Kecewa Aktivis Ditangkapi, Pembina ACTA Gugat Pasal Makar

Senin, 03 April 2017 - 09:46 WIB
Kecewa Aktivis Ditangkapi,...
Kecewa Aktivis Ditangkapi, Pembina ACTA Gugat Pasal Makar
A A A
JAKARTA - Pembina Advokad Cinta Tanah Air (ACTA) Habiburokhman mendaftarkan uji materi Pasal 87 dan 110 ayat 1 KUHP yang mengatur percobaan permufakatan makar ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Habib menilai, dua pasal di atas kerap menjadi "senjata" polisi untuk menangkap para aktivis yang kritis terhadap pemerintah. (Baca Juga: Sekjen FUI Resmi Ditahan sebagai Tersangka Kasus Makar )

Pasal 87 berbunyi, dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, seperti dimaksud dalam Pasal 53.

Sementara itu Pasal 110 KUHP berbunyi, permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut Pasal 104, 106, 107, dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.

"Siang ini saya akan mendaftarkan uji materi," kata Habiburokhman kepada SINDOnews, Senin (3/4/2017). (Baca Juga: Tangkap Aktivis Islam Jelang Aksi 313, IPW Nilai Polisi Arogan )

Habiburokhman menilai, Pasal 87 KUHP dan Pasal 110 KUHP tidak logis karena menyamakan percobaan dan permufakatan jahat makar dengan makar itu sendiri.

Akibatnya, lanjut dia, orang yang mengkritisi pemerintah rentan dijerat kedua pasal tersebut secara bersamaan dan dituduh melakukan percobaan permufakatan makar yang ancaman hukumannya sama dengan tindak pidana utama makar.

"Apalagi beberapa waktu yang lalu banyak aktivis nasionalis dan Islam ditangkap dengan dalih pasal itu," ucap Habiburokhman.

Politikus Gerindra ini menilai Pasal 87 dan 110 KUHP berpotensi melanggar hak konstitusi seluruh warga negara Indonesia.

Dua pasal tersebut juga dianggapnya bertentangan dengan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 tentang hak mendapatkan kepastian hukum dan Pasal 28 G ayat 1 UUD 1945 tentang perlindungan untuk berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

"Dalam petitum saya menuntut agar MK menyatakan pasal percobaan permufakatan makar bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap Habib.

Habib juga mencantumkan permohonan putusan sela agar penegak hukum melakukan moratorium penggunaan pasal percobaan permufakatan makar sampai dengan adanya keputusan final dari MK.

"Saya juga berharap agar jangan ada penangkapan dan penahahan terhadap warga negara Indonesia hanya karena melakukan rapat-rapat dan menyampaikan pendapat yang mengkritisi pemerintah. Jangan sampai ada kriminalisasi terhadap sikap kritis," ucap Habiburokhman.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0946 seconds (0.1#10.140)