidangan (rapat paripurna ke-23) banyak yang janggal dan tidak sesuai mekanisme," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/5/2017).
Boyamin membeberkan, kesalahan prosedur itu yakni pertama, tidak dilakukan voting ketika ada anggota yang menolak hak angket bahkan berujung pada aksi walk out. Karena, dalam UU Nomor 17/2015 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dan Peraturan DPR nomor 1/2014 tentang Tata Tertib DPR (Tatib DPR) tata cara pengambilan keputusan itu hanya dua cara yakni aklamasi dan voting.
"Nah, ketika ada yang menolak tapi kemudian bablas engine itu kemarin juga tidak voting maka menjadi kesulitan, risalah rapatnya itu kemudian pengambilan keputusan itu kemarin dengan cara apa? aklamasi tidak karena masih ada yang menolak dan interupsi. sementara voting juga tidak dilakukan," bebernya.
Kemudian lanjutnya, dalam pengambilan keputusan kemarin tidak dilakukan penghitungan Anggota DPR secara fisik karena, penggunaan hak angket itu bisa dilakukan dengan minimal kehadiran separuh Anggota DPR dari 560 anggota, dan hak angket bisa disetujui jika diamini oleh 50%+1 dari Anggota yabg hadir. Sementara, bisa dilihat sendiri bahwa banyak kursi anggota yang kosong.
"Kenapa tidak dihitung? Karena pasti kalau dihitung kelihatan belangnya," imbuhnya.
Ketiga sambungnya, biasanya dalam pengambilan keputusan di rapat apapun jika ada anggota atau fraksi yang tidak setuju maka perlu dilakukan forum lobi karena dalam pengambilan keputusan harus mengedepankan musyawarah untuk mufakat. Tapi bisa dilihat sendiri bahwa lobi itu tidak dilakukan oleh Pimpinan DPR waktu itu.
Dan terakhir, kata Boyamin, kejanggalan lainnya yakni tidak disampaikannya daftar pengusul hak angket seolah itu menjadi hal yang ditutup-tutupi. Semestinya, daftar pengusul itu menjadi suatu kebanggaan, terlebih banyak pengusul yang tanda tangan.
Contohnya saja uuslan hak angket Century Gate pada DPR periode lalu di mana ada 100 lebih anggota yang mengusulkan dan dibacakan. Sehingga, hal ini menimbulkan kerancuan di publik mengenai jumlah pengusul apakah benar telah memenuhi syarat.
"Jadi empat itu kita melihat pada posisi syarat formil atau persyaratan mekanisme dalam pengambilan persetujuan anggota DPR tidak memenuhi syarat, mekanisme dan melanggar tata tertib dan UU MD3," sesalnya.
Karena itu, Boyamin melaporkan 4 Pimpinan DPR ke MKD dj mana Fahri Hamzah sebagai teradu utama karena yang memimpin sidang kemarin. Lalu turut teradu yakni Setya Novanto, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan karena melakukan pembiaran dengan cara Fahri yang menyalahi aturan.
Semestinya, sebagai sesama pimpinan harus saling mengingatkan bahkan mengambil alih palu sidang. Sementara Fadli Zon melakukan walk out karena tidak bertanggung jawab dengan putusan yang diambil.
"Mestinya kalau tidak mampu mencegah Pak Fahri Hamzah bablas engine mestinya tiga yang lain juga walk out. Tapi membiarkan dan duduk manis di depan maka itu juga turut teradu. Kami juga akan meminta risalah rapat waktu itu," pungkasnya.
"Saya itu pernah jadi anggota DPRD Surakarta tahun 97-99. Waktu itu karena usia termuda juga pernah jadi pimpinan sementara. Melihat persidangan (rapat paripurna ke-23) banyak yang janggal dan tidak sesuai mekanisme," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/5/2017).
Boyamin membeberkan, kesalahan prosedur itu yakni pertama, tidak dilakukan voting ketika ada anggota yang menolak hak angket bahkan berujung pada aksi walk out. Karena, dalam UU Nomor 17/2015 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) dan Peraturan DPR nomor 1/2014 tentang Tata Tertib DPR (Tatib DPR) tata cara pengambilan keputusan itu hanya dua cara yakni aklamasi dan voting.
"Nah, ketika ada yang menolak tapi kemudian bablas engine itu kemarin juga tidak voting maka menjadi kesulitan, risalah rapatnya itu kemudian pengambilan keputusan itu kemarin dengan cara apa? aklamasi tidak karena masih ada yang menolak dan interupsi. sementara voting juga tidak dilakukan," bebernya.
Kemudian lanjutnya, dalam pengambilan keputusan kemarin tidak dilakukan penghitungan Anggota DPR secara fisik karena, penggunaan hak angket itu bisa dilakukan dengan minimal kehadiran separuh Anggota DPR dari 560 anggota, dan hak angket bisa disetujui jika diamini oleh 50%+1 dari Anggota yabg hadir. Sementara, bisa dilihat sendiri bahwa banyak kursi anggota yang kosong.
"Kenapa tidak dihitung? Karena pasti kalau dihitung kelihatan belangnya," imbuhnya.
Ketiga sambungnya, biasanya dalam pengambilan keputusan di rapat apapun jika ada anggota atau fraksi yang tidak setuju maka perlu dilakukan forum lobi karena dalam pengambilan keputusan harus mengedepankan musyawarah untuk mufakat. Tapi bisa dilihat sendiri bahwa lobi itu tidak dilakukan oleh Pimpinan DPR waktu itu.
Dan terakhir, kata Boyamin, kejanggalan lainnya yakni tidak disampaikannya daftar pengusul hak angket seolah itu menjadi hal yang ditutup-tutupi. Semestinya, daftar pengusul itu menjadi suatu kebanggaan, terlebih banyak pengusul yang tanda tangan.
Contohnya saja uuslan hak angket Century Gate pada DPR periode lalu di mana ada 100 lebih anggota yang mengusulkan dan dibacakan. Sehingga, hal ini menimbulkan kerancuan di publik mengenai jumlah pengusul apakah benar telah memenuhi syarat.
"Jadi empat itu kita melihat pada posisi syarat formil atau persyaratan mekanisme dalam pengambilan persetujuan anggota DPR tidak memenuhi syarat, mekanisme dan melanggar tata tertib dan UU MD3," sesalnya.
Karena itu, Boyamin melaporkan 4 Pimpinan DPR ke MKD dj mana Fahri Hamzah sebagai teradu utama karena yang memimpin sidang kemarin. Lalu turut teradu yakni Setya Novanto, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan karena melakukan pembiaran dengan cara Fahri yang menyalahi aturan.
Semestinya, sebagai sesama pimpinan harus saling mengingatkan bahkan mengambil alih palu sidang. Sementara Fadli Zon melakukan walk out karena tidak bertanggung jawab dengan putusan yang diambil.
"Mestinya kalau tidak mampu mencegah Pak Fahri Hamzah bablas engine mestinya tiga yang lain juga walk out. Tapi membiarkan dan duduk manis di depan maka itu juga turut teradu. Kami juga akan meminta risalah rapat waktu itu," pungkasnya.
(maf)