Lagi, Wacana Ibu Kota
A
A
A
WACANA pemindahan ibu kota bergulir lagi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ide pemindahan ibu kota bukan hal baru sebab sejak masa Presiden Soekarno sudah didengungkan.
Untuk mematangkan wacana tersebut, Presiden telah meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengkaji lebih jauh. Memang, memindahkan ibu kota beserta pusat pemerintahan bukanlah persoalan gampang.
Sejumlah pertimbangan dan kajian harus dilakukan secara cermat sebelum diputuskan memindahkan ibu kota ke wilayah yang dipilih. Ada baiknya pemerintah belajar dari pengalaman sejumlah negara yang sukses memindahkan ibu kota, seperti ibu kota Brasil dari Rio de Janeiro ke Brasilia.
Dalam sepekan ini, perbincangan seputar wacana pemindahan ibu kota menjadi topik unggulan yang mendapat perhatian serius masyarakat. Hal itu wajar saja karena kabar tersebut langsung berembus dari pusat kekuasaan alias Istana Negara.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menyebut Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah telah menjadi pertimbangan Presiden Jokowi sebagai ibu kota negara. Salah satu pertimbangan orang nomor satu di negeri ini agar posisi pusat pemerintahan lebih Indonesia sentris.
Hanya, pemerintah belum bersedia melangkah lebih jauh sebelum ada rekomendasi dari pihak Bappenas. Apa saja yang dikaji pihak Bappenas untuk menjadikan sebuah wilayah sebagai ibu kota? Menteri Bappenas/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro sedikit membocorkan bahwa salah satu yang dikaji adalah kriteria kota calon pengganti Jakarta sebagai ibu kota.
Kriteria kota yang dipilih harus memiliki kondisi alam yang stabil dengan kata lain potensi terjadinya bencana alam sangat kecil, dan adanya ketersediaan tanah milik negara yang besar untuk kebutuhan pembangunan seluruh fasilitas kementerian dan lembaga. Selain itu, pihak Bappenas juga mensyaratkan kota yang dipilih berlokasi di luar Pulau Jawa.
Pertimbangannya pemindahan ibu kota bakal memicu pusat pertumbuhan di kota baru dan wilayah sekitarnya. Salah satu kota yang sedang dikaji Bappenas adalah Palangkaraya yang ditargetkan rampung pada 2019 mendatang.
Mengapa pemerintah memilih pengganti ibu kota Jakarta jatuh pada Kota Palangkaraya? Kalau merunut dari perjalanan sejarah bangsa ini, pemilihan Palangkaraya sebagai calon ibu kota sudah digaungkan Presiden Soekarno.
Presiden pertama RI itu punya alasan bahwa posisi Palangkaraya tepat di tengah wilayah Indonesia. Selain kotanya cukup luas, juga strategis dan relatif aman dari bencana alam. Seandainya tidak terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965, sebagaimana dikisahkan sejarawan Anhar Gonggong maka pusat pemerintahan Indonesia sudah di Palangkaraya.
Presiden Soekarno telah merancang pemisahan antara pusat pemerintahan dan pusat ekonomi melalui program berencana semesta. Sayangnya, rencana tersebut kandas di tengah jalan karena rezim Soekarno berakhir dengan terpaksa dan di zaman Presiden Soeharto program tersebut layu sebelum berkembang.
Selain Palangkaraya, seperti dituturkan Anhar Gonggong, Proklamator Indonesia itu juga menunjuk Bogor dan Makassar sebagai alternatif ibu kota. Belakangan Bogor dinyatakan tidak memenuhi syarat karena masih dekat dengan Jakarta, sedangkan Makassar selain sebagai kota yang sudah terbentuk, posisinya juga cukup ideal untuk menjadi ibu kota, namun Soekarno menghendaki munculnya kota baru yang memang dicanangkan untuk pusat pemerintahan.
Pada zaman Presiden Soeharto sempat melirik Jonggol, Jawa Barat sebagai calon ibu kota, namun hanya sebatas rencana. Lalu, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melontarkan ide memperluas wilayah cakupan Jakarta sebagai ibu kota menjadi The Greater Jakarta yang meliputi Sukabumi dan Purwakarta. Namun, semuanya berakhir sebatas wacana.
Pemindahan ibu kota selain membutuhkan persiapan yang matang, juga biaya yang tidak sedikit. Terkait pembiayaan, Presiden Jokowi sudah menegaskan bahwa program pemindahan ibu kota tersebut jangan sampai membebani keuangan negara.
Karena itu, Bappenas juga ditugaskan mengkaji skema pembiayaan yang kreatif, salah satu targetnya adalah melibatkan pihak swasta. Apakah pihak swasta berminat berpartisipasi? Jawabnya sangat bergantung seberapa besar pengembalian investasi dalam pembangunan kota baru sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan.
Tugas pemerintah bagaimana meyakinkan pihak swasta untuk meraih keuntungan dari modal yang ditanamkan. Ada kendala yang menghantui investor swasta adalah tak ada jaminan kota baru itu bertumbuh sesuai harapan mengingat pusat perekonomian tetap berada di Jakarta. Pemindahan ibu kota semoga tidak berakhir lagi sebagai wacana.
Untuk mematangkan wacana tersebut, Presiden telah meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengkaji lebih jauh. Memang, memindahkan ibu kota beserta pusat pemerintahan bukanlah persoalan gampang.
Sejumlah pertimbangan dan kajian harus dilakukan secara cermat sebelum diputuskan memindahkan ibu kota ke wilayah yang dipilih. Ada baiknya pemerintah belajar dari pengalaman sejumlah negara yang sukses memindahkan ibu kota, seperti ibu kota Brasil dari Rio de Janeiro ke Brasilia.
Dalam sepekan ini, perbincangan seputar wacana pemindahan ibu kota menjadi topik unggulan yang mendapat perhatian serius masyarakat. Hal itu wajar saja karena kabar tersebut langsung berembus dari pusat kekuasaan alias Istana Negara.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menyebut Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah telah menjadi pertimbangan Presiden Jokowi sebagai ibu kota negara. Salah satu pertimbangan orang nomor satu di negeri ini agar posisi pusat pemerintahan lebih Indonesia sentris.
Hanya, pemerintah belum bersedia melangkah lebih jauh sebelum ada rekomendasi dari pihak Bappenas. Apa saja yang dikaji pihak Bappenas untuk menjadikan sebuah wilayah sebagai ibu kota? Menteri Bappenas/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro sedikit membocorkan bahwa salah satu yang dikaji adalah kriteria kota calon pengganti Jakarta sebagai ibu kota.
Kriteria kota yang dipilih harus memiliki kondisi alam yang stabil dengan kata lain potensi terjadinya bencana alam sangat kecil, dan adanya ketersediaan tanah milik negara yang besar untuk kebutuhan pembangunan seluruh fasilitas kementerian dan lembaga. Selain itu, pihak Bappenas juga mensyaratkan kota yang dipilih berlokasi di luar Pulau Jawa.
Pertimbangannya pemindahan ibu kota bakal memicu pusat pertumbuhan di kota baru dan wilayah sekitarnya. Salah satu kota yang sedang dikaji Bappenas adalah Palangkaraya yang ditargetkan rampung pada 2019 mendatang.
Mengapa pemerintah memilih pengganti ibu kota Jakarta jatuh pada Kota Palangkaraya? Kalau merunut dari perjalanan sejarah bangsa ini, pemilihan Palangkaraya sebagai calon ibu kota sudah digaungkan Presiden Soekarno.
Presiden pertama RI itu punya alasan bahwa posisi Palangkaraya tepat di tengah wilayah Indonesia. Selain kotanya cukup luas, juga strategis dan relatif aman dari bencana alam. Seandainya tidak terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965, sebagaimana dikisahkan sejarawan Anhar Gonggong maka pusat pemerintahan Indonesia sudah di Palangkaraya.
Presiden Soekarno telah merancang pemisahan antara pusat pemerintahan dan pusat ekonomi melalui program berencana semesta. Sayangnya, rencana tersebut kandas di tengah jalan karena rezim Soekarno berakhir dengan terpaksa dan di zaman Presiden Soeharto program tersebut layu sebelum berkembang.
Selain Palangkaraya, seperti dituturkan Anhar Gonggong, Proklamator Indonesia itu juga menunjuk Bogor dan Makassar sebagai alternatif ibu kota. Belakangan Bogor dinyatakan tidak memenuhi syarat karena masih dekat dengan Jakarta, sedangkan Makassar selain sebagai kota yang sudah terbentuk, posisinya juga cukup ideal untuk menjadi ibu kota, namun Soekarno menghendaki munculnya kota baru yang memang dicanangkan untuk pusat pemerintahan.
Pada zaman Presiden Soeharto sempat melirik Jonggol, Jawa Barat sebagai calon ibu kota, namun hanya sebatas rencana. Lalu, pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melontarkan ide memperluas wilayah cakupan Jakarta sebagai ibu kota menjadi The Greater Jakarta yang meliputi Sukabumi dan Purwakarta. Namun, semuanya berakhir sebatas wacana.
Pemindahan ibu kota selain membutuhkan persiapan yang matang, juga biaya yang tidak sedikit. Terkait pembiayaan, Presiden Jokowi sudah menegaskan bahwa program pemindahan ibu kota tersebut jangan sampai membebani keuangan negara.
Karena itu, Bappenas juga ditugaskan mengkaji skema pembiayaan yang kreatif, salah satu targetnya adalah melibatkan pihak swasta. Apakah pihak swasta berminat berpartisipasi? Jawabnya sangat bergantung seberapa besar pengembalian investasi dalam pembangunan kota baru sebagai ibu kota dan pusat pemerintahan.
Tugas pemerintah bagaimana meyakinkan pihak swasta untuk meraih keuntungan dari modal yang ditanamkan. Ada kendala yang menghantui investor swasta adalah tak ada jaminan kota baru itu bertumbuh sesuai harapan mengingat pusat perekonomian tetap berada di Jakarta. Pemindahan ibu kota semoga tidak berakhir lagi sebagai wacana.
(whb)