KPK Diminta Usut Beberapa Kontrak Penjualan Kapal Perang PT PAL

Kamis, 06 April 2017 - 06:25 WIB
KPK Diminta Usut Beberapa...
KPK Diminta Usut Beberapa Kontrak Penjualan Kapal Perang PT PAL
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak untuk mendalami kasus dugaan korupsi penerimaan fee pejabat PT PAL Indonesia dalam penjualan kapal perang kepada Pemerintah Filipina.

Adapun KPK diminta menelusuri kemungkinan penerimaan fee juga terjadi dalam kontrak penjualan kapal perang PT PAL dengan negara lain. (Baca Juga: KPK Tetapkan Dirut PT PAL Indonesia Tersangka Suap)

Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan mengingatkan ada empat hal yang harus diperhatikan dari penanganan KPK atas kasus dugaan suap terhadap pejabat PT PAL Indonesia sehubungan pembayaran fee agency penjualan dua kapal perang jenis Strategic Sealift Vessel (SSV) dari PT PAL Indonesia kepada Kementerian Pertahanan Filipina‎ dengan nilai kontrak USD86,96 juta (Rp1,1 6 triliun).

Pertama, kata Trimedya, ‎semua pihak mengapresiasi langkah hukum yang dilakukan oleh KPK mulai dari operasi tangkap tangan, penetapan tersangka, dan penahanan empat tersangka.

Apalagi, lanjut dia, terhadap perusahaan-perusahaan BUMN sampai dengan sekarang masih sarat dengan penyimpangan. "Dan korupsi-korupsi di BUMN ini masih cukup besar," kata Trimedya kepada Koran SINDO, Rabu 5 April 2017.

Kedua, kasus dugaan suap penjualan atau pengadaan dua kapal perang dari PT PAL ke Pemerintah Filipina menjadi momentum KPK untuk menelusuri kontrak-kontrak lain yang dilakukan PT PAL dengan pemerintah negara lain.

Menurut Trimedya, PT PAL juga melakukan kontrak pengadaan atau penjualan kapal perang dengan negara lain, di antaranya dengan pemerintah Malaysia dan Korsel.

"Itu yang harus ditelusuri lagi. Apakah sama ada fee untuk agency, kemudian fee untuk untuk direksi PT PAL," kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.

Dia menegaskan, sudah sejak lama Komisi III dan kalangan di luar PT PAL mendengar kabar oknum jajaran direksi di PT PAL sudah menitipkan kepada agency agar dari fee agency diberikan fee ke direksi.

Misalnya, ada 14 % fee agency padahal sebenarnya hanya 10 %, kemudian 4 % untuk direksi. "Begitu lho. Itu kan modus yang dilakukan. Apakah di kontrak-kontrak lain dilakukan seperti itu terjadi dan apakah misalnya di periode Firmansyah (Muhammad Firmansyah Arifin) yang sekarang atau di periode direktur utama sebelumnya juga terjadi. KPK harus lebih serius menuntaskan kasus ini," tutur Trimendya.

Menurut dia, modus yang sama terkait dengan agency dan fee untuk agency hampir terjadi di semua kontrak perdagangan internasional di hampir seluruh perusahaan BUMN.

Modus fee agency dikatakannya menjadi pintu masuk utama tindak pidana korupsi (tipikor). Baik dalam delik suap-menyuap atau delik penyalahgunaan kewenangan sehingga terjadi kerugian negara.

Hal tersebut, ungkap Trimedya, dibuktikan KPK yang telah membongkar kasus dugaan suap pengadaan mesin pesawat Airbus SAS sebanyak 50 unit di Garuda Indonesia kurun 2005-2014 dengan tersangka penerima suap Emirsyah Satar selaku Direktur Utama Garuda Indonesia 2005-2014 dan tersangka pemberi‎ Soetikno Soedarjo selaku Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd yang juga pendiri Mugi Rekso Abadi (MRA) Group.

Ketiga, sambung dia, kasus dugaan suap pengadaan atau penjualan dua kapal perang ke Filipina harus dijadikan momentum bagi KPK dan pemerintah untuk menelusuri kontrak-kontrak lain yang tercantum maupun tidak tercantum ada fee agency.

Menurut dia, agency seperti broker atau calo. Mungkin di negara-negara lain agency atau fee agency itu sudah resmi, tapi di Indonesia tidak diatur mengenai hal itu.

"PT PAL ini kan industri staregis. Kalau kita ada kontrak-kontrak lain dengan luar negeri, itu kan soal martabat kita," ujar Trimedya.

Keempat, kata dia, KPK harus secepatnya menemui Menteri BUMN Rini Soemarno untuk menanyakan seperti apa kasus dugaan suap penjualan dua kapal perang ke Filipina, kontrak pengadaan PT PAL Indonesia dengan negara lain, dan kontrak-kontrak rusahaan-perusahaan BUMN selain PT PAL Indonesia yang juga ada fee agency.

Menurut Trimedya, KPK harus berani bertanya kepada Menteri BUMN mengenai posisi pemerintah terkait kontrak-kontrak tersebut. "Karena kita mendengar ini sudah menjadi modus. Misalnya tadi fee 14 persen untuk agen itu, ya ‎di situ direksi sudah nitip untuk dia," ucapnya.

(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1187 seconds (0.1#10.140)