PKB: Pengesahan Hak Angket KPK Tidak Demokratis
A
A
A
JAKARTA - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menegaskan tetap menolak penggunaan hak angket untuk menyelidiki proses penanganan hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sikap tersebut ditegaskan Fraksi PKB meski rapat paripurna DPR telah mengambil keputusan menyetujui usulan penggunaan hak angket.
Sekretaris Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, fraksinya akan mempertanyakan kembali hasil rapat paripurna yang dinilainya tidak demokratis. Pertanyaan itu dikatakannya akan diungkap Fraksi PKB dalam rapat-rapat angket.
Cucun juga menyesalkan sikap pimpinan rapat yang mengabaikan sikap tiga fraksi yang meninggalkan ruangan atau walk out saat rapat paripurna.
Menurut dia, pimpinan rapat seharusnya menunda rapat untuk menggelar rapat konsultasi. Langkah tersebut dinilainya perlu diambil karena sikap peserta rapat tidak bulat.
"Justru kita akan menanyakan rapat paripurnanya nanti pas (rapat) angket dimulai. Nah ada mekanisme lain seperti voting. Voting kan bagian dari musyawarah mufakat," tutur Cucun di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (28/4/2017).
Dia menilai hasil rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah merupakan keputusan secara sepihak. "Kalau rapat paripurnanya semacam tadi kan itu menunjukkan hak 560 anggota Dewan dirampas oleh pimpinan," ujar dia.
Cucun menegaskan Fraksi PKB akan memaksimalkan sikap penolakan melalui anggotanya di Komisi III DPR saat rapat-rapat angket. "Kita tetap menolak mekanisme angket, ada Komisi III yang bisa memaksimalkan fungsi pengawasan," ucapnya.
Usulan hak angket bermula dari keinginan sejumlah anggota Komisi III yang meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam R Haryani, anggota Fraksi Hanura dalam penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Dalam pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), penyidik Novel Baswedan mengungkapkan Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR.
Tidak terima dianggap menekan, sejumlah anggota Komisi III meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam. Permintaan tersebut ditolak KPK dengan alasan rekaman itu terkait proses penyidikan kasus korupsi dana proyek pengadaan e-KTP.
Sikap tersebut ditegaskan Fraksi PKB meski rapat paripurna DPR telah mengambil keputusan menyetujui usulan penggunaan hak angket.
Sekretaris Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal mengatakan, fraksinya akan mempertanyakan kembali hasil rapat paripurna yang dinilainya tidak demokratis. Pertanyaan itu dikatakannya akan diungkap Fraksi PKB dalam rapat-rapat angket.
Cucun juga menyesalkan sikap pimpinan rapat yang mengabaikan sikap tiga fraksi yang meninggalkan ruangan atau walk out saat rapat paripurna.
Menurut dia, pimpinan rapat seharusnya menunda rapat untuk menggelar rapat konsultasi. Langkah tersebut dinilainya perlu diambil karena sikap peserta rapat tidak bulat.
"Justru kita akan menanyakan rapat paripurnanya nanti pas (rapat) angket dimulai. Nah ada mekanisme lain seperti voting. Voting kan bagian dari musyawarah mufakat," tutur Cucun di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Jumat (28/4/2017).
Dia menilai hasil rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah merupakan keputusan secara sepihak. "Kalau rapat paripurnanya semacam tadi kan itu menunjukkan hak 560 anggota Dewan dirampas oleh pimpinan," ujar dia.
Cucun menegaskan Fraksi PKB akan memaksimalkan sikap penolakan melalui anggotanya di Komisi III DPR saat rapat-rapat angket. "Kita tetap menolak mekanisme angket, ada Komisi III yang bisa memaksimalkan fungsi pengawasan," ucapnya.
Usulan hak angket bermula dari keinginan sejumlah anggota Komisi III yang meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam R Haryani, anggota Fraksi Hanura dalam penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).
Dalam pemeriksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), penyidik Novel Baswedan mengungkapkan Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR.
Tidak terima dianggap menekan, sejumlah anggota Komisi III meminta KPK membuka rekaman pemeriksaan Miryam. Permintaan tersebut ditolak KPK dengan alasan rekaman itu terkait proses penyidikan kasus korupsi dana proyek pengadaan e-KTP.
(dam)