Di Sidang MK, KPU Sebut Rano-Embay Tak Punya Legal Standing

Selasa, 21 Maret 2017 - 21:16 WIB
Di Sidang MK, KPU Sebut...
Di Sidang MK, KPU Sebut Rano-Embay Tak Punya Legal Standing
A A A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Banten menyebut pasangan Rano Karno-Embay Mulya Syarief tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan gugatan perselisihan hasil pilkada (PHP) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut kuasa hukum KPU Banten, Syarif Hidayatullah, selisih 1,89% yang terpaut antara pasangan Wahidin Halim-Andika Hazrumy dan Rano Karno-Embay Mulya Syarif sudah mengindikasikan tidak masuknya permohonan pemohon sesuai yang diatur dalam Pasal 158 huruf c UU 10/2016.

“Sementara selisih antara kedua pasangan calon 89.890 suara atau 1,89%. Dengan demikian batas ini sudah melampaui, dengan demikian pemohon sudah tidak memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan,” kata Syarif dalam sidang PHP di MK, Selasa (21/3/2017).

Berdasarkan penetapan KPU Banten 26 Februari lalu, pasangan nomor urut satu, Wahidin Halim-Andika Hazrumy memperoleh 2.411.213 suara (50,95%), berbanding dengan perolehan pasangan nomor urut 2, Rano Karno-Embay Mulya Syarief sebanyak 2.321.323 suara (49,05%).

Provinsi Banten memiliki jumlah penduduk 11,83 juta jiwa dan masuk kategori provinsi yang dibatasi syarat selisih suara 1% (dengan jumlah penduduk 6-12 ribu).

Menurut Syarif, dari fakta tersebut maka tepat apabila Mahkamah menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.

Apalagi dari permohonan yang telah dibacakan sebelumnya, pihak pemohon sama sekali tidak menyinggung tentang selisih suara tersebut, yang justru menjadi kewenangan mahkamah.

“Tidak ada satupun dalil menyangkut perselisihan. Oleh karena itu secara keseluruhan eksepsi kami memohon agar permohonan tidak diterima,” kata Syarif.

Sementara itu pengacara KPU Banten lainnya, Syamsudin Selawat menjawab sejumlah keberatan yang telah disampaikan pemohon pada sidang pendahuluan lalu.
Ada lima hal yang disampaikan untuk menjawab tuduhan pemohon antara lain penggunaan surat keterangan (suket) yang disebut melebih dari yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Tangerang, pelanggaran pembukan kotak, pelanggaran hak pilih warga sehingga tidak bisa mencoblos, jumlah surat suara yang tidak sesuai dengan syarat DPT+2,5%, kemudian serta tuduhan money politics di sejumlah daerah di Banten.

Terkait suket, menurut Syamsudin tidak fair apabila pasangan nomor urut 2 mempersoalkan penggunaan suket di Kota Tangerang, sebab di daerah lain di provinsi yang sama, hal itu juga dilakukan sebagai bentuk pelayanan negara terhadap hak konstitusional masyarakat yang tidak terdaftar dalam DPT.

“Bahwa pengguna suket tidak hanya terjadi di Kota Tangerang tapi juga diseluruh kabupaten/kota di Provinsi Banten,” kata Syamsudin.

Terkait tuduhan pembukaan kotak suara yang tidak sesuai aturan perundangan, menurut dia pembukaan kotak yang dilakukan di TPS Sukaraksa, TPS Sukasari, dan TPS Kelapa Indah kecamatan Tangerang telah sesuai peraturan UU. Bahkan prosesnya disaksikan oleh tim pasangan calon nomor urut 1 dan 2 serta pengawas pemilu setempat.

Terkait perbedaan jumlah suara sah dan tidak sah yang disebut melebihi dari jumlah surat suara yang diterima masing-masing kota/kabupaten, menurut dia pihaknya telah memberikan data lengkap kepada mahkamah untuk diteliti kembali.

Bahwa KPU Banten telah patuh untuk menetapkan surat suara yang didistribusikan telah sesuai dengan aturan DPT+2,5%.

Adapun soal pelanggaran berupa money politics yang diduga terjadi di Ciruas Permai, Desa Malimping dan Kecamatan Cisauk, hal itu menurut dia merupakan kewenangan lembaga lain dalam hal ini Sentra Gakumdu dan sudah mendapatkan penanganan dari pihak terkait.

“Sejauh ini termohon tidak mendapatkan rekomendasi apapun dari Bawaslu, karenanya kami mohon agar dalil-dalil yang dikemukakan pemohon ditolak,” kata Syamsudin.
(dam)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0830 seconds (0.1#10.140)