Rapimnas Muslimat NU Bahas Upaya Pengentasan Kemiskinan di Desa
A
A
A
BOGOR - Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) menegaskan fokus menangani kemiskinan di wilayah perdesaan. Alasannya, disparitas jumlah masyarakat miskin yang tinggal di pedesaan dengan perkotaan sangat tinggi.
Hal itu ditegaskan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Muslimat NU yang digelar di Hotel Lorin Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (24/3/2017).
Rapimnas yang diikuti 34 Pimpinan Wilayah se-Indonesia itu mengangkat tema Satukan Langkah Membangun Negeri Menjaga NKRI.
"Warga miskin di desa dua kali lipat dari jumlah warga miskin di kota. Jujur saya sampaikan kebanyakan adalah warga NU," ungkap Khofifah.
Khofifah memaparkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2016 angka kemiskinan di kota mencapai 7,73%, dan di desa 13,96%. Perbandingan ini tidak banyak berubah dibandingkan September 2015. Kemiskinan di kota mencapai 8,22% dan di desa 14,09%.
Sedangkan pada Maret 2016, lanjut dia, disparitas kemiskinan masyarakat kota dan desa masih berbeda hampir dua kali lipat. Kemiskinan di kota mencapai 7,79% dan di pedesaan mencapai 14,11%.
Menurut Khofifah, hampir semua desa memiliki produk khas unggulan. Namun, karena minimnya modal, pengetahuan dan pendampingan menjadikan produk tersebut tidak dapat berkembang dan memiliki nilai jual yang rendah sehingga profit yang dihasilkan pun sangat kecil.
"Mata pencaharian masyarakat desa mayoritas adalah pertanian. Konsep 'petik, olah, kemas, jual' menurut saya sangat relevan untuk meningkatkan nilai jual produk sekaligus memberdayakan masyarakat desa," kata Menteri Sosial itu.
Oleh karena itu, lanjut dia, perlu pendampingan secara berkelanjutan dalam upaya mengentaskan masyarakat miskin pedesaan.
Saat ini, kata dia, Muslimat NU aktif membangun kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta agar seluruh program terlaksana dengan baik.
Hadir dalam Rapimnas tersebut, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Eko Putro Sandjojo.
Momentum tersebut digunakan Mendes untuk mengajak warga Muslimat NU ikut mengawasi pengeluaran dana desa.
Tujuan pengawasan itu, menurut Eko, agar tidak ada penyelewengan dana. Sebab, Presiden Joko Widodo terus menaikkan anggaran yang diterima oleh Kementerian Desa dari tahun 2015 hingga di tahun depan nanti.
"Dari tahun 2015 yang besarnya Rp20,8 triliun naik menjadi Rp46,96 triliun sekarang dinaikkan menjadi Rp 60 triliun dan tahun depan akan dinaikkan lagi oleh Bapak Presiden menjadi Rp 120 triliun," kata Eko.
Dari nominal anggaran Rp60 triliun yang diterima tahun ini, Kementerian Desa akan membagikannya ke 74.910 desa di Indonesia. Setiap desa akan mendapat anggaran sebesar Rp800 juta atau lebih.
Disinggung soal pemberdayaan masyarakat desa, Mendes Eko mengatakan pemerintah bakal merealisasikan holding Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Dengan membentuk holding BUMDes, maka masing-masing BUMDes akan mendapatkan pembinaan termasuk manajerial pengelolaan BUMDes.
Hal itu ditegaskan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Muslimat NU yang digelar di Hotel Lorin Sentul, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (24/3/2017).
Rapimnas yang diikuti 34 Pimpinan Wilayah se-Indonesia itu mengangkat tema Satukan Langkah Membangun Negeri Menjaga NKRI.
"Warga miskin di desa dua kali lipat dari jumlah warga miskin di kota. Jujur saya sampaikan kebanyakan adalah warga NU," ungkap Khofifah.
Khofifah memaparkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada September 2016 angka kemiskinan di kota mencapai 7,73%, dan di desa 13,96%. Perbandingan ini tidak banyak berubah dibandingkan September 2015. Kemiskinan di kota mencapai 8,22% dan di desa 14,09%.
Sedangkan pada Maret 2016, lanjut dia, disparitas kemiskinan masyarakat kota dan desa masih berbeda hampir dua kali lipat. Kemiskinan di kota mencapai 7,79% dan di pedesaan mencapai 14,11%.
Menurut Khofifah, hampir semua desa memiliki produk khas unggulan. Namun, karena minimnya modal, pengetahuan dan pendampingan menjadikan produk tersebut tidak dapat berkembang dan memiliki nilai jual yang rendah sehingga profit yang dihasilkan pun sangat kecil.
"Mata pencaharian masyarakat desa mayoritas adalah pertanian. Konsep 'petik, olah, kemas, jual' menurut saya sangat relevan untuk meningkatkan nilai jual produk sekaligus memberdayakan masyarakat desa," kata Menteri Sosial itu.
Oleh karena itu, lanjut dia, perlu pendampingan secara berkelanjutan dalam upaya mengentaskan masyarakat miskin pedesaan.
Saat ini, kata dia, Muslimat NU aktif membangun kerja sama dengan berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta agar seluruh program terlaksana dengan baik.
Hadir dalam Rapimnas tersebut, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Eko Putro Sandjojo.
Momentum tersebut digunakan Mendes untuk mengajak warga Muslimat NU ikut mengawasi pengeluaran dana desa.
Tujuan pengawasan itu, menurut Eko, agar tidak ada penyelewengan dana. Sebab, Presiden Joko Widodo terus menaikkan anggaran yang diterima oleh Kementerian Desa dari tahun 2015 hingga di tahun depan nanti.
"Dari tahun 2015 yang besarnya Rp20,8 triliun naik menjadi Rp46,96 triliun sekarang dinaikkan menjadi Rp 60 triliun dan tahun depan akan dinaikkan lagi oleh Bapak Presiden menjadi Rp 120 triliun," kata Eko.
Dari nominal anggaran Rp60 triliun yang diterima tahun ini, Kementerian Desa akan membagikannya ke 74.910 desa di Indonesia. Setiap desa akan mendapat anggaran sebesar Rp800 juta atau lebih.
Disinggung soal pemberdayaan masyarakat desa, Mendes Eko mengatakan pemerintah bakal merealisasikan holding Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Dengan membentuk holding BUMDes, maka masing-masing BUMDes akan mendapatkan pembinaan termasuk manajerial pengelolaan BUMDes.
(dam)