OSO Dilantik, Bukti Kehormatan DPD Dikalahkan Kepentingan Politik
A
A
A
JAKARTA - Pelantikan Oesman Sapta Odang (OSO), Nono Sampono dan Darmayanti Lubis sebagai pimpinan senator dinilai sebagai bukti DPD sudah dikalahkan kepentingan politik. Terlebih, sekitar 70 orang anggota DPD atau senator merupakan kader partai politik (parpol)
Peneliti Forum Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus melihat ada pengaruh Parpol dari proses pemilihan pimpinan DPD yang memilih OSO, Nono dan Darmayanti itu.
Hal itu dikatakan Lucius dalam diskusi Polemik SINDO Trijaya bertajuk 'DPD Kok Gitu' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/4/2017).
Kata Lucius, sebenarnya jika dibaca dengan hati bening tanpa kepentingan sudah jelas, siapa harus melakukan apa dan siapa tidak boleh melakukan apa. "Yang membuat tidak jelas adalah ketika kepentingan tidak sesuai dengan apa yang ada dalam peraturan itu," katanya.
"dan mereka mulai mengutak-atik, mencoba menggantinya. Jadi kepastian hukum diganti dengan kepentingan politik, ini yang terjadi sesungguhnya," imbuh Lucius.
Lebih lanjut dia mengatakan, kepentingan politik itu terlihat dari tafsir sebagian senator terhadap perkara salah ketik putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengembalikan tata tertib tentang masa jabatan pimpinan selama lima tahun.
Padahal, kata dia, marwah DPD sebagai representasi daerah untuk memperjuangkan pembangunan. "Fungsi atau tugas pokok dan fungsi DPD sejak awal ya menjadi anggota dari lembaga politik, tapi jelas dia dipilih melalui jalur perseorangan dan merupakan wakil daerah," pungkasnya.
Peneliti Forum Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus melihat ada pengaruh Parpol dari proses pemilihan pimpinan DPD yang memilih OSO, Nono dan Darmayanti itu.
Hal itu dikatakan Lucius dalam diskusi Polemik SINDO Trijaya bertajuk 'DPD Kok Gitu' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/4/2017).
Kata Lucius, sebenarnya jika dibaca dengan hati bening tanpa kepentingan sudah jelas, siapa harus melakukan apa dan siapa tidak boleh melakukan apa. "Yang membuat tidak jelas adalah ketika kepentingan tidak sesuai dengan apa yang ada dalam peraturan itu," katanya.
"dan mereka mulai mengutak-atik, mencoba menggantinya. Jadi kepastian hukum diganti dengan kepentingan politik, ini yang terjadi sesungguhnya," imbuh Lucius.
Lebih lanjut dia mengatakan, kepentingan politik itu terlihat dari tafsir sebagian senator terhadap perkara salah ketik putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengembalikan tata tertib tentang masa jabatan pimpinan selama lima tahun.
Padahal, kata dia, marwah DPD sebagai representasi daerah untuk memperjuangkan pembangunan. "Fungsi atau tugas pokok dan fungsi DPD sejak awal ya menjadi anggota dari lembaga politik, tapi jelas dia dipilih melalui jalur perseorangan dan merupakan wakil daerah," pungkasnya.
(maf)