Diduga Agenda Ini yang Membuat Terjadinya Pertemuan Jokowi-SBY
A
A
A
JAKARTA - Pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya terjadi. Namun pertemuan itu dianggap masih memantik tanda tanya, karena dilakukan secara mendadak.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Adi Prayitno menganggap, pertemuan itu memang sangat dinanti publik, termasuk media massa. Sebab, antara Jokowi dan SBY sebelumnya dianggap memiliki 'gap' politik yang dilihat masyarakat.
Menurutnya, ada tiga pendapat untuk mengukur pertemuan antara Presiden dan mantan Presiden yang terbilang 'kurang' akur tersebut. Pertama, tentunya secara normatif pertemuan SBY dan Jokowi dimanfaatkan untuk bertukar gagasan mengenai kondisi politik dan kebangsaan.
"SBY sebagai mantan Presiden memberikan masukan untuk pembangunan Indonesia ke depan pada Presiden," tutur Adi saat dihubungi SINDOnews, Jumat (10/3/2017).
Kemudian yang kedua, pertemuan ini tak bisa disangkal sebagai ajang tabayyun (klarifikasi) antara Jokowi dan SBY. Maklum, belum lama ini tudingan 'negatif' kerap dialamatkan kepada SBY, begitu pun sebaliknya. Meski masalah ini belum diketahui secara persis sumbernya.
"Ketiga, terkait kondisi politik mutakhir. Yakni, soal kasus mega korupsi e-KTP dan putaran kedua pilkada DKI jakarta. Faktor ketiga ini menjadi poin paling penting pertemuan kedua tokoh ini," paparnya.
Adi menilai, tekait pengungkapan kasus e-KTP ini, SBY dinilai memiliki kepentingan untuk menjelaskan kepada Jokowi. Sebab, mega korupsi ini berada saat dirinya berkuasa, yang kemudian menyeret sejumlah nama tenar dari kalangan legislatif dan eksekutif.
Adapun kaitan dengan Pilkada DKI Jakarta, partai Demokrat yang dipimpin SBY dinilai menjadi penentu dukungan politik untuk putaran kedua nanti. Dugaan awal Jokowi diberikan mandat oleh PDIP untuk membuka komunikasi secara langsung dengan SBY untuk memenangkan pasangan Basuki-Djarot di putaran kedua.
"Terutama soal kemungkinan Demokrat bisa bergabung utk memenangkan Ahok di putaran kedua. Apalagi sejauh ini demokrat belum menentukan sikap politiknya untuk putaran kedua," pungkasnya.
Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Adi Prayitno menganggap, pertemuan itu memang sangat dinanti publik, termasuk media massa. Sebab, antara Jokowi dan SBY sebelumnya dianggap memiliki 'gap' politik yang dilihat masyarakat.
Menurutnya, ada tiga pendapat untuk mengukur pertemuan antara Presiden dan mantan Presiden yang terbilang 'kurang' akur tersebut. Pertama, tentunya secara normatif pertemuan SBY dan Jokowi dimanfaatkan untuk bertukar gagasan mengenai kondisi politik dan kebangsaan.
"SBY sebagai mantan Presiden memberikan masukan untuk pembangunan Indonesia ke depan pada Presiden," tutur Adi saat dihubungi SINDOnews, Jumat (10/3/2017).
Kemudian yang kedua, pertemuan ini tak bisa disangkal sebagai ajang tabayyun (klarifikasi) antara Jokowi dan SBY. Maklum, belum lama ini tudingan 'negatif' kerap dialamatkan kepada SBY, begitu pun sebaliknya. Meski masalah ini belum diketahui secara persis sumbernya.
"Ketiga, terkait kondisi politik mutakhir. Yakni, soal kasus mega korupsi e-KTP dan putaran kedua pilkada DKI jakarta. Faktor ketiga ini menjadi poin paling penting pertemuan kedua tokoh ini," paparnya.
Adi menilai, tekait pengungkapan kasus e-KTP ini, SBY dinilai memiliki kepentingan untuk menjelaskan kepada Jokowi. Sebab, mega korupsi ini berada saat dirinya berkuasa, yang kemudian menyeret sejumlah nama tenar dari kalangan legislatif dan eksekutif.
Adapun kaitan dengan Pilkada DKI Jakarta, partai Demokrat yang dipimpin SBY dinilai menjadi penentu dukungan politik untuk putaran kedua nanti. Dugaan awal Jokowi diberikan mandat oleh PDIP untuk membuka komunikasi secara langsung dengan SBY untuk memenangkan pasangan Basuki-Djarot di putaran kedua.
"Terutama soal kemungkinan Demokrat bisa bergabung utk memenangkan Ahok di putaran kedua. Apalagi sejauh ini demokrat belum menentukan sikap politiknya untuk putaran kedua," pungkasnya.
(maf)